RINGKASAN: DHENNY LISDIANTINI. Kajian Penggunaan Hormon IBA dan BAP terhadap Pertumbuhan Tanaman Penghasil Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke) dengan Teknik Kultur In Vitro. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan WA ODE HAMSINAH BOLU.
Hasil hutan non kayu terkadang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu, salah satu contohnya adalah gaharu. Permintaan gaharu terus meningkat, sedangkan semua produksinya masih menggantungkan pada produksi dari hutan-hutan alam.
Akibat merosotnya populasi pohon penghasil gaharu di hutan-hutan alam, maka Pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 menetapkan peraturan bagi eksportir Gaharu yang mewajibkan mereka memiliki surat izin CITES. Perlindungan terhadap beberapa jenis tanaman penghasil gaharu semakin ditingkatkan, Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. termasuk Appendix II CITES pada tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi hormon auksin dan sitokinin (IBA dan BAP) yang terbaik pada media dasar Murashige dan Skoog terhadap pertumbuhan kultur in vitro eksplan tanaman penghasil gaharu Gyrinops versteegii.
Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk eksplan steril G. versteegii. Eksplan ditumbuhkan pada media MS dengan penambahan perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dengan konsentrasi 0,00; 0,05 dan 0,10 mg/l dan BAP 0,00; 0,05; 0,10 dan 0,20 mg/l.
Penelitian ini disusun menggunakan metode statistika RAL Faktorial dengan jumlah 12 perlakuan dan ulangan sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan selama 8 MST (minggu setelah tanam) terhadap selumh eksplan yang ditanam meliputi parameter rata-rata pertambahan tinggi, jumlah mas, jumlah tunas, jumlah daun, persentase tingkat kematian, proses pengkalusan dan kontaminasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media perlakuan IBA 0,05 mg/l + BAP 0,20 mg/l memberikan respon terbaik pada parameter pertambahan tinggi dan pertumbuhan tunas, yaitu sebesar 1,8 em dan 3,17 tunas.
Sedangkan media perlakuan IBA 0,00 mg/l + BAP 0,20 mg/l memberikan respon terbaik pada parameter jumlah mas dan jumlah daun, yaitu sebesar 6,33 mas dan 5,67 helai.
Semua media perlakuan menumbuhkan kalus keeuali, pada media kontrol. Presentase jumlah eksplan yang terkontaminasi sebesar 6,94% (5 dari 72 eksplan). Kontaminasi disebabkan oleh adanya eendawan pada tabung.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh IBA (0,00; 0,05 dan 0,10 mg/I) dan BAP (0,00; 0,05; 0,10 dan 0,20 mg/I) memberikan respon yang sangat nyata terhadap parameter jumlah tunas. Sedangkan pada parameter tinggi planlet, jumlah ruas, dan jumlah daun memberikan respon tidak berbeda nyata.
Kata kunci : Gyrinops versteegii, in vitro, auksin, sitokinin.
Hasil hutan non kayu terkadang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu, salah satu contohnya adalah gaharu. Permintaan gaharu terus meningkat, sedangkan semua produksinya masih menggantungkan pada produksi dari hutan-hutan alam.
Akibat merosotnya populasi pohon penghasil gaharu di hutan-hutan alam, maka Pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 menetapkan peraturan bagi eksportir Gaharu yang mewajibkan mereka memiliki surat izin CITES. Perlindungan terhadap beberapa jenis tanaman penghasil gaharu semakin ditingkatkan, Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. termasuk Appendix II CITES pada tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi hormon auksin dan sitokinin (IBA dan BAP) yang terbaik pada media dasar Murashige dan Skoog terhadap pertumbuhan kultur in vitro eksplan tanaman penghasil gaharu Gyrinops versteegii.
Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk eksplan steril G. versteegii. Eksplan ditumbuhkan pada media MS dengan penambahan perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dengan konsentrasi 0,00; 0,05 dan 0,10 mg/l dan BAP 0,00; 0,05; 0,10 dan 0,20 mg/l.
Penelitian ini disusun menggunakan metode statistika RAL Faktorial dengan jumlah 12 perlakuan dan ulangan sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan selama 8 MST (minggu setelah tanam) terhadap selumh eksplan yang ditanam meliputi parameter rata-rata pertambahan tinggi, jumlah mas, jumlah tunas, jumlah daun, persentase tingkat kematian, proses pengkalusan dan kontaminasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media perlakuan IBA 0,05 mg/l + BAP 0,20 mg/l memberikan respon terbaik pada parameter pertambahan tinggi dan pertumbuhan tunas, yaitu sebesar 1,8 em dan 3,17 tunas.
Sedangkan media perlakuan IBA 0,00 mg/l + BAP 0,20 mg/l memberikan respon terbaik pada parameter jumlah mas dan jumlah daun, yaitu sebesar 6,33 mas dan 5,67 helai.
Semua media perlakuan menumbuhkan kalus keeuali, pada media kontrol. Presentase jumlah eksplan yang terkontaminasi sebesar 6,94% (5 dari 72 eksplan). Kontaminasi disebabkan oleh adanya eendawan pada tabung.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh IBA (0,00; 0,05 dan 0,10 mg/I) dan BAP (0,00; 0,05; 0,10 dan 0,20 mg/I) memberikan respon yang sangat nyata terhadap parameter jumlah tunas. Sedangkan pada parameter tinggi planlet, jumlah ruas, dan jumlah daun memberikan respon tidak berbeda nyata.
Kata kunci : Gyrinops versteegii, in vitro, auksin, sitokinin.