RINGKASAN: Muhammad Alam Firmansyah. E03497037. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Alkaloid Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) Hasil KuItur In vitro. Dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si.
Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka di dunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand book of Herbal Medicine Traditional Medicine Division. WHO-Genewa.
Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku simplisia Pule pandak masih dipenuhi dari hasil pemanenan langsung di alam. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan baku simplisia Pule pandak, baik dalam negeri maupun dan negara-negara industri farmasi, terus meningkat dan belum terpenuhi. Pada tahun 2000, permintaan akan bahan haku tersebut meneapai 6.898 kg dengan trend pertambahan sebesar 25,89 % per tahun (Data Olahan Balitro, 1990 dalam Sandra dan Kemala, 1994).
Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia Pule pandak dan menyelamatkannya dari.
kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memudahkan kegiatan tersebut. Salah satunya adalah dengan kultur in vitro sebagai alterrnatif penerapan teknologi yang dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya ekonomis maupun konservasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap pertumbuhan Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) hasil kultur in vitro. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terbaik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.).
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratonum Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan lnstitut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal 5 September 2001 sampai tanggal 5 Desember 2001.
Media dasar yang digunakan pada pereobaan ini adalah media MS penuh dengan penambahan Zat Pengatur Tumbuh yaitu IBA 2 (2 mg/I), NAA 2 (2 mg/l), IBA 1 (1 mg/l) + NAA 1 (1 mg/l), BAP 1 (1 mg/I), BAP 1 (1 mg/I) + IBA 2 (2 mg/I), BAP 1 (1mg/I) + NAA 2 (2 mg/I), BAP 1 (1 mg/I) + IBA 1 (1mg/I) + NAA 1 (1 mg/l), BAP 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I)+ lBA 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I) + NAA 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I) + IBA 1 (1mg/I) + NAA 1 (1 mg/I). Kultur diinkubasikan pada suhu 25"C - 28"C selama 3 bulan dengan intensitas cahaya normal.
Parameter-parameter pertumbuhan eksplan Rauwolfia serpentine Benth. berupa tinggi total, jumlah tunas, jumlah daun, kalus, dan pucuk memberikan respon positif terhadap perlakuan yang diberikan. Tinggi percabangan dan perakaran tidak memberikan respon terhadap perlakuan.
Penggunaan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,05),>
Rata-rata tertinggi untuk parameter tinggi total diperoteh pada penggunaan IBA 2 ml/l, sedangkan rata-rata terendah diperoleh pada penggunaan BAP 2 mg/I + NAA 2 mg/I.
Rata-rata tertinggi untuk jumlah tunas adalah pada perlakuan dengan menggunakan BAP I, sedangkan rata-rata terendah adalah pada perlakuan BAP 2 + NAA 2.
Rata-rata tertinggi dari percabangan adalah pada perlakuan dengan menggunakan BAP 1, sedangkan rata-rata terendah pada perlakuan BAP 2 + NAA 2, yaitu O. Rata-rata tertinggi dari jumlah daun diperoleh dan perlakuan dengan menggunakan BAP1, sedangkan rata-rata terendah pada perlakuan dengan menggunakan BAP 2 + IBA 1 + NAA I.
Rata-rata tertinggi dari berat basah kalus diperoleh dari perlakuan dengan menggunakan BAP 2 + NAA 2, sedangkan terendah yaitu dengan menggunakan perlakuan kontrol, BAP 1, dan BAP 2, yaitu O. Rata-rata tertinggi dari berat kering kalus diperoleh dari perlakuan dengan menggunakan BAP.
2 + IBA 1 + NAA 1, sedangkan terendah yaitu dengan menggunakan perlakuan kontrol, BAP 1, dan BAP 2, yaitu O. Rata-rata tertinggi dari % kadar air kalus diperoleh dari perlakuan dengan menggunakan BAP 2 + NAA 2, sedangkan terendah yaitu dengan menggunakan perlakuan kontrol, BAP 1, dan BAP 2, yaitu O.
Rata-rata tertinggi untuk berat basah pucuk yaitu pada perlakuan NAA 2, sedangkan rata-rata terendah dari berat basah pucuk adalah BAP 2 + NAA 2. Rata-rata tertinggi untuk berat kering pucuk yaitu pada perlakuan BAP 2, Sedangkan rata-rata terendah dari berat kering pucuk adalah BAP 2 + IBA 1 + NAA 1. Rata-rata tertinggi untuk % kadar air pucuk yaitu pada perlakuan BAP 2 + IBA 1 + NAA I, sedangkan rata-rata terendah dari % kadar air pucuk adalah BAP I.
Berdasarkan hasil HPLC maka diketahui bahwa kadar Alkaloid tertinggi ditunjukkan pada perlakuan BAP 2 + IBA 1 + NAA 1. Sedangkan yang terendah adalah Kontrol, BAP 1, dan BAP 2 yaitu 0 karena memang tidak ada kalus dan akar. Alkaloid yang diuji di atas adalah dari golongan reserpine karena golongan yang lain tidak bisa diuji statistik karena umumnya O.
Hal baru yang ditemukan adalah tingginya kandungan alkaloid pada batang dan lebih tinggi dari alkaloid pada kalus.
Kandungan alkaloid yang cukup tinggi pada batang ini membutuhkan penelitian lebih lanjut. Apabila dikemudian hari memang teruji bahwa batang memiliki kandungan alkaloid yang tinggi pada berbagai perlakuan, maka penelitian ini menjadi terfokus pada batang dan akar. Karena batang tumbuh lebih cepat dibandingkan akar, maka industri yang memproduksi metabolit sekunder memiliki masa depan yang cerah. Satu hal yang tak kalah penting dengan hasil penemuan ini maka tidak ada satu bagian pun dari Pule pandak yang dibuang atau menjadi limbah karena semuanya bermanfaat.
Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka di dunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand book of Herbal Medicine Traditional Medicine Division. WHO-Genewa.
Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku simplisia Pule pandak masih dipenuhi dari hasil pemanenan langsung di alam. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan baku simplisia Pule pandak, baik dalam negeri maupun dan negara-negara industri farmasi, terus meningkat dan belum terpenuhi. Pada tahun 2000, permintaan akan bahan haku tersebut meneapai 6.898 kg dengan trend pertambahan sebesar 25,89 % per tahun (Data Olahan Balitro, 1990 dalam Sandra dan Kemala, 1994).
Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia Pule pandak dan menyelamatkannya dari.
kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memudahkan kegiatan tersebut. Salah satunya adalah dengan kultur in vitro sebagai alterrnatif penerapan teknologi yang dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya ekonomis maupun konservasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap pertumbuhan Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) hasil kultur in vitro. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terbaik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.).
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratonum Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan lnstitut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal 5 September 2001 sampai tanggal 5 Desember 2001.
Media dasar yang digunakan pada pereobaan ini adalah media MS penuh dengan penambahan Zat Pengatur Tumbuh yaitu IBA 2 (2 mg/I), NAA 2 (2 mg/l), IBA 1 (1 mg/l) + NAA 1 (1 mg/l), BAP 1 (1 mg/I), BAP 1 (1 mg/I) + IBA 2 (2 mg/I), BAP 1 (1mg/I) + NAA 2 (2 mg/I), BAP 1 (1 mg/I) + IBA 1 (1mg/I) + NAA 1 (1 mg/l), BAP 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I)+ lBA 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I) + NAA 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I) + IBA 1 (1mg/I) + NAA 1 (1 mg/I). Kultur diinkubasikan pada suhu 25"C - 28"C selama 3 bulan dengan intensitas cahaya normal.
Parameter-parameter pertumbuhan eksplan Rauwolfia serpentine Benth. berupa tinggi total, jumlah tunas, jumlah daun, kalus, dan pucuk memberikan respon positif terhadap perlakuan yang diberikan. Tinggi percabangan dan perakaran tidak memberikan respon terhadap perlakuan.
Penggunaan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang sangat nyata (P