Ringkasan: A. Fadly Yahya. E03496021. Pertumbuhan, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) Hasil Kultur In Vitro. Dibawah bimbingan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Ir. Edhi Sandra, M. Si.
Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka didunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand book of Herbal Medicine, Traditional Medicine Division, WHO-Genewa.
Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku simplisia Pule pandak masih dipenuhi dari hasil pemanenan langsung dari alam. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan baku simplisia Pule pandak, baik dalam negeri maupun dari Negara-negara industri farmasi, terus meningkat dan belum terpenuhi. Pada tahun 2001, diperkirakan permintaan akan bahan baku tersebut mencapai 6.898 kg dengan trend pertambahan sebesar 25,89% per tahun (Data Olahan Balittro, 1990 dalam Sandra dan Kemala, 1994). Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia Pule pandak dan meyelamatkannya dari kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya.
Kultur jaringan sebagai salah satu alternatif penerapan teknologi dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya/ekonomis maupun konservasi. Metode ini diharapkan dapat menghasilkan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas bahan baku simplisia Pule pandak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang berbeda terhadap pertumbuhan, biomassa dan kandungan alkaloid akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) hasil kultur in vitro. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat meberi masukan informasi mengenai konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang terbaik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.).
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama sepuluh bulan dari bulan Agustus 2000 sampai bulan Mei 2001.
Media dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah media MS penuh dengan penambahan IBA 2.0 mg/l, NAA 2.0 mg/l dan kombinasi keduanya IBA 1.0 mg/l + NAA 1.0 mg/l sesuai dengan perlakuan. Kultur diinkubasikan pada suhu 25 - 28 derajat C selama 3 bulan dan 6 bulan denganintensitas cahaya normal ruang kultur yang diterima eksplan sebesar 100% (seluruh bagian eksplan menerima/terkena cahaya), 50% (penambahan arang aktif 0.5 g/l diasumsikan dapat mereduksi cahaya yang sampai ke bagian eksplan yang terdapat dalam media sehingga hanya bagian eksplan di atas media yang terkena cahaya) dan 0% (pemberian perlakuan fisik dengan menutup seluruh bagian eksplan sehingga eksplan tidak menerima/terkena cahaya).
Parameter-parameter pertumbuhan eksplan (Rauvolfia serpentine Benth.) berupa jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk, persentase kadar air akar dan persentase kadar air pucuk memberikan respon positif terhadap perlakuan yang diberikan.
Penggunaan IBA dan NAA sebagai zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) pada hamper seluruh parameter pertumbuhan, kecuali panjang akar (P<0,05). Perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang sangat nyata untuk seluruh parameter pertumbuhan yang diamati pada P <0.01. Nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah tunas, jumlah daun, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar dan persentase kadar air akar diperoleh dari pemberian cahaya pada seluruh bagian eksplan (intensitas cahaya 100%). Nilai rata-rata tertinggi untuk tinggi dan berat kering pucuk diberikan oleh intensitas cahaya 50 %. Sedangkan kondisi gelap (intensitas cahaya 0%) memberikan nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah akar dan persentase kadar air pucuk. Umur panen memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas, jumlah akar dan berat basah pucuk, serta sangat nyata pada jumlah daun, panjang akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air pucuk. Nilai rata-rata tertinggi untuk parameter pertumbuhan jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah pucuk dan berat kering pucuk diperoleh dari umur panen 6 bulan. Interaksi perlakuan zat pengatur tumbuh dan intensitas cahaya memberikan pengaruh terhadap seluruh parameter pertumbuhan yang diamati. Pengaruh yang sangat nyata diperoleh dari respon jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar,berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air akar. Sedangkan pengaruh nyata hanya diperoleh dari respon persentase kadar air pucuk. Interaksi antara pemberian zat pengatur tumbuh dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan yang diamati. Hal ini diduga disebabkan oleh secarafisiologis zat pengatur tumbuh hanya berperan diawal perkembangan eksplan dan lebih spesifik pada induksi kalus dan akar. Interaksi antara perlakuan intensitas cahaya dan umur panen hanya memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas dan jumlah daun, serta sangat nyata pada persentase kadar air pucuk. Interaksi ketiga perlakuan dalam penelitian ini (Zat pengatur tumbuh, intensitas cahaya dan umur panen) ternyata hanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Berdasarkan hasil HPLC maka diketahui bahwa kadar Ajmaline tertinggi diperoleh dari perlakuan A2B1Cl (IBA 2 mg/l, 100%, 3 bulan), kadar Reserpine tertinggi diperoleh dari A3B3C2 (NAA 2 mg/l, 0%, 6 bulan) dan A4B3C2 (IBA dan NAA 1 mg/l, 0%, 6 bulan). Jika dibandingkan dengan kadar alkaloid akar pule pandak hasil budidaya lapang maka kadar Ajmaline dan Yohimbine tersebut masih rendah. Selain itu, kandungan alkaloid yang dihasilkan masih bertambah berdasarkan pertambahan umur panen. Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan zat pengatur tumbuh IBA dan NAA pada kombinasi dan konsentrasi yang lebih tinggi, modifikasi media Murashige and skoog (MS) yang digunakan untuk melihat respon pertumbuhan dan kandungan alkaloid akar pule pandak, pendekatan pengaruh intensitas cahaya dengan mengubah intensitas cahaya lampu ruang kultur. Selain itu, perlu dicari alternative pengganti arang aktif untuk merduksi cahaya yang sampai ke akar tanpa mempengaruhi kerja media dan zat pengatur tumbuh, pengujian pengaruh factor lingkungan tumbuh, seperti suhu dan cahaya (panjang gelombang dan photoperiodisme) terhadap pertumbuhan eksplan (tunas dan akar), serta pengujian dan pembandingan kandungan alkaloid bagian pucuk dan akar Pule pandak hasil kultur in vitro.
Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka didunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand book of Herbal Medicine, Traditional Medicine Division, WHO-Genewa.
Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku simplisia Pule pandak masih dipenuhi dari hasil pemanenan langsung dari alam. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan baku simplisia Pule pandak, baik dalam negeri maupun dari Negara-negara industri farmasi, terus meningkat dan belum terpenuhi. Pada tahun 2001, diperkirakan permintaan akan bahan baku tersebut mencapai 6.898 kg dengan trend pertambahan sebesar 25,89% per tahun (Data Olahan Balittro, 1990 dalam Sandra dan Kemala, 1994). Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia Pule pandak dan meyelamatkannya dari kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya.
Kultur jaringan sebagai salah satu alternatif penerapan teknologi dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya/ekonomis maupun konservasi. Metode ini diharapkan dapat menghasilkan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas bahan baku simplisia Pule pandak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang berbeda terhadap pertumbuhan, biomassa dan kandungan alkaloid akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) hasil kultur in vitro. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat meberi masukan informasi mengenai konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang terbaik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.).
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama sepuluh bulan dari bulan Agustus 2000 sampai bulan Mei 2001.
Media dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah media MS penuh dengan penambahan IBA 2.0 mg/l, NAA 2.0 mg/l dan kombinasi keduanya IBA 1.0 mg/l + NAA 1.0 mg/l sesuai dengan perlakuan. Kultur diinkubasikan pada suhu 25 - 28 derajat C selama 3 bulan dan 6 bulan denganintensitas cahaya normal ruang kultur yang diterima eksplan sebesar 100% (seluruh bagian eksplan menerima/terkena cahaya), 50% (penambahan arang aktif 0.5 g/l diasumsikan dapat mereduksi cahaya yang sampai ke bagian eksplan yang terdapat dalam media sehingga hanya bagian eksplan di atas media yang terkena cahaya) dan 0% (pemberian perlakuan fisik dengan menutup seluruh bagian eksplan sehingga eksplan tidak menerima/terkena cahaya).
Parameter-parameter pertumbuhan eksplan (Rauvolfia serpentine Benth.) berupa jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk, persentase kadar air akar dan persentase kadar air pucuk memberikan respon positif terhadap perlakuan yang diberikan.
Penggunaan IBA dan NAA sebagai zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) pada hamper seluruh parameter pertumbuhan, kecuali panjang akar (P<0,05). Perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang sangat nyata untuk seluruh parameter pertumbuhan yang diamati pada P <0.01. Nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah tunas, jumlah daun, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar dan persentase kadar air akar diperoleh dari pemberian cahaya pada seluruh bagian eksplan (intensitas cahaya 100%). Nilai rata-rata tertinggi untuk tinggi dan berat kering pucuk diberikan oleh intensitas cahaya 50 %. Sedangkan kondisi gelap (intensitas cahaya 0%) memberikan nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah akar dan persentase kadar air pucuk. Umur panen memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas, jumlah akar dan berat basah pucuk, serta sangat nyata pada jumlah daun, panjang akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air pucuk. Nilai rata-rata tertinggi untuk parameter pertumbuhan jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah pucuk dan berat kering pucuk diperoleh dari umur panen 6 bulan. Interaksi perlakuan zat pengatur tumbuh dan intensitas cahaya memberikan pengaruh terhadap seluruh parameter pertumbuhan yang diamati. Pengaruh yang sangat nyata diperoleh dari respon jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar,berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air akar. Sedangkan pengaruh nyata hanya diperoleh dari respon persentase kadar air pucuk. Interaksi antara pemberian zat pengatur tumbuh dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan yang diamati. Hal ini diduga disebabkan oleh secarafisiologis zat pengatur tumbuh hanya berperan diawal perkembangan eksplan dan lebih spesifik pada induksi kalus dan akar. Interaksi antara perlakuan intensitas cahaya dan umur panen hanya memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas dan jumlah daun, serta sangat nyata pada persentase kadar air pucuk. Interaksi ketiga perlakuan dalam penelitian ini (Zat pengatur tumbuh, intensitas cahaya dan umur panen) ternyata hanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Berdasarkan hasil HPLC maka diketahui bahwa kadar Ajmaline tertinggi diperoleh dari perlakuan A2B1Cl (IBA 2 mg/l, 100%, 3 bulan), kadar Reserpine tertinggi diperoleh dari A3B3C2 (NAA 2 mg/l, 0%, 6 bulan) dan A4B3C2 (IBA dan NAA 1 mg/l, 0%, 6 bulan). Jika dibandingkan dengan kadar alkaloid akar pule pandak hasil budidaya lapang maka kadar Ajmaline dan Yohimbine tersebut masih rendah. Selain itu, kandungan alkaloid yang dihasilkan masih bertambah berdasarkan pertambahan umur panen. Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan zat pengatur tumbuh IBA dan NAA pada kombinasi dan konsentrasi yang lebih tinggi, modifikasi media Murashige and skoog (MS) yang digunakan untuk melihat respon pertumbuhan dan kandungan alkaloid akar pule pandak, pendekatan pengaruh intensitas cahaya dengan mengubah intensitas cahaya lampu ruang kultur. Selain itu, perlu dicari alternative pengganti arang aktif untuk merduksi cahaya yang sampai ke akar tanpa mempengaruhi kerja media dan zat pengatur tumbuh, pengujian pengaruh factor lingkungan tumbuh, seperti suhu dan cahaya (panjang gelombang dan photoperiodisme) terhadap pertumbuhan eksplan (tunas dan akar), serta pengujian dan pembandingan kandungan alkaloid bagian pucuk dan akar Pule pandak hasil kultur in vitro.