Ringkasan: Lisbeth Yuni Santi Manurung. E34102001. Pengaruh Auksin (2,4-D) dan Sitokinin (BAP) dalam kultur In Vitro Buah Makasar (Brucea javanica[L.] Merr.). Dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si (Pembimbing Pertama) dan Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F (Pembimbing Kedua).
Buah makasar merupakan salah satu potensi tumbuhan obat yang hidup di hutan tropis Indonesia. Tumbuhan ini dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit antara lain kanker, disentri, dan malaria. Para ahli banyak meneliti tumbuhan ini yang terkait dengan bahan bioaktif yang terkandung di dalamnya untuk meningkatkan manfaatnya mengobati berbagai penyakit. Hanya saja tumbuhan ini sudah susah dijumpai di Indonesia. Sedangkan perbanyakan secara bioteknologi belum dilakukan dimana selama ini buah makasar diperbanyak secara konvensional dengan biji.
Hal ini lama kelamaan dapat mengancam kelestarian buah makasar. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian perbanyakan buah makasar melalui kultur in vitro dengan menggunakan media tumbuh MS ditambah zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan ZPT berupa sitokinin (BAP) dan auksin (2,4-D) dalam pertumbuhan buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) secara in vitro.
Penelitian ini dilakukan di Unit Kultur jaringan Laboratorium Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilaksanakan selama 2 bulan dari September sampai dengan November 2006. Bahan tanaman yang digunakan (eksplan) adalah biji buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) dari tanaman koleksi Bapak Ir Edhi Sandra M.Si di Bogor yang berumur kurang lebih 6 bulan. Tanaman induk sebagai sumber eksplan pada waktu pengambilan sedang berbuah lebat dengan tinggi sekitar 2,5 meter. Eksplan ditanam pada media MS yang diberi perlakuan hormon auksin 2,4-D yang terdiri dari 4 taraf konsentrasi, yaitu: 0 mg/l, 0,5 mg/l, 1 mg/l, 2 mg/l dan sitokinin BAP yang terdiri dari 7 taraf konsentrasi, yaitu: 0,5 mg/l, 1 mg/l, 1,5 mg/l, 2mg/l, 4mg/l, 6mg/l dan 8mg/l. Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 ulangan, setiap unit contoh terdiri dari 1 eksplan sehingga terdapat 84 satuan unit contoh.
Pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap parameter persentase kontaminasi, persentase pembentukan kalus, persentase pembentukan tunas dan pembentukan plantlet (jumlah akar dan daun). Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan pada percobaan tersebut maka dilakukan uji F, selanjutnya uji Duncan untuk mengetahui beda antar perlakuan dengan menggunakan perangkat lunak Stastical Product and Service Solution (SPSS) 12.
Hasil penelitian ini adalah Eksplan pada 2 minggu setelah tanam (MST sudah mengalami kontaminasi. Kontaminasi tertinggi disebabkan oleh cendawan yaitu 20,24 %, sedangkan yang disebabkan oleh bakteri hanya 2,38%. Pemberian sitokinin BAP dan auksin 2,4-D pada beberapa taraf konsentrasi telah memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan eksplan biji buah makasar. Secara visual pengaruh yang ditimbulkan oleh BAP dan 2,4-D yaitu eksplan membentuk kalus, tunas dan plantlet. Kalus tumbuh pada semua media.
Perlakuan ZPT kecuali media kontrol (Mso). Eksplan pada media MS yang mengandung ZPT 2,4-D, terinduksi seluruhnya menjadi kalus sedangkan pada media dengan penambahan BAP, kalus terbentuk dibagian pangkal batang. Dalam hal ini eksplan telah mengalami pertumbuhan membentuk batang, daun dan calon akar (radicula). Semakin tinggi konsentrasi ZPT yang diberikan maka semakin tinggi pula persentase pembentukan kalus yang dihasilkan setiap minggunya sampai 8 minggu pengamatan. Eksplan pada semua perlakuan berhasil membentuk tunas kecuali pada media MSo karena pada media Mso eksplan langsung terdeferensiasi membentuk akar (radicula). Daun dan batang.
Eksplan yang dikulturkan pada media yang mengandung BAP menghasilkan tunas dalam jumlah banyak jika dibandingkan dengan eksplan yang ditumbuhkan pada media yang mengandung 2,4-D yang maksimal hanya menghasilkan 2 tunas sampai 8 minggu pengamatan. Dari semua media perlakuan hanya media Mso yang berhasil membentuk plantlet sampai pada 8 MST. Pada perlakuan BAP 0,5-2 mg/l, eksplan berhasil membentuk batang dengan beberapa jumlah daun tetapi tidak terbentuk akar. Jumlah daun terbanyak dihasilkan pada media yang mengandung BAP 1,5 mg/l, dan yang paling sedikit pada media BAP 8 mg/l. Keadaan ini menenujukan semakin tinggi konsentrasi BAP maka semakin sedikit pula jumlah daun yang dihasilkan.
BAP dengan konsentrasi yang tinggi akan mendorong sel untuk membentuk tunas dalam jumlah banyak. BAP 1,5 mg/l merupakan konsentrasi optimum untuk menghasilkan jumlah daun yang banyak. Daun yang dihasilkan akan membentuk calon plantlet. Oleh karena itu, BAP 1,5 mg/l juga merupakan konsentrasi uang optimum dalam pertumbuhan biji buah makasar untuk tujuan perbanyakan.
Buah makasar merupakan salah satu potensi tumbuhan obat yang hidup di hutan tropis Indonesia. Tumbuhan ini dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit antara lain kanker, disentri, dan malaria. Para ahli banyak meneliti tumbuhan ini yang terkait dengan bahan bioaktif yang terkandung di dalamnya untuk meningkatkan manfaatnya mengobati berbagai penyakit. Hanya saja tumbuhan ini sudah susah dijumpai di Indonesia. Sedangkan perbanyakan secara bioteknologi belum dilakukan dimana selama ini buah makasar diperbanyak secara konvensional dengan biji.
Hal ini lama kelamaan dapat mengancam kelestarian buah makasar. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian perbanyakan buah makasar melalui kultur in vitro dengan menggunakan media tumbuh MS ditambah zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan ZPT berupa sitokinin (BAP) dan auksin (2,4-D) dalam pertumbuhan buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) secara in vitro.
Penelitian ini dilakukan di Unit Kultur jaringan Laboratorium Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilaksanakan selama 2 bulan dari September sampai dengan November 2006. Bahan tanaman yang digunakan (eksplan) adalah biji buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr.) dari tanaman koleksi Bapak Ir Edhi Sandra M.Si di Bogor yang berumur kurang lebih 6 bulan. Tanaman induk sebagai sumber eksplan pada waktu pengambilan sedang berbuah lebat dengan tinggi sekitar 2,5 meter. Eksplan ditanam pada media MS yang diberi perlakuan hormon auksin 2,4-D yang terdiri dari 4 taraf konsentrasi, yaitu: 0 mg/l, 0,5 mg/l, 1 mg/l, 2 mg/l dan sitokinin BAP yang terdiri dari 7 taraf konsentrasi, yaitu: 0,5 mg/l, 1 mg/l, 1,5 mg/l, 2mg/l, 4mg/l, 6mg/l dan 8mg/l. Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 ulangan, setiap unit contoh terdiri dari 1 eksplan sehingga terdapat 84 satuan unit contoh.
Pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap parameter persentase kontaminasi, persentase pembentukan kalus, persentase pembentukan tunas dan pembentukan plantlet (jumlah akar dan daun). Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan pada percobaan tersebut maka dilakukan uji F, selanjutnya uji Duncan untuk mengetahui beda antar perlakuan dengan menggunakan perangkat lunak Stastical Product and Service Solution (SPSS) 12.
Hasil penelitian ini adalah Eksplan pada 2 minggu setelah tanam (MST sudah mengalami kontaminasi. Kontaminasi tertinggi disebabkan oleh cendawan yaitu 20,24 %, sedangkan yang disebabkan oleh bakteri hanya 2,38%. Pemberian sitokinin BAP dan auksin 2,4-D pada beberapa taraf konsentrasi telah memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan eksplan biji buah makasar. Secara visual pengaruh yang ditimbulkan oleh BAP dan 2,4-D yaitu eksplan membentuk kalus, tunas dan plantlet. Kalus tumbuh pada semua media.
Perlakuan ZPT kecuali media kontrol (Mso). Eksplan pada media MS yang mengandung ZPT 2,4-D, terinduksi seluruhnya menjadi kalus sedangkan pada media dengan penambahan BAP, kalus terbentuk dibagian pangkal batang. Dalam hal ini eksplan telah mengalami pertumbuhan membentuk batang, daun dan calon akar (radicula). Semakin tinggi konsentrasi ZPT yang diberikan maka semakin tinggi pula persentase pembentukan kalus yang dihasilkan setiap minggunya sampai 8 minggu pengamatan. Eksplan pada semua perlakuan berhasil membentuk tunas kecuali pada media MSo karena pada media Mso eksplan langsung terdeferensiasi membentuk akar (radicula). Daun dan batang.
Eksplan yang dikulturkan pada media yang mengandung BAP menghasilkan tunas dalam jumlah banyak jika dibandingkan dengan eksplan yang ditumbuhkan pada media yang mengandung 2,4-D yang maksimal hanya menghasilkan 2 tunas sampai 8 minggu pengamatan. Dari semua media perlakuan hanya media Mso yang berhasil membentuk plantlet sampai pada 8 MST. Pada perlakuan BAP 0,5-2 mg/l, eksplan berhasil membentuk batang dengan beberapa jumlah daun tetapi tidak terbentuk akar. Jumlah daun terbanyak dihasilkan pada media yang mengandung BAP 1,5 mg/l, dan yang paling sedikit pada media BAP 8 mg/l. Keadaan ini menenujukan semakin tinggi konsentrasi BAP maka semakin sedikit pula jumlah daun yang dihasilkan.
BAP dengan konsentrasi yang tinggi akan mendorong sel untuk membentuk tunas dalam jumlah banyak. BAP 1,5 mg/l merupakan konsentrasi optimum untuk menghasilkan jumlah daun yang banyak. Daun yang dihasilkan akan membentuk calon plantlet. Oleh karena itu, BAP 1,5 mg/l juga merupakan konsentrasi uang optimum dalam pertumbuhan biji buah makasar untuk tujuan perbanyakan.