Show Mobile Navigation

Artikel Terkini

Berlangganan Artikel Kuljar Via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Pendaftaran

pule pandak
Showing posts with label pule pandak. Show all posts
Showing posts with label pule pandak. Show all posts

11 May 2024

Pule Pandak: Mengungkap Rahasia Tanaman Obat Langka

@Cahangon75 - Saturday, May 11, 2024

Like and Subcribe ya 🙏 terimakasih

Pule Pandak, atau dikenal ilmiah sebagai Rauvolfia serpentina, adalah tanaman obat yang langka dan memiliki potensi besar dalam pengobatan tradisional. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi keajaiban dan tantangan dalam melestarikan serta memanfaatkan tanaman ini, dengan fokus pada pendekatan kultur jaringan dalam konservasi in vitro.

Pule Pandak: Tanaman Obat yang Berharga

Pule Pandak telah lama dikenal dalam pengobatan tradisional, terutama dalam pengobatan gangguan saraf, hipertensi, dan kecemasan. Ekstrak dari akar, batang, dan daunnya telah digunakan dalam berbagai formulasi untuk mengobati berbagai kondisi kesehatan.

 Ancaman Terhadap Kelangkaan

Meskipun memiliki manfaat kesehatan yang signifikan, Pule Pandak menghadapi tantangan dalam kelangsungan hidupnya. Perambahan hutan dan pengambilan liar telah mengurangi populasi alaminya secara signifikan. Oleh karena itu, upaya konservasi menjadi sangat penting untuk memastikan keberlangsungan tanaman ini.

 Peran Kultur Jaringan dalam Konservasi

Kultur jaringan, atau teknik in vitro, adalah metode yang efektif untuk melestarikan tanaman langka seperti Pule Pandak. Dengan menggunakan fragmen kecil tanaman induk, spesialis dapat menghasilkan banyak tanaman baru secara cepat dan efisien.


 

Koleksi kultur jaringan pule pandak di esha flora

  Proses Kultur Jaringan Pule Pandak

Proses kultur jaringan Pule Pandak melibatkan serangkaian langkah, mulai dari sterilisasi sampai pemeliharaan tanaman. Fragmen tanaman yang diambil dari individu yang telah teruji dan sehat akan dikulturkan dalam medium yang mengandung nutrisi yang tepat dan hormon-hormon pertumbuhan yang diperlukan.


Manfaat Kultur Jaringan

Penggunaan kultur jaringan dalam konservasi Pule Pandak memiliki beberapa manfaat signifikan. Pertama, metode ini memungkinkan untuk produksi besar-besaran tanaman yang tidak memerlukan eksploitasi habitat alami. Kedua, ini memungkinkan untuk pemeliharaan keanekaragaman genetik yang luas, yang penting untuk menjaga ketahanan tanaman terhadap penyakit dan perubahan lingkungan.

Tantangan dan Harapan di Masa Depan

Meskipun kultur jaringan menawarkan solusi yang menjanjikan, tantangan tetap ada. Ini termasuk biaya produksi yang tinggi, masalah dalam mengoptimalkan kondisi pertumbuhan, dan tantangan regulasi. Namun, dengan komitmen yang tepat, kolaborasi lintas sektor, dan penelitian yang berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa Pule Pandak tetap tersedia untuk generasi mendatang.

Pule Pandak adalah aset berharga dalam warisan tanaman obat tradisional kita. Melalui upaya konservasi in vitro menggunakan teknologi kultur jaringan, kita dapat menjaga keberlanjutan dan aksesibilitas tanaman ini. Dengan demikian, kita tidak hanya melestarikan warisan budaya kita, tetapi juga menyediakan sumber daya penting untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia di masa depan.

Untuk Info selengkapnya hubungi Pusat Pelatihan Kultur jaringan Esha Flora

Jl. Kemuning VI Jl. Raya Taman Cimanggu No.9 Blok M 6, RT.02/RW.10, Kedung Waringin, Kec. Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat 16164
Telp: 0812-8213-720
www.pelatihankulturjaringan.com

📚 Jadwal Pelatihan Kultur Jaringan : www.eshaflora.com

📞 08128213720 / 0817154375

#kulturjaringan #eshaflora #planttissueculture #tissueculture #bogor #pelatihankulturjaringan #pelatihanprivat #pelatihanreguler #jakarta #skalarumahtangga #kuljar #kultur #biotech #bioteknologi #silvikultur #biologi #agronomi #ipb #lab #laboraturium #kursus #pelatihan #bisnis #tanaman #wirausaha #farm #berkebun

11 June 2010

Pengaruh pH Media Kultur Jaringan Terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauwolfia serpentina Benth ex Kurtz )

Esha Garden - Friday, June 11, 2010
RINGKASAN: Yulia Fitriani. E03496032  Pengaruh pH Media Kultur Jaringan Terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauwolfia serpentina Benth ex Kurtz ). Dibawah bimbingan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Ir. Edhi Sandra, M. Si. 

Salah satu pembiakan tumbuhan obat dapat dilakukan dengan cara kultur jaringan, metode tersebut merupakan salah satu alternatif dari metode pembiakan vegetatif yang mempunyai kelebihan antara lain: I) menumbuhkan organ atau bagian tanaman dalam  kondisi aseptik bebas gangguan hama dan penyakit, 2) digunakan untuk perbanyakan tanaman secara cepat dalam jumlah yang banyak, 3) tidak memerlukan tempat yang luas karena biakan tanaman ditempatkan dalam  botol-botol serta tidak tergantung musim (Fatkurrohyani, 1998). 

Pemilihan pule pandak dalam penelitian ini dikarenakan tumbuhan tersebut merupakan salah satu spesies tumbuhan obat tropika yang memiliki kandungan metabolik sekunder pada  bagian akar berkhasiat obat dan tergolong tanaman langka, saat mi usaha budidaya dan penyediaan bahan baku belum mencukupi permintaan konsumen (Zuhud dan Siswoyo, 1995).

Tujuan dan penelitian mi adalah untuk mengetahui tingkat  pH media yang optimal bagi pertumbuhan  pule pandak (R. serpentina Benh)  secara kuantitatif dengan menggunakan metode kultur jaringan. 

Penelitian dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Kouservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan.  Institut Pertanian Bogor, Pemilihan media yang digunakan dalam penelitian adalah media MS penuh, larutan ini  telah dimodifikasi dengan penambahan vitamin,  asam amino, sukrosa (3Ogr/l), arang aktif (1,0 mg/I), hormon IBA (1,0 mg/I), agar-agar (6 gr/l)   dan beberapa perlakuan tingkat  pH  meliputi pH 4, pH 5, pH 6, pH 7, pH 8, dan pH 9.  Masing-rnasing terdiri dan 10 ulangan, media MS dibentuk dalam bentuk padat dimana larutan  dituangkan dalam botol-botol kultur sebanyak 30 mI/botol dan ditutup rapat dengan alumunium  foil.   Peralatan yang digunakan dalam penelitian terlebih dahulu disterilisasikan deugan cara di autoklaf dengan tekanan 17,5 psi suhu 121 °C selama 1 jam. 

Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk tanaman pule pandak hasil  sub kultur dengan panjang eksplan sebesar 2 cm, sebelum dilaksanakan penanaman ke dalam botol kultur bahan yang diperlukan disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan baycline (natrium  hipoklorit 5 %), dan dibilas dengan menggunakan aquades.

Pengamatan diarahkan pada deskripsi kondisi eksplan (pertumbuhan eksplan, pembentukan akar, kalus dan daun, warna daun, bentuk perakaran serta kondisi media).  Sedangkan jumlah berakar, jumlah berkalus dan berat basah serta berat kering sebagai pendekatan kuantitatif.   Pengambilan data dilaksanakan selama tiga bulan terliitung bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2000.


Dan hasil penelitian diketahui bahwa peubah jumlah kultur yang hidup, kultur yang terkena kontaminan pada berbagai tingkat perlakuan pH menunjukkan keberhasilan hidup eksplan pule pandak sebesar 40 %, nilai standar deviasi sebesar 1,789, Dengan persentase kontaminan cendawan sebesar 48,34 %, nilai standar deviasi sebesar 1,472 dan persen keniatian sebesar 1,67 %, nilai standar deviasi sebesar 0,408.

Rata-rata jumlah berakar sebesar 1,33, nilai standar deviasi 0,516 dan rata-rata jumlah berkalus sebesar 1,67, nilai standar deviasi 1,367, Persentasi berakar sebesar 13,34 % dan persen  berkalus sebesar 16,67 %.  Perhitungan rata-rata berat basah dan berat kering serta rendeman yang dihasilkan dari hasil  penimbangan menunjukkan nilai terbesar didapat pada media dengan perlakuan  pH 7 dengan rata-rata berat basah total 0,378 gram, nilai standar deviasi sebesar 0,595.

Rata-rata berat basah akar 1,110 gram, nilai standar deviasi sebesar 0. Rata-rata berat kering total 0,040 gram, nilai standar deviasi sebesar 0,059. Rata-rata berat kering akar 0,101 gram, nilai standar deviasi sebesar 0. Rendemen total 0,337 gram, nilai standar deviasi sebesar 0,287 dan rendemen akar 1,009 grain, nilai standar deviasi sebesar 0.

Respon eksplan terhadap rata-rata jumlah pertumbuhan daun yang paling optimum diperoleh dari media dengan perlakuan pH 6, sebanyak 8 daun. Persentase jumlah eksplan berdasarkan warna eksplan stek pucuk pule pandak terbaik diperoleh oleh media dengan perlakuan pH 5, pH 6, pH 7 dan pH 8 yaitu 100 % berwarna hijau kekuning-kuningan.


Dan hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa media dengan perlakuan pH 6 - 7 (netral) memberikan  respon pertumbuhan akar eksplan dan daun yang optimal dibandingkan perlakuan lainnya.


Ada beberapa hal yang perlu dikaji lebih mendalam, untuk itu dirasakan sangat penting untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan jenis media MS 1/2  atau penggunaan jenis media Iainnya dalam penelitian selanjutnya, penggunaan selang tingkat pH media yang relatif lebih sempit untuk lebih mengetahui tingkat pH yang optimum bagi tanaman tersebut, penambahan jumlah ulangan untuk menghindani bias dan pemilihan ZPT dengan konsentrasi yang berbeda terhadap stek pucuk pule pandak yang  memungkinkan lebih memacu pembentukan akar baik secara kuantitas dan kualitas, serta perlu pertimbangan lebih lanjut mengenai penggunaan arang aktif dalam penelitian selanjutnya.

Enhanced by Zemanta

Bookmark and Share

06 May 2010

Pengaruh Eksplan dan Konsentrasi Arang Aktif Terhadap Pertumbuhan Akar, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Pule pandak

Esha Garden - Thursday, May 06, 2010
RINGKASAN: Indarto. Pengaruh Eksplan dan Konsentrasi Arang Aktif Terhadap Pertumbuhan Akar, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Pule pandak (Rauwolfia serpelltlna Bentb.) Hasil Kultur in Vitro (Dibawab bimbingan Ir. Edhi Saudra, MSi dan Ir. Diny Dinal'ti, MS).

Pule pandak (Rauwolfia serpentlno Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka di dunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand Book of Herbal Medicine, Traditional Medicine Division, WHO-Genewa. Kebutuhan Pule pandak saat ini masih dipenuhi dad hasil pemanenan langsung dari alam Sedangkan kebutuhan baban baku simplisia Pule pandak terus meningkat dan belum terpenuhi. Untuk itu perlu adanya usaha pelestarian dan budidaya. Salah satu altematif penerapan tehnologi yang dapat melestarikan dan menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan waktunya singkat adalah dengan kultur jaringan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh eksplan dan konsentrasi arang aktif terhadap pertumbuhan akar, biomassa dan kandungan alkoloid Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.). Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Turnbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yang berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober 2002.

Bahan tanaman yang digunakan berupa eksplan darl hasil subkultur sebelumnya yang berasal dari induk tanaman yang diberi perlakuan colchicine 0.25 % dan dari induk tanaman kontrol. Penelitian ini terdiri dari dua tahap percobaan. Tahap pertama adalah tahap pengaruh perlakuan eksplan terhadap pertumbuhan akar, biomassa dan kandungan alkaloid Pule pandak. Media yang digunakan dalam tahap pertama ini adalah media MS yang sudah dimodifikasi dengan penambahan vitamin, gula (30 g/l), arang aktif (2 g/I), lEA (2 mg/I) dan agar-agar (7 g/l). Tahapan ini terdiri dari dua perlakuan, yaitu perlakuan kontrol dan perlakuan yang eksplannya berasal dari Induk tanaman yang diberi perlakuan colchicine 0.25 %, masing-masing perlakuan terdiri dari 10 ulangan.

Pada tahap kedua, yaitu pengaruh perlakuan konsentrasi arang aktif terhadap pertumbuhan akar dan biomassa Pule pandak. Media yang digunakan adalah media MS yang sudah dimodifikasi dengan penambahan vitamin, agar-agar (7 g/I), lBA (2 mg/I), gula (30 g/I) dan arang aktif masing-¬masing dengan konsentrasi 0 gll, 0.1 g/l, 0.2 g/l, 0.5 g/l dan 1.0 g/l. Tahap Ini terdiri dari lima perlakuan dengan tujuh kali ulangan dengan sumber eksplan berasal dari perIakuan kontrol pada penelitian sebelunmya. Kultur diinkubasi pada suhu 25' C - 28' C selama enam bulan untuk tahap pertama dan dua bulan untuk tahap kedua dengan lama penyinaran 12 jam perhari.

Hasil penelitian pada tahap pertama, menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada semua parameter yang diukur. Meliputi parameter pertumbuhan akar jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat kering akar, kadar air akar) dan pada parameter biomassa (tinggi tunas, berat basah tunas, jumlah tunas, berat basah batang, berat kering batang, kadar air batang). Hasil terbaik untuk semua parameter pertumbuhan akar pada tahap pertama adalah pada perIakuan kontrol, sedangkan pada parameter biomassa, hasil terbaik untuk tinggi tunas, jumlah daun dan berat kering batang adalah pada perlakuan kontrol. Untnk berat basah tunas, berat basah batang dan kadar air batang, hasil terbaik adalah pada perlakuan yang eksplan yang berasal dari induk tanaman yang diberi perlakuan colchicine
0.25 %.

Berdasarkan hasil HPLC (High Performance Liquid Chromatography), diketahui nilai tertinggi untuk senyawa yohimbine, reserpine dan serpentinine adalah pada akar perlakuan yang induk tanamannya diberi perlakuan colchicine 0.25 %. Sedangkan lmtuk senyawa ajmaline, kandungan tertinggi adalah pada batang perlakuan kontrol. Jika dibandingkan dengan kandungan alkaloid Pule pandak pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka kandungan alkaloid Pule pandak pada penelitian ini jauh lebih tinggi untuk jenis senyawa dan ukuran sampel yang sama.

Hasil penelitian pada tahap kedua, nilai terbaik untuk parameter pertumbuhan akar (jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat kering akar, kadar air akar) adalah pada perlakuan kontrol yang mengandung konsentrasi arang aktif 0 g/I. Sedangkan untuk parameter biomassa (tinggi tunas, berat basah tunas, berat kering tunas, kadar air tunas, jumlah daun), nilai terbaik juga pada perlakuan kontrol. Pada uji sidik ragam peugaruh konsentrasi arang aktif terhadap pertumbuhan akar dan biomassa pada tahap dua ini mcnunjukkan pengaruh yang nyata sampai sangat nyala pada semua parameter yang diukur.

Kesimpulan akhir dari penelitian ini menunjukkan pengaruh perlakuan eksplan tidak begitu nyata berpengaruh dalam pertumbuhan akar dan biomassa, sedangkan pengaruh arang aktif begitu nyata sampai sangat nyata pada pertumbuhan akar dan biomassa. Adanya perlakuan awal dengan colchicine pada tanaman induk sebelum eksplan diambil, terbukti mampu meningkatkan kandungan alkaloid dan berat tanaman.

Bookmark and Share

Enhanced by Zemanta

29 April 2010

Pengaruh Pemberian Pil KB terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth.)

Esha Garden - Thursday, April 29, 2010
RINGKASAN:Ikrar Teguh Wibawa (E03400066). Pengaruh Pemberian Pil KB terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth.). di bawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, MSi. dan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS.

Tanaman obat merupakan salah satu alternatif pengobatan yang semakin diminati pada saat sekarang ini. Semakin meningkatnya kebutuhan akan tanaman obat mengakibatkan terdapat beberapa tanaman obat yang keberadaanya di alam mulai langka dan mengalami kepunahan. Salah satunya adalah pule pandak (Rauvolfia serpentina Benth) yang berkhasiat menyembuhkan penyakit hipertensi. Untuk menjaga kelestariannya, maka tindakan konservasi harus dilakukan dengan melakukan pengembangan budidaya yang efektif dan efisien.

Akhir-akhir ini terdapat anggapan masyarakat bahwa pemberian pil KB terhadap tanaman tertentu menghasilkan kualitas tanaman lebih baik. Hal ini berdasar pada kasus pemberian pi! KB pada tanaman aglonema sp. dan labu (Cucurbitta sp.) oleh beberapa orang yang menghasilkan tanaman tersebut tumbuh dengan memuaskan. Diduga pil KB mengandung kolkisin sehingga menjadikan tanaman tersebut memiliki pertumbuhan yang sangat eepat.

Bila anggapan masyarakat itu benar, sangat mungkin pemberian pil KB pada pule pandak merupakan salah satu cara pengembangan yang efektif dan efisien. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini selain untuk mengetahui pengaruh pemberian pil KB terhadap pertumbuhan pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) serta sebagai informasi guna meluruskan isu di masyarakat yang belum jelas kebenarannya.

Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Penelitian dilakukan selama 12 minggu pada bulan April - Juli 2005. Prosedur penelitian yang dilakukan antara lain seleksi bibit, pemeliharaan, pengamatan, pengambilan dan pengolahan data.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap I faktor dengan tujuh taraf perlakuan yang merupakan dosis pemberian yang dibagi dalam 2 kelompok pemberian, yaitu satu kali pemberian: (I) pemberian pil KB sebanyak 1 butir (0,18 mg), (2) pemberian pil KB sebanyak 2 butir (0,36 mg), (3) pemberian pil KB sebanyak 3 butir (0,54 mg), dan tiga kali pemberian : (4) pemberian pil KB sebanyak I butir (0,18 mg) per minggu, (5) pemberian pil KB sebanyak 2 butir (0,54 mg) per minggu, (6) pemberian pil KB sebanyak 3 butir (0,36 mg) per minggu dan (7) kontrol.

Pada penelitian ini parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah pertambahan daun dari minggu ke-I sampai minggu ke-12 setelah perlakuan.

Berdasarkan hasil pengukuran pada tumbuhan pule pandak yang diamati, perlakuan pemberian pil KB I butir (0,18 g) memiliki pertambahan tinggi terbesar dengan nilai 8,40 cm. Sedangkan perlakuan pemberian pil KB 3 x 2 butir (0,36 g) memiliki pertambahan tinggi terkecil yaitu 5,82 cm. Hasil analisis uji Anova memmjukkan pemberian pil KB tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tumbuhan pule pandak.

Dari hasil pengarnatan perturnbuhan tinggi perminggu, tidak terdapat laju pertumbuhan yang terhambat. Hal ini menunjukkan tidak terdapat aktivitas kolkisin, sehingga dugaan pil KB rnengandung kolkisin tidak terbukti.

Perkembangan diameter tanaman setelah diberi perlakuan tidak rnenunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Hanya tumbuhan dengan perlakuan pemberian pil KB 3 x 3 butir per minggu saja yang menunjukkan perbedaan dengan turnbuhan kontrol sedangkan tumbuhan yang lainnya relatif sarna Berdasarkan pengamatan visual, adanya satu perlakuan yang menonjol lebih didasarkan pada kondisi tanaman tersebut yang lebih diuntungkan dalam hal melakukan fotosintesa.

Nilai rata-rata jurnlah pertarnbahan daun tertinggi dirniliki oleh tanaman dengan perlakuan pemberian pil KB I butir dengan nilai rata-rata jurnlah pertambahan daun sebesar 13 helai. Sedangkan nilai rata-rata jumlah pertambahan daun terendah dirniliki oleh tanaman dengan perlakuan pernberian pil KB 3 x 1 butir dengan nilai rata-rata jumlah pertambahan daun sebesar 9 helai. Tanaman dengan perlakuan tersebut merupakan satu-satunya yang memiliki nilai rata-rata jumlah pertambahan daun lebih kecil dari nilai rata-rata jurnlah pertambahan daun tanaman kontrol yang memiliki nilai sebesar 10 helai. Hasil uji Anova . menunjukkan pil KB berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun tanaman.


Bookmark and Share

23 April 2010

Pertumbuhan, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) Hasil Kultur In Vitro.

Esha Garden - Friday, April 23, 2010
Ringkasan: A. Fadly Yahya. E03496021. Pertumbuhan, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) Hasil Kultur In Vitro. Dibawah bimbingan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Ir. Edhi Sandra, M. Si.

Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka didunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand book of Herbal Medicine, Traditional Medicine Division, WHO-Genewa.

Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku simplisia Pule pandak masih dipenuhi dari hasil pemanenan langsung dari alam. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan baku simplisia Pule pandak, baik dalam negeri maupun dari Negara-negara industri farmasi, terus meningkat dan belum terpenuhi. Pada tahun 2001, diperkirakan permintaan akan bahan baku tersebut mencapai 6.898 kg dengan trend pertambahan sebesar 25,89% per tahun (Data Olahan Balittro, 1990 dalam Sandra dan Kemala, 1994). Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia Pule pandak dan meyelamatkannya dari kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya.

Kultur jaringan sebagai salah satu alternatif penerapan teknologi dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya/ekonomis maupun konservasi. Metode ini diharapkan dapat menghasilkan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas bahan baku simplisia Pule pandak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang berbeda terhadap pertumbuhan, biomassa dan kandungan alkaloid akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) hasil kultur in vitro. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat meberi masukan informasi mengenai konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang terbaik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.).

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama sepuluh bulan dari bulan Agustus 2000 sampai bulan Mei 2001.

Media dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah media MS penuh dengan penambahan IBA 2.0 mg/l, NAA 2.0 mg/l dan kombinasi keduanya IBA 1.0 mg/l + NAA 1.0 mg/l sesuai dengan perlakuan. Kultur diinkubasikan pada suhu 25 - 28 derajat C selama 3 bulan dan 6 bulan denganintensitas cahaya normal ruang kultur yang diterima eksplan sebesar 100% (seluruh bagian eksplan menerima/terkena cahaya), 50% (penambahan arang aktif 0.5 g/l diasumsikan dapat mereduksi cahaya yang sampai ke bagian eksplan yang terdapat dalam media sehingga hanya bagian eksplan di atas media yang terkena cahaya) dan 0% (pemberian perlakuan fisik dengan menutup seluruh bagian eksplan sehingga eksplan tidak menerima/terkena cahaya).

Parameter-parameter pertumbuhan eksplan (Rauvolfia serpentine Benth.) berupa jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk, persentase kadar air akar dan persentase kadar air pucuk memberikan respon positif terhadap perlakuan yang diberikan.

Penggunaan IBA dan NAA sebagai zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) pada hamper seluruh parameter pertumbuhan, kecuali panjang akar (P<0,05). Perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang sangat nyata untuk seluruh parameter pertumbuhan yang diamati pada P <0.01. Nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah tunas, jumlah daun, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar dan persentase kadar air akar diperoleh dari pemberian cahaya pada seluruh bagian eksplan (intensitas cahaya 100%). Nilai rata-rata tertinggi untuk tinggi dan berat kering pucuk diberikan oleh intensitas cahaya 50 %. Sedangkan kondisi gelap (intensitas cahaya 0%) memberikan nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah akar dan persentase kadar air pucuk. Umur panen memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas, jumlah akar dan berat basah pucuk, serta sangat nyata pada jumlah daun, panjang akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air pucuk. Nilai rata-rata tertinggi untuk parameter pertumbuhan jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah pucuk dan berat kering pucuk diperoleh dari umur panen 6 bulan. Interaksi perlakuan zat pengatur tumbuh dan intensitas cahaya memberikan pengaruh terhadap seluruh parameter pertumbuhan yang diamati. Pengaruh yang sangat nyata diperoleh dari respon jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar,berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air akar. Sedangkan pengaruh nyata hanya diperoleh dari respon persentase kadar air pucuk. Interaksi antara pemberian zat pengatur tumbuh dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan yang diamati. Hal ini diduga disebabkan oleh secarafisiologis zat pengatur tumbuh hanya berperan diawal perkembangan eksplan dan lebih spesifik pada induksi kalus dan akar. Interaksi antara perlakuan intensitas cahaya dan umur panen hanya memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas dan jumlah daun, serta sangat nyata pada persentase kadar air pucuk. Interaksi ketiga perlakuan dalam penelitian ini (Zat pengatur tumbuh, intensitas cahaya dan umur panen) ternyata hanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Berdasarkan hasil HPLC maka diketahui bahwa kadar Ajmaline tertinggi diperoleh dari perlakuan A2B1Cl (IBA 2 mg/l, 100%, 3 bulan), kadar Reserpine tertinggi diperoleh dari A3B3C2 (NAA 2 mg/l, 0%, 6 bulan) dan A4B3C2 (IBA dan NAA 1 mg/l, 0%, 6 bulan). Jika dibandingkan dengan kadar alkaloid akar pule pandak hasil budidaya lapang maka kadar Ajmaline dan Yohimbine tersebut masih rendah. Selain itu, kandungan alkaloid yang dihasilkan masih bertambah berdasarkan pertambahan umur panen. Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan zat pengatur tumbuh IBA dan NAA pada kombinasi dan konsentrasi yang lebih tinggi, modifikasi media Murashige and skoog (MS) yang digunakan untuk melihat respon pertumbuhan dan kandungan alkaloid akar pule pandak, pendekatan pengaruh intensitas cahaya dengan mengubah intensitas cahaya lampu ruang kultur. Selain itu, perlu dicari alternative pengganti arang aktif untuk merduksi cahaya yang sampai ke akar tanpa mempengaruhi kerja media dan zat pengatur tumbuh, pengujian pengaruh factor lingkungan tumbuh, seperti suhu dan cahaya (panjang gelombang dan photoperiodisme) terhadap pertumbuhan eksplan (tunas dan akar), serta pengujian dan pembandingan kandungan alkaloid bagian pucuk dan akar Pule pandak hasil kultur in vitro. Bookmark and Share

Enhanced by Zemanta

22 April 2010

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA (Naphthalene Acetic Acid) dan BAP (6-Benzylaminopurin) terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth)

Esha Garden - Thursday, April 22, 2010
Ringkasan: Ambar Dwi Suseno. E34102022. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA (Naphthalene Acetic Acid) dan BAP (6-Benzylaminopurin) terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth) Melalui Kultur Meristem. Dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan Dr Ir. Agus Hikmat, MSc.F.

Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth) merupakan salah satu spesies tumbuhan yang mempunyai khasiat obat dan termasuk ke dalam tumbuhan yang langka di dunia. Tumbuhan ini dapat digunakan untk mengobati berbagai penyakit, diantaranya adalah penurunan tekanan darah, mempermudah persalinan, obat cacing, penurunan panas dan pereda kejang (Hargono et al, 1985).

Permintaan simplisia (bahan kering) yang berasal dari tumbuhan ini digunakan sebagai bahan baku obat tradisional terus meningkat dengan kecenderungan pertambahan sebesar 25,89% per tahun (Sandra & Kemala, 1994).

Keberadaan pule pandak sekarang ini di alam telah mengalami penurunan yang sangat drastic. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kepunahan dari spesies ini, maka harus dicari teknik budidaya yang tepat untuk memproduksinya secara cepat dengan kualitas dan kuantitas yang baik.

Perbanyakan pule pandak dapat dilakukan melalui teknik kultur in-vitro. Salah satu tahapan dalam teknik kultur in-vitro adalah penggandaan tunas. Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi meristem apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur meristem. Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang identik dengan induknya dan bebas virus. Rice et al., (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mampu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan serta mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh (ZPT) BAP dan NAA serta menentukan konsentrasi baik tunggal maupun kombinasi yang tepat untuk penggandaan tunas pada kultur meristem pule pandak.

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilaksanakan selama dua setengah bulan dari bulan September sampai pertengahan bulan November 2006.

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah MS (Murrashige & Skoog) yang telah dimodifikasi dengan penambahan Zat Pengatur tumbuh BAP dan NAA dengan konsentrasi 0 mg/l. 0.5 mg/l, 1 mg/l, 1,5 mg/l dengan pH 5.7. Media MS ini dibuat padat dengan menambahkan agar pada media.

Parameter-parameter dalam penelitian ini diarahkan pada pertumbuhan kalus, tunas dan daun. Pertumbuhan tunas meliputi jumlah dan tinggi tunas. Untuk pengamatan pertumbuhan eksplan, perlakuan dikombinasikan secara factorial dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 ulangan, setiap unit perlakuan menggunakan 4 botol kultur yang ditanaman 1 jaringan meristem untuk setiap botolnya. Sedangkan untuk pengamatan perbandingan hasil kultur meristem dengan tanaman induk menggunakan 3 ulangan, setiap unit perlakuan menggunakan 4 botol kultur, baik pada hasil kultur meristem maupun tanaman induk.

Pengamatan pertumbuhan eksplan dilakukan setelah seminggu penanaman terhadap parameter jumlah tunas, jumlah daun dan tinggi tunas, sedangkan pengamatan perbandingan antara hasil kultur meristem dengan tanaman induknya dilakukan pada akhir pengamatan. Untuk mengetahui pengaruh factor tunggal dan interaksi terhadap pertumbuhan eksplan maka dilakukan uji F, selanjutnya uji Duncan untuk mengetahui beda perlakuan dengan menggunan SAS ANOVA dan SPSS.

Pemberian zat pengatur tumbuh mendorong pertumbuhan kalus, tunas dan daun pada kultur meristem pule pandak, kecuali untuk perlakuan NAA secara tunggal hanya mampu menumbuhkan kalus saja, sampai akhir pengamatan dan control tidak mengalami pertumbuhan apapun. Sedangkan untuk pertumbuhan akar tidak dapat terjadi pada semua perlakuan, hal ini diduga pemberian BAP diserap sepenuhnya oleh eksplan sehingga menghambat pembentukan primordial akar.

Hasil uji Duncan menunjukan hasil rata-rata jumlah daun terbanyak yaitu pada perlakuan BAP 1mg/l NAA 0.5 mg/l yaitu 8.08 helai dan hasil terendah pada perlakuan BAP 0.5 mg/l NAA 1.5 mg/l yaitu sebanyak 2.58 helai. Kombinasi BAP 1 mg/l dan NAA 0.5 mg/l memiliki jumlah daun terbanyak yaitu sebesar 8.08 helai, hal ini diduga karena konsentrasi BAP dan NAA endogen dan eksogen berada pada kondisi supra optimal sehingga kombinasi ini efektif untuk menghasilkan daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Minocha (1987) apabila kondisi auksin dan sitokinin endogen berada pada kondisi sub optimal maka diperlukan penambahan auksin dan sitokinin secara eksogen sehingga diperoleh perimbangan yang optimal.

Jumlah tunas terbanyak diperoleh pada kombinasi perlakuan BAP 1mg/l NAA 0.5 mg/l yaitu 3.21 buah. Dari hasil tersebut menggambarkan bahwa untuk membentuk tunas tidak hanya dibutuhkan BAP saja. Hal ini sesuai pendapat HU dan Hwang (1983) dalam Sukma (1994) bahwa untuk pertumbuhan dan pembentukan tunas dibutuhkan pula hormone auksin terutama untuk eksplan awal yang kecil, tapi bila tunas muda dapat memproduksi auksin secara aktif maka auksin eksogen tidak diperlukan lagi. Kemudian diperkuat lagi oleh Leopold (1949) dalam Gardener et al. (1991) yang menyatakan bahwa auksin mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan pucuk.

Tinggi rata-rata tunas terpendek masing-masing pada perlakuan adalah 0.67 cm untuk perlakuan tunggal BAP 1.5 mg/l, 0.70 cm untuk perlakuan kombinasi BAP 0.5 mg/l NAA 1.5 mg/l pada dan 0.91 cm untuk perlakuan kombinasi BAP 1 NAA 0.5. Perbedaan tunas terpendek antara perlakuan kombinasi BAP 0.5 mg/l dan BAP 1 mg/l diduga oleh kemampuan tunas dalam mensintesis NAA endogen sehingga konsentrasi NAA endogen dan NAA eksogen berada pada kondisi sub optimal, dimana pada perlakuan BAP 0.5 NAA 1.5 penambahan NAA eksogen terlalu tinggi tanpa di ikuti pemberian BAP eksogen yang cukup tinggi, sehingga diduga respon BAP untuk menumbuhkan tunas harus menunggu dulu keseimbangan NAA endogen dan eksogen, akibatnya terbentuklah kalus yang cukup besar sebagai akibat dari pemberian BAP yang relative kecil, maka sampai akhir pengamatan tunas yang terbentuk pendek. Lebih lanjut Suyadi et al, (2003) menyebutkan bahwa hal ini diduga akibat adanya hambatan pertumbuhan tunas aksiler sebagai akibat pertumbuhan tunas apical yang merupakan dampak dari pemberian NAA yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil pengukuran perbandingan hasil kultur meristem dengan tanaman induk didapati bahwa pada setiap parameter terjadi peningkatan 2 kali lipat dari sebelumnya (induknya). Lebih lanjut Rice et al,. (1992) mengatakan bahwa kultur meristem mapu meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit yang dihasilkan serta mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan tunggal BAP dan NAA memberikan hasil pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan kombinasi BAP dan NAA, namun perlakuan kombinasi memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan perlakuan secara tunggal, terutama setelah minggu ke-3 penanaman. Jumlah daun dan tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan BAP 1mg/l NAA 0.5 mg/l, sehingga hasil perlakuan inilah yang dapat dianjurkan untuk digunakan sebagai bibit tanaman dalam usaha pembudidayaan pule pandak, karena selain dapat menghasilkan jumlah tunas yang paling optimal kombinasi hasil kultur meristem ini telah mampu meningkatkan kualitas morfologi tanaman induk sebanyak 2 kali lipat.



Bookmark and Share
Previous
Editor's Choice