Show Mobile Navigation

Artikel Terkini

Berlangganan Artikel Kuljar Via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Pendaftaran

penelitian
Showing posts with label penelitian. Show all posts
Showing posts with label penelitian. Show all posts

18 June 2010

Pemanfaatan Sarang Semut (Myrmecodia pendans) oleh Masyarakat sekitar Taman Nasional Wasur

Esha Garden - Friday, June 18, 2010
RINGKASAN: Nur Fadhilah Syahrawi. E34104034. Studi Pemanfaatan Sarang Semut (Myrmecodia pendans) oleh Masyarakat sekitar Taman Nasional Wasur. Dibimbing oleh: Ir. Siswoyo, MSi dan Ir. Edhi Sandra, MSi.

Taman Nasional Wasur terletak di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, dengan luas kawasan seluas 413.810 ha. Keanekaragaman jenis tumbuhan yang terdapat di TN Wasur sebanyak 104 jenis dan 37 famili, 18 jenis diantaranya termasuk tumbuhan sarang semut. Tumbuhan sarang semut di kawasan tersebut dipanen dan dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya, namun data dan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan sarang semut tersebut belum tersedia.

Berkaitan dengan hal tersebut dan guna memberikan masukan bagi pihak pengelola untuk melestarikan tumbuhan tersebut, maka penelitian ini perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengetahuan dan budaya masyarakat Suku Marind Sendawi Anim dalam memanfaatkan secara tradisional sumber daya hutan tumbuhan obat khususnya Sarang Semut (Myrmecodia pendans). Penelitian ini dilaksanakan di TN Wasur dengan waktu penelitian adalah bulan April-Mei 2008.

Penelitian ini dilakukan di enam (6) desa di sekitar TN Wasur, meliputi Kampung Wasur, Yanggandur, Rawa Biru, Sota, Kuler-Tomerau kondo (5 perkampungan kecil), dan Poo. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi: orientasi lapangan, pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer (karakteristik masyarakat pemungut sarang semut, frekuensi pengambilan sarang semut, musim panen, lokasi pengambilan, cara pengambilan dan volume pemanfaatan, serta harga jual dan masyarakat sampai ke konsumen atau rantai konsumen) dan data sekunder (peta—peta, monograf desa, dan data umum lokasi). Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur; sedangkan pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara (snowball).


Karakteristik pemungut/pengumpul sarang semut sebagian besar berumur 36-45 tahun (20.8%), pendapatan > Rp. 1.000.000 (37.50), mata pencaharian pokok adalah petani (34%), jumlah tanggungan keluarga> 3 orang (58.33%).


Sedangkan, Karakteristik pemakai sarang semut sebagian besar berumur 40—49 tahun (29%), tingkat pendidikan SD (90,7%), bermata pencaharian pokok petani (40%), dan jumlah tanggungan <3 orang (55,8%). Sarang semut digunakan oleh masyarakat di sekitar TN Wasur sebagai pakan ternak, tumbuhan obat, dan sumber pendapatan.

Pelaku ekonomi sarang semut terdiri dan pemungut, pemungut (pengolah), pengumpul (pengolah), pengumpul 2 (di luar desa), dan konsumen. Bentuk produk yang ditawarkan adalah bentuk irisan (Kampung Wasur, Rawa Biru, dan Yanggandur) dan bentuk serbuk (Ndalir dan Poo). Di kampung Wasur hanya terdapat pelaku ekonomi pemungut dan pemungut (pengolah). Harga produk pada pemungut yaitu Rp. 5000/ umbi dan Rp. 25.000 — Rp.60.000 per- Kg.

Daerah yang memiliki alur tata niaga yang panjang adalah daerah Rawa Biru, Yanggandur, dan Ndalir. Pasaran obat herbal dapat dikategorikan musiman, begitu juga dengan pasaran sarang semut (M. pendans) di Papua khususnya Merauke mengalami ketidakstabilan. Sebagian besar responden (pelaku ekonomi) menyatakan bahwa kendala yang mereka hadapi adalah minat pembeli yang fluktuatif. Kata kunci Myrmecodiapendans, pakan ternak, obat, dan pemasaran.


Bookmark and Share




25 May 2010

Pengaruh Jenis Media Organik dan NAA terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) di dalam Kultur In Vitro

Esha Garden - Tuesday, May 25, 2010
RINGKASAN: Rini Untari. E03498025. Pengaruh Jenis Media Organik dan NAA terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) di dalam Kultur In Vitro. Dibawah Bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si. dan Ir. Dwi Murti Puspitaningtyas, M.Sc.

Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) merupakan salah satu anggrek alam yang berasal dan Kalimantan, bunganya berbau harum lembut dan lama mekar bunga sekitar 5-6 hari (Sastrapradja et all., 1976). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 anggrek mi termasuk kedalam tumbuhan yang dilindungi.

Di alam keberadaan jenis anggrek ini terancam karena pengambilan yang berlebihan, terjadinya perubahan dan rusaknya habitat tumbuh anggrek tersebut merupakan faktor yang mengancam kelestarian anggrek ini. Kegiatan pengeksploitasian yang berlebihan dan apabila terjadi terus menerus, anggrek hitam akan mengalami kepunahan.

Untuk mencegah terjadinya kepunahan spesies ini, maka harus diupayakan teknik budidaya yang tepat untuk menyediakan tanaman-tanaman baru anggrek hitam secara cepat dengan kualitas dan kuantitas yang baik.

Tanaman anggrek dapat diperoleh melalui cara pembiakan secara vegetatif dan generatif. Secara alami pembiakan anggrek dengan cara generatif yang berasal dari biji hanya dapat tumbuh jika bersimbiosis dengan mikoriza. Biji anggrek hanya terdiri dad embrio dan testa (pelindung embrio) tanpa cadangan makanan atau endosperm (Thompson, 1980). Jika bersimbiosis dengan mikoriza anggrek dapat memperoleh nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh. Pada umumnya tingkat keberhasilan perkecambahan secara alami persentasenya sangat kecil.

Dengan berkembangnya teknik kultur in-vitro, maka keberhasilan perkecambahan biji anggrek dapat ditingkatkan. Modifikasi media dapat meningkatkan produksi anggrek hitam mi secara kualitatif dan kuantitatif dibandingkan dengan produksi hasil dari alam. Salah satu modifikasi media yaitu penambahan persenyawaan organik kompleks sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan anggrek hitam tersebut serta penggunaan NAA (Napthalene Acetic Acid), salah satu jenis auksin sintetis banyak digunakan untuk meningkatkan rasio pertumbuhan akar tanaman dalam kultur in-vitro, karena akan mendorong pembentukan akar-akar baru pada selang konsentrasi tertentu. Dengan pertumbuhan akar yang sehat dan kuat akan meningkatkan kemampuan tanaman untuk bertahan hidup pada tahap aklimatisasi ke lapangan.

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kerja Laboratonium Kultur Jaringan Anggrek Kebun Raya Bogor. Penelitian dilakukan selama 6 bulan dari bulan Juni sampai bulan Desernber 2002, 5 bulan pengamatan plantlet selama di botol dan 1 bulan untuk melihat keberhasilan hidup di lapangan.

Percobaan ini terdiri dari 2 faktor, faktor pertama adalah 6 jenis media organik (tanpa bahan organik, air kelapa 250 mI/I, pisang ambon 150 g/l, kentang 200 g/l, ubi jalar 150 g/l, dan kedelai 150 g/l ) yang dikombinasikan dengan faktor kedua yaitu 5 taraf konsentrasi NAA (0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm). Media dasar yang digunakan adalah komposisi media VW (Vacin & Went) dengan penambahan gula pasir. arang aktif dan agar-agar. Bahan eksplan yang digunakan semai hasil perkecambahan dan biji yang berumur 20 bulan mempunyai tinggi masing-masing 3-6 cm dengan jumlah daun 6-7 helai.

Tanaman hasil kultur in-vitro setelah pengamatan selama 5 bulan selanjutnya diaklimatisasi ke media yang terdiri dari sphagnum moss, arang, dan pecahan genting dengan perbandingan 1:1:1, media tanam yang dipakai terlebih dahulu direndam dalam air panas selama 1 jam kemudian ditiriskan dengan tujuan untuk mensterilkan media tumbuh yang akan dipakai.

Parameter yang diamati pembentukan akar (panjang akar dan jumlah akar). Panjang akar diukur pada saat panen sedangkan jumlah akar diukur setelah 2 minggu penanaman. Pertumbuhatn eksplan (tinggi eksplan, jumlah daun, jumlah tunas barn). Pengamatan dilakukan setelah 2 minggu penanaman. Selain peubah diatas dilakukan, pengamatan terhadap kondisi eksplan seperti pembentukan akar adventif, warna daun, persentase hidup eksplan dan persentase plantlet yang hidup di lapang.

Pengamatan di botol dilakukan setiap 2 minggu selama 5 bulan dan untuk plantlet yang hidup di lapangan diamati selama 1 bulan setelah plantlet keluar dari botol kultur.

Penambahan media Vacin & Went dengan persenyawaan organik kompleks dan zat pengatur tumbuh NAA serta interaksi antara 2 faktor perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap parameter-parameter pertumbuhan, parameter pertumbuhan tersebut meliputi pembentukan akar baik panjang akar dan jumlah akar serta pertumbuhan eksplan yaitu tinggi eksplan, jumlah daun dan jumlah tunas baru.

Perbedaan jenis media organik kompleks berpengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali jumlah tunas. Jumlah akar dan panjang akar tertinggi diperoleh dan media VW dengan penambahan ubi jalar 150 g/l. Tinggi eksplan dan jumlah daun terbaik diperoleh dari media VW + kentang 200 g/l. Sedangkan untuk rata-rata terendah dad parameter tinggi eksplan, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar pada media VW + kedelai 150 g/l untuk 20 Minggu Setelah Tanam (MST).

Zat pengatur tumbuh NAA berpengaruh terhadap parameter tinggi eksplan, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar, tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas. Faktor zat pengatur tumbuh NAA berpengaruh nyata pada tingkat kwartik untuk semua parameter. Parameter tinggi serta jumlah daun konsentrasi NAA maksimum 0 ppm, jumlali akar maksimum pada konsentrasi 2,1 ppm sedangkan parameter jumlah tunas peningkatan NAA lebih dari 20 ppm masih memungkinkan peningkatan jumlah tunas.

Peningkatan konsentrasi NAA mengakibatkan daya regenerasi tanaman menurun dan terhambat serta meningkatkan kematian untuk beberapa eksplan anggrek C. pandurata. Terdapatnya zat-zat endogen/auksin alami dalam eksplan yang mendorong eksplan untuk tetap mengalami pertumbuhan dan perkembangan.

Interaksi antara jenis persenyawaan organik kompleks berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan baik tinggi plantlet, jumlah daun, jumlah tunas, jumlah akar dan panjang akar. Pemberian NAA berpengaruh nyata pada tingkat kwartik untuk semua media organik kecuali pada media VW + kedelai 150 g/l berpengaruh nyata pada tingkat kuadratik. Pada parameter jumlah tunas peningkatan NAA pada semua perlakuan media organik, konsentrasi NAA lebih dari 20 ppm dapat meningkatkan jumlah tunas .

Peranan zat tumbuh selain sebagai perangsang dapat pula berlaku sebagai penghambat, semuanya itu tergantung dari konsentrasi zat tersebut. Dengan meningkatnya konsentrasi NAA dalam media menyebabkan persentase kematian eksplan yang tinggi. Pada minggu ke-20 eksplan yang hidup untuk perlakuan NAA 0 ppm 95,8 %, NAA 5 ppm 81,5 %, NAA 10 ppm 61,5 %, NAA 15 ppm 27,7 % dan N.AA 20 ppm sebesar 14,5 %.

NAA dengan konsentrasi rendah 0 ppm (kontrol) dan 5 ppm menghasilkan warna daun eksplan hijau tua. Meningkatnya konsentrasi NAA mengakibatkan warna daun kuning bahkan beberapa eksplan berwarna coklat dan mengalami kematian yang disebabkan oleh menurunnya jumlah klorofil dan rusaknya klorofil.

Plantlet yang memiliki persentase hidup yang tinggi setelah 4 minggu aklimatisasi yaitu plantlet yang berasal dari eksplan yang diberi penambahan ekstrak ubi jalar 150 WI dengan konsentrasi NAA 0 ppm, 5 ppm dan 10 ppm sebesar 100 %.

Media Vacin & Went dengan penambahan ekstrak ubi jalar 150 g/l dengan NAA 0 ppm merupakan media yang terbaik untuk pertumbuhan optimal semai Coelogyne pandurata hasil kultur in-vitro.

Bookmark and Share

18 May 2010

Pemberian Ekstrak Bawang Merah, Liquinox Start, NAA, Rootone-F Untuk Aklimatisasi Stek Mini Pule Pandak

Esha Garden - Tuesday, May 18, 2010
Rauvolfia serpentinaImage by dinesh_valke via Flickr
RINGKASAN: NOFRIZAL M. Pemberian Ekstrak Bawang Merah, Liquinox Start, NAA, Rootone-F Untuk Aklimatisasi Stek Mini Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth.) Hasil Kultur In Vitro. Dibimbing oleh EDHI SANDRA. dan ERVIZAL A.M. ZUHUD.

Pule pandak (Rauvolfia serpentina Benth.) merupakan salah satu jenis tumbuhan langka dan famili Apocynaceae yang mengandung senyawa alkaloid dan banyak digunakan masyarakat sebagai bahan obat diantaranya obat untuk mengatasi tekanan darah tinggi, disentri dan kurang nafsu makan. Salah satu usaha untuk menyelamatkan pule pandak dan kepunahan adalah dengan keg iatan konservasi ex-situ. Penelitian aklimatisasi stek mini pule pandak dilakukan untuk menjawab saiah satu permasalahan yang muncul seteiah perbanyakan dengan teknik kuitur janingan.

Penelitian dilakukan pada 26 Februari - 21 Mei 2007 di rumah kaca Pusat Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat Hutan Tropika, Laboratorium Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. B

ahan tanaman yang digunakan adalah stek mini pule pandak hasil kultur in vitro. Bahan perlakuan berupa ekstrak bawang merah 200 mIll, liquinox start 2 mI/i, NAA 2 mg/i, rootone-F dan gabungan NAA 2 mg/I dengan rootone-F.

Semua perlakuan dicampur juga dengan larutan byponex hijau 2 g/l kecuali rootone-F, yang diberikan pada saat perendaman stek dan perawatan. Media tanam berupa campuran arang sekam, pasir dan kompos (1:1:1).

Pengamatan dilakukan terhadap seluruh unit contoh yang ditanam, meliputi: persentase peluang hidup, persentase stek berakar, panjang akar, pertambahan tinggi tanaman, pertambahan jumlah daun dan perubahan warna daun. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan Percobaan Satu Faktor (Single Factor Experiments) dengan metode Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan memiliki pengaruh nyata terhadap persentase peluang hidup dan parameter pertumbuhan pule pandak terutama dalam hal perakaran dan pertambahan tinggi tanaman.

Secara umum bibit terbaik yang dihasilkan dan akiimatisasi stek mini pule pandak berasal dan perlakuan kontrol dan kemudian diikuti oleh rootone-F. Ukuran akar terpanjang dthasilkan dan perlakuan rootone-F. Sedangkan untuk pertambahan tinggi tanaman tertinggi dihasilkan oleh perlakuan ekstrak bawang merah dan rootone-F.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi stek mini pule pandak antara lain faktor hormon dan zat pengatur tumbuh, faktor lingkungan yang mencakup media perakaran, kelembaban, suhu, dan intensitas cahaya serta faktor bahan stek.

Kesimpulan yang dapat diambil dan penelitian mi adalah semua perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar dan pertambahan tinggi batang. Bibit terbaik dilihat dan rata-rata panjang akar dan pertambahan batang dihasilkan oleh rootone-F. Peluang hidup tertinggi dihasilkan oleh kontrol.


Kata kunci: pule pandak, ekstrak bawang merah, liquinox start, NAA, rootone-F, aklimatisasi, stek mini, kultur in vitro.

Bookmark and Share

Enhanced by Zemanta

13 May 2010

Multiplikasi Tunas Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) secara in vitro

Esha Garden - Thursday, May 13, 2010
RINGKASAN: Andhi triharyanto. E34101025. 2005. MUTIPLIKASI TUNAS TANAMAN GAHARU (Aquilaria malaccensis Lamk.) SECARA IN VITRO. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Edhi Sandra, Msi. Pembimbing anggota : Dr. Endang Gati Lestari, Msi

Gaharu didefinisikan sebagai sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami maupun buatan pada pohon tcrsebut, dan pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. Gaharu merupakan komoditi elit dalam kelompok hasil hutan non kayu karena bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan parfum, kosmetik, obat-obatan, dupa dan sebagai obat pencegah dan penghilang stress.

Di Indonesia telah diketahui ada 16 jenis pohon penghasil gaharu yang berasal dari 3 famili yaitu Thymeleaceae, Leguminoceae dan Euphorbiaceae, dengan 8 genus yaitu Aquilaria sp., Girynops sp., Excocaria sp., Gonistylus sp., Aetoxylon sp., Enkleia sp., Wiekstromia sp. dan Dalbergia sp. I'ohon dari marga Aquilaria menghasilkan gaharu yang memiliki mutu sangat baik dan lebih tinggi nilai perdagangannya daripada gaharu yang dihasilkan oleh pohon dari marga lainnya.

Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dan nilai jual berakibat pada meningkatnya upaya perburuan, sehingga populasi pohon penghasil gaharu termasuk jenis Aquilaria malaccensis Lamk semakin menurun. Oleh sebab itu organisasi dunia CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) pada APPENDIX II CITES memutuskan jenis Aquilaria malaccensis Lamk termasuk dalam daftar jenis tanaman yang terancam punah.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan Untuk menghindari kepunahan di alam diantaranya. yaitu dengan melakukan teknik budidaya baik secara generalif maupun vegetatif sebagai salah satu upaya konservasi eksitu. Salah satu teknik budidaya vegetatif yaitu dengan menggunakan teknik kultur jaringan, sehingga dengan teknik ini dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat untuk mendukung kegiatan konservasi gaharu.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Departemen Konservasi Suberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor selama :I: 8 bulan mulai awal Oktober 2004 sampai akhir Mei 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Zat Pengatur Tumbuh BAP dan media dasar MS untuk multiplikasi tunas tanaman gaharu (Aquilaria malaccensis) secara In Vitro.

Bahan tanaman yang digunakan berupa biji gaharu. Sterilisasi eksplan biji dilakukan secara bertingkat yaitu dengan menggunakan HgCl2 0.01%, clorox 20 %, 15 % dan 5 % secara berurutan dan dikocok selama 7 menil. Biji-biji tersebut kemudian dibilas sebanyak tiga kali menggunakan aquades steril. Media dasar yang digunakan adalah media dasar MS dengan penambahan Zat pengatur tumbuh BAP (0, 0.25, 0.5, 0.75, I, 1.25, dan 1.5 mg/l). Perbanyakan eksplan dilakukan dengan cara subkultur.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sterilisasi yang dilakukan belum tepat baik dosis maupun waktu yang digunakan karena terjadi kontaminasi yang cukup tinggi. Parameter lain yang diamati diantaranya yaitu jumlah tunas, tinggi tunas, jumlah daun, persentase hidup, persentase berkalus, serta pengamatan visual eksplan.

Hasil penelilian menunjukkan bahwa jumlah tunas,  tinggi tunas, jumlah daun, dan persentase hidup terbaik ditunjukkan pada perlakuan BAP 0.5 mg/l. Peningkatan konsentrasi BAP tidak memberikan berpengaruh yang nyata pada pertumbuhan eksplan.

Sedangkan persentase berkalus tertinggi ditunjukkkan pada perlakuan BAP 1.25 mg/l. Ada dugaan bahwa semakin sempurna pertumbuhan tanaman sangat mempengaruhi persentase hidup tanaman, hal ini dikarenakan tanaman'" dapat bertoleransi terhadap lingkungan tumbuhnya.

Penampakan visual ekplan yang terjadi diantaranya yaitu vitrifikasi, etiolasi, stagnasi serta kontaminasi yaitu dalam bentuk jamur, bakteri dan kapang. Vitifikasi dan etiolasi lebih disebabkan karena pengaruh lingkungan tumbuh yang tidak sesuai sedangkan stagnasi lebih disebabkan karena faktor eksplan yang tidak juvenil serta pangaruh sterilisasi yang tidak tepat. Setiap bagian eksplan memberikan pengaruh yang berbeda pada lingkungan tumbuh yang sama, hal ini karena dipengaruhi factor endogen eksplan yang berbeda.

Bookmark and Share

10 May 2010

Kajian Penggunaan Hormon IBA dan BAP terhadap Pertumbuhan Tanaman Penghasil Gaharu

Esha Garden - Monday, May 10, 2010
RINGKASAN: DHENNY LISDIANTINI. Kajian Penggunaan Hormon IBA dan BAP terhadap Pertumbuhan Tanaman Penghasil Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke) dengan Teknik Kultur In Vitro. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan WA ODE HAMSINAH BOLU.

Hasil hutan non kayu terkadang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu, salah satu contohnya adalah gaharu. Permintaan gaharu terus meningkat, sedangkan semua produksinya masih menggantungkan pada produksi dari hutan-hutan alam.

Akibat merosotnya populasi pohon penghasil gaharu di hutan-hutan alam, maka Pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 menetapkan peraturan bagi eksportir Gaharu yang mewajibkan mereka memiliki surat izin CITES. Perlindungan terhadap beberapa jenis tanaman penghasil gaharu semakin ditingkatkan, Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. termasuk Appendix II CITES pada tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi hormon auksin dan sitokinin (IBA dan BAP) yang terbaik pada media dasar Murashige dan Skoog terhadap pertumbuhan kultur in vitro eksplan tanaman penghasil gaharu Gyrinops versteegii.

Bahan tanaman yang digunakan adalah pucuk eksplan steril G. versteegii. Eksplan ditumbuhkan pada media MS dengan penambahan perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh IBA dengan konsentrasi 0,00; 0,05 dan 0,10 mg/l dan BAP 0,00; 0,05; 0,10 dan 0,20 mg/l.

Penelitian ini disusun menggunakan metode statistika RAL Faktorial dengan jumlah 12 perlakuan dan ulangan sebanyak 6 kali. Pengamatan dilakukan selama 8 MST (minggu setelah tanam) terhadap selumh eksplan yang ditanam meliputi parameter rata-rata pertambahan tinggi, jumlah mas, jumlah tunas, jumlah daun, persentase tingkat kematian, proses pengkalusan dan kontaminasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media perlakuan IBA 0,05 mg/l + BAP 0,20 mg/l memberikan respon terbaik pada parameter pertambahan tinggi dan pertumbuhan tunas, yaitu sebesar 1,8 em dan 3,17 tunas.

Sedangkan media perlakuan IBA 0,00 mg/l + BAP 0,20 mg/l memberikan respon terbaik pada parameter jumlah mas dan jumlah daun, yaitu sebesar 6,33 mas dan 5,67 helai.

Semua media perlakuan menumbuhkan kalus keeuali, pada media kontrol. Presentase jumlah eksplan yang terkontaminasi sebesar 6,94% (5 dari 72 eksplan). Kontaminasi disebabkan oleh adanya eendawan pada tabung.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh IBA (0,00; 0,05 dan 0,10 mg/I) dan BAP (0,00; 0,05; 0,10 dan 0,20 mg/I) memberikan respon yang sangat nyata terhadap parameter jumlah tunas. Sedangkan pada parameter tinggi planlet, jumlah ruas, dan jumlah daun memberikan respon tidak berbeda nyata.

Kata kunci : Gyrinops versteegii, in vitro, auksin, sitokinin.

Bookmark and Share

09 May 2010

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Alkaloid Pule pandak

Esha Garden - Sunday, May 09, 2010
RINGKASAN: Muhammad Alam Firmansyah. E03497037. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Alkaloid Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) Hasil KuItur In vitro. Dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, M.Si.

Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka di dunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand book of Herbal Medicine Traditional Medicine Division. WHO-Genewa.

Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku simplisia Pule pandak masih dipenuhi dari hasil pemanenan langsung di alam. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan baku simplisia Pule pandak, baik dalam negeri maupun dan negara-negara industri farmasi, terus meningkat dan belum terpenuhi. Pada tahun 2000, permintaan akan bahan haku tersebut meneapai 6.898 kg dengan trend pertambahan sebesar 25,89 % per tahun (Data Olahan Balitro, 1990 dalam Sandra dan Kemala, 1994).

Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia Pule pandak dan menyelamatkannya dari.
kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memudahkan kegiatan tersebut. Salah satunya adalah dengan kultur in vitro sebagai alterrnatif penerapan teknologi yang dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya ekonomis maupun konservasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap pertumbuhan Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.) hasil kultur in vitro. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang terbaik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.).

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratonum Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan lnstitut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal 5 September 2001 sampai tanggal 5 Desember 2001.

Media dasar yang digunakan pada pereobaan ini adalah media MS penuh dengan penambahan Zat Pengatur Tumbuh yaitu IBA 2 (2 mg/I), NAA 2 (2 mg/l), IBA 1 (1 mg/l) + NAA 1 (1 mg/l), BAP 1 (1 mg/I), BAP 1 (1 mg/I) + IBA 2 (2 mg/I), BAP 1 (1mg/I) + NAA 2 (2 mg/I), BAP 1 (1 mg/I) + IBA 1 (1mg/I) + NAA 1 (1 mg/l), BAP 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I)+ lBA 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I) + NAA 2 (2 mg/I), BAP 2 (2 mg/I) + IBA 1 (1mg/I) + NAA 1 (1 mg/I). Kultur diinkubasikan pada suhu 25"C - 28"C selama 3 bulan dengan intensitas cahaya normal.

Parameter-parameter pertumbuhan eksplan Rauwolfia serpentine Benth. berupa tinggi total, jumlah tunas, jumlah daun, kalus, dan pucuk memberikan respon positif terhadap perlakuan yang diberikan. Tinggi percabangan dan perakaran tidak memberikan respon terhadap perlakuan.

Penggunaan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,05),>

Rata-rata tertinggi untuk parameter tinggi total diperoteh pada penggunaan IBA 2 ml/l, sedangkan rata-rata terendah diperoleh pada penggunaan BAP 2 mg/I + NAA 2 mg/I.

Rata-rata tertinggi untuk jumlah tunas adalah pada perlakuan dengan menggunakan BAP I, sedangkan rata-rata terendah adalah pada perlakuan BAP 2 + NAA 2.

Rata-rata tertinggi dari percabangan adalah pada perlakuan dengan menggunakan BAP 1, sedangkan rata-rata terendah pada perlakuan BAP 2 + NAA 2, yaitu O. Rata-rata tertinggi dari jumlah daun diperoleh dan perlakuan dengan menggunakan BAP1, sedangkan rata-rata terendah pada perlakuan dengan menggunakan BAP 2 + IBA 1 + NAA I.

Rata-rata tertinggi dari berat basah kalus diperoleh dari perlakuan dengan menggunakan BAP 2 + NAA 2, sedangkan terendah yaitu dengan menggunakan perlakuan kontrol, BAP 1, dan BAP 2, yaitu O. Rata-rata tertinggi dari berat kering kalus diperoleh dari perlakuan dengan menggunakan BAP.


2 + IBA 1 + NAA 1, sedangkan terendah yaitu dengan menggunakan perlakuan kontrol, BAP 1, dan BAP 2, yaitu O. Rata-rata tertinggi dari % kadar air kalus diperoleh dari perlakuan dengan menggunakan BAP 2 + NAA 2, sedangkan terendah yaitu dengan menggunakan perlakuan kontrol, BAP 1, dan BAP 2, yaitu O.

Rata-rata tertinggi untuk berat basah pucuk yaitu pada perlakuan NAA 2, sedangkan rata-rata terendah dari berat basah pucuk adalah BAP 2 + NAA 2. Rata-rata tertinggi untuk berat kering pucuk yaitu pada perlakuan BAP 2, Sedangkan rata-rata terendah dari berat kering pucuk adalah BAP 2 + IBA 1 + NAA 1. Rata-rata tertinggi untuk % kadar air pucuk yaitu pada perlakuan BAP 2 + IBA 1 + NAA I, sedangkan rata-rata terendah dari % kadar air pucuk adalah BAP I.

Berdasarkan hasil HPLC maka diketahui bahwa kadar Alkaloid tertinggi ditunjukkan pada perlakuan BAP 2 + IBA 1 + NAA 1. Sedangkan yang terendah adalah Kontrol, BAP 1, dan BAP 2 yaitu 0 karena memang tidak ada kalus dan akar. Alkaloid yang diuji di atas adalah dari golongan reserpine karena golongan yang lain tidak bisa diuji statistik karena umumnya O.

Hal baru yang ditemukan adalah tingginya kandungan alkaloid pada batang dan lebih tinggi dari alkaloid pada kalus.

Kandungan alkaloid yang cukup tinggi pada batang ini membutuhkan penelitian lebih lanjut. Apabila dikemudian hari memang teruji bahwa batang memiliki kandungan alkaloid yang tinggi pada berbagai perlakuan, maka penelitian ini menjadi terfokus pada batang dan akar. Karena batang tumbuh lebih cepat dibandingkan akar, maka industri yang memproduksi metabolit sekunder memiliki masa depan yang cerah. Satu hal yang tak kalah penting dengan hasil penemuan ini maka tidak ada satu bagian pun dari Pule pandak yang dibuang atau menjadi limbah karena semuanya bermanfaat.

06 May 2010

Pengaruh Eksplan dan Konsentrasi Arang Aktif Terhadap Pertumbuhan Akar, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Pule pandak

Esha Garden - Thursday, May 06, 2010
RINGKASAN: Indarto. Pengaruh Eksplan dan Konsentrasi Arang Aktif Terhadap Pertumbuhan Akar, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Pule pandak (Rauwolfia serpelltlna Bentb.) Hasil Kultur in Vitro (Dibawab bimbingan Ir. Edhi Saudra, MSi dan Ir. Diny Dinal'ti, MS).

Pule pandak (Rauwolfia serpentlno Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka di dunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand Book of Herbal Medicine, Traditional Medicine Division, WHO-Genewa. Kebutuhan Pule pandak saat ini masih dipenuhi dad hasil pemanenan langsung dari alam Sedangkan kebutuhan baban baku simplisia Pule pandak terus meningkat dan belum terpenuhi. Untuk itu perlu adanya usaha pelestarian dan budidaya. Salah satu altematif penerapan tehnologi yang dapat melestarikan dan menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan waktunya singkat adalah dengan kultur jaringan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh eksplan dan konsentrasi arang aktif terhadap pertumbuhan akar, biomassa dan kandungan alkoloid Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth.). Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Turnbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, yang berlangsung dari bulan Maret sampai Oktober 2002.

Bahan tanaman yang digunakan berupa eksplan darl hasil subkultur sebelumnya yang berasal dari induk tanaman yang diberi perlakuan colchicine 0.25 % dan dari induk tanaman kontrol. Penelitian ini terdiri dari dua tahap percobaan. Tahap pertama adalah tahap pengaruh perlakuan eksplan terhadap pertumbuhan akar, biomassa dan kandungan alkaloid Pule pandak. Media yang digunakan dalam tahap pertama ini adalah media MS yang sudah dimodifikasi dengan penambahan vitamin, gula (30 g/l), arang aktif (2 g/I), lEA (2 mg/I) dan agar-agar (7 g/l). Tahapan ini terdiri dari dua perlakuan, yaitu perlakuan kontrol dan perlakuan yang eksplannya berasal dari Induk tanaman yang diberi perlakuan colchicine 0.25 %, masing-masing perlakuan terdiri dari 10 ulangan.

Pada tahap kedua, yaitu pengaruh perlakuan konsentrasi arang aktif terhadap pertumbuhan akar dan biomassa Pule pandak. Media yang digunakan adalah media MS yang sudah dimodifikasi dengan penambahan vitamin, agar-agar (7 g/I), lBA (2 mg/I), gula (30 g/I) dan arang aktif masing-¬masing dengan konsentrasi 0 gll, 0.1 g/l, 0.2 g/l, 0.5 g/l dan 1.0 g/l. Tahap Ini terdiri dari lima perlakuan dengan tujuh kali ulangan dengan sumber eksplan berasal dari perIakuan kontrol pada penelitian sebelunmya. Kultur diinkubasi pada suhu 25' C - 28' C selama enam bulan untuk tahap pertama dan dua bulan untuk tahap kedua dengan lama penyinaran 12 jam perhari.

Hasil penelitian pada tahap pertama, menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada semua parameter yang diukur. Meliputi parameter pertumbuhan akar jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat kering akar, kadar air akar) dan pada parameter biomassa (tinggi tunas, berat basah tunas, jumlah tunas, berat basah batang, berat kering batang, kadar air batang). Hasil terbaik untuk semua parameter pertumbuhan akar pada tahap pertama adalah pada perIakuan kontrol, sedangkan pada parameter biomassa, hasil terbaik untuk tinggi tunas, jumlah daun dan berat kering batang adalah pada perlakuan kontrol. Untnk berat basah tunas, berat basah batang dan kadar air batang, hasil terbaik adalah pada perlakuan yang eksplan yang berasal dari induk tanaman yang diberi perlakuan colchicine
0.25 %.

Berdasarkan hasil HPLC (High Performance Liquid Chromatography), diketahui nilai tertinggi untuk senyawa yohimbine, reserpine dan serpentinine adalah pada akar perlakuan yang induk tanamannya diberi perlakuan colchicine 0.25 %. Sedangkan lmtuk senyawa ajmaline, kandungan tertinggi adalah pada batang perlakuan kontrol. Jika dibandingkan dengan kandungan alkaloid Pule pandak pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka kandungan alkaloid Pule pandak pada penelitian ini jauh lebih tinggi untuk jenis senyawa dan ukuran sampel yang sama.

Hasil penelitian pada tahap kedua, nilai terbaik untuk parameter pertumbuhan akar (jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat kering akar, kadar air akar) adalah pada perlakuan kontrol yang mengandung konsentrasi arang aktif 0 g/I. Sedangkan untuk parameter biomassa (tinggi tunas, berat basah tunas, berat kering tunas, kadar air tunas, jumlah daun), nilai terbaik juga pada perlakuan kontrol. Pada uji sidik ragam peugaruh konsentrasi arang aktif terhadap pertumbuhan akar dan biomassa pada tahap dua ini mcnunjukkan pengaruh yang nyata sampai sangat nyala pada semua parameter yang diukur.

Kesimpulan akhir dari penelitian ini menunjukkan pengaruh perlakuan eksplan tidak begitu nyata berpengaruh dalam pertumbuhan akar dan biomassa, sedangkan pengaruh arang aktif begitu nyata sampai sangat nyata pada pertumbuhan akar dan biomassa. Adanya perlakuan awal dengan colchicine pada tanaman induk sebelum eksplan diambil, terbukti mampu meningkatkan kandungan alkaloid dan berat tanaman.

Bookmark and Share

Enhanced by Zemanta

05 May 2010

Pengaruh Pupuk NPK, Asam Humat dan Frekuensi Pemanenan Terhadap Produktivitas dan Rendemen Handeuleum Pada Intensitas Cahaya Matahari Yang Berbeda

Esha Garden - Wednesday, May 05, 2010
RINGKASAN: Adi Putranto Kusharsoyo. E01496028. Pengaruh Pupuk NPK, Asam Humat dan Frekuensi Pemanenan Terhadap Produktivitas dan Rendemen Handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) Pada Intensitas Cahaya Matahari Yang Berbeda. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc. dan Jr. Edhi Sandra.

"Back to Nature" merupakan suatu trend di era globalisasi ini. Termasuk dalam konsumsi obat wasir yang salah satu bahan baku utamanya menggunakan tumbuhan obat handeuleum (Graptophyllum pictum).

Walaupun telah diusahakan dalam skala industri, namun pemenuhan kebutuhan bahan bakunya masih belum tercukupi. Selama iui pemenuhan kebutuhan bahan baku diperoleh dari pemanenan di alam dan budidaya oleh petani yang masih konvensional. Bila eksploitasi dari alam ini dilakukan terus-menerus, suatu saat nanti dapat mengakibatkan kepunahan terhadap species handeuleum ini karena laju pemanenannya lebih linggi dibandingkan laju regenerasi alaminya. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu tindakan penyelamatan berupa upaya konservasi dan budidaya. Di sisi yang lain, walaupun budidaya telah dilakukan, namun upaya ini belum mampu menjawab permasalahan pemenuhan kebutuhan bahan baku obat wasir tersebut.

Budaya pemanenan hasil tanaman obat secara konvensional yang terikat pada selang waktu tertentu kadangkala membatasi hasil panen yang optimal dan upaya pengaturan metode, waktu dan trekuensi panen diharapkan akan merangsang peningkatan hasil panen daun tanaman handeuleum.

Penggunaan naungan pada budidaya tanaman intoleran (suka cahaya) dimaksudkan untuk melihat apakah ada peluang kemungkinan untuk diterapkannya farmaforestry (dalam hal ini tanaman obat handeuleum dan tanaman kehutanan).

Permasalahan di atas merupakan salah satu hal di bidang kehutanan yang harns dijawab, yaitu apakah pemberian pupuk dasar NPK dan pupuk bio-organik yang dikombinasikan dengan metode pengaturan waktu serta trekuensi pemanenan tertentu akan rnembantu meningkatkan produktivitas dan rendemen tanaman obat handeuleum dalam budidayanya. Dan berdasarkan hal di atas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK dengan ratio K berbeda, pemberian asam humat (Humegalm), frekuensi pemanenan dan interaksi diantara ketiganya terhadap produktivitas dan rendemen tanaman obat handeuleum pada dua blok lokasi tanam dengan lntensitas cahaya matahari yang berbeda (terbuka dan naungan).

Penelitian dilaksanakan di lahan kosong samping Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Jnstitut Pertanian Bogor selama 6 bulan dari bulan Juni sampai November 2000. Bahan yang digunakan adalah bibit handeuleum dari stek, pupuk NPK (campuran Urea: SP-36 KCI), pupuk bio-organik Humega. Sedangkan alat terdiri dari chainsaw, cangkul, golok, alat semprot, gunting stek, oven, timbangan elektronik, meteran, termometer basah dan kering, luxmeter, alat tulis.

Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahapan, yaitu : penyiapan lahan dengan land clearing, pembuatan lubang tanam, pemupukan, penanaman, perlakuan awal yang menyisakan satu cabang terbaik dan pemeliharaan. Parameter diukur 4 kali setiap 20 hari sekali meliputi data : persentase hidup tanarnan, pertambahan jumlah daun, jumlah pucuk, pertambahan jumlah trubusan, berat basah, berat kering daun dan rendemen berat daun. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok faktorial 4 x 2 x 2 dengan 12 ulangan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemberian pupuk NPK dengan ratio K yang berbeda memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter pertambahan jumlah daun dan berat basah daun hasil panen.

Pemberian asam humat tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap semua parameter produktivitas dan rendemen tanaman obat handeuleum yang diukur..

Frekuensi pemanenan terhadap daun memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada parameter: pertambahan jumlah daun, jumlah pucuk, berat basah dan berat kering daun hasil panen.

Interaksi antara ketiga faktor (pemberian pupuk NPK dengan ratio K berbeda, pemberian asam humat dan ftekuensi pemanenan daun) tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua parameter produktivitas dan rendemen tanaman obat handeuleum yang diukur.

Intensitas cahaya matahari sebagai blok memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap semua parameter produktivitas dan rendemen tanaman obat handeuleum yang diukur, kecuali pada persentase hidup tanaman.

Pemupukan NPK dengan ratio 1 : 1 : 2 memberikan pertambahan jumlah daun terbaik (18 daun) dan ratio 1:1:1 memberikan berat basah daun terbaik (48.082 gram). Frekuensi pemanenan 2 kali (20 hari sekali) memberikan nilai rata-rata pertambahan jumlah daun terbaik (22 daun), sedangkan ftekuensi 1 kali (40 hari sekali) memberikan nilai terbaik pada parameter jumlah pucuk (2 pucuk), berat basah (57.227 gram) dan berat kering daun (9.911 gram).

Bookmark and Share

03 May 2010

Stek Mikro Pada Kecambah Mahkota Dewa

Esha Garden - Monday, May 03, 2010
Ringkasan: Asep Hilimiah. STEK MIKRO PADA KECAMBAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) di bawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, Msi.

Selama ini bahan baku (simplisia) tumbuhan obat, mahkota dewa masih dipanen langsung dari aIam dan hanya sebagian keeil yang dipanen dari pohon yang telah dibudidayakan, jika hal ini terus dibiarkan, maka di khawatirkan akan terjadi kelangkaan dan bahkan kepunahan terhadap jenis tumbuhan obat tersebut.

Salah satu altematif yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan eara membudidayakannya. Salah satu cara dalam perbanyakan vegetatif adalah dengan stek. Stek (cutting) adalah salah satu upaya dalam mengusahakan perbanyakan tanaman daIam hal perakaran dari bagian tanaman yang dapat digunakan adalah (cabang, daun akar dan kecambah), yang mengandung mata dengan memotong dari induknya untuk cfrtanam. Sesuai dengan namanya stek mikro pada kecambah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerf). Stek ini diambil dari kecambah yang masih muda dan masih dalam masa pertumbuhan.

Perbanyakan tanaman dengan teknik stek mikro digunakan untuk mendapatkan atau memperbanyak pohon unggul sehingga teknik tersebut sangat di perlukan dalam perbanyakan tanaman. Ada beberapa tujuan pemanfaatan teknik stek mikro anlara lain, berupa perbanyakan tanaman unggulan, konservasi jenis-jenis tanaman atau tumbuhan yang hampir punah dan untuk mendapatkan jenis tanaman yang tahan penyakit tertentu.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan vegetatif secara stek, antara lain, berupa faktor daIam (tanaman) dan faktor luar (lingkungan). Penyetekkan kecambah mahkota dewa memerlukan kecambah yang sehat dan berdaun lebat serta tidak berpenyakit. Tinggi tanaman atau kecambah yang akan di stek mulai dari 10 sampai 15 cm. Penyetekan dilakukan pada waktu pagi hari atau sore.

Respirasi yang tinggi dan mengurangi tingkat stres tanaman. Dalam melakukan penyetekan terlebih dahulu kita menyiapkan alat dan bahan yang akan kita pergunakan, dalam melakukan penyetekannya sendiri diperlukan kecambah stek dengan tinggi 1sampai 3 cm dan ruas yang diambil dari kecambah sebanyak dua ruas. Pertumbuhan akar dapat dipercepat dengan memberikan harmon tumbuh untuk mempercepat pembentukan akar. Salah satu harmon tumbuh yang mampu mempercepat tumbuhnya akar yaitu auksin.

Hasil persentase bulan pertama mengalami penurunan yang drastis di setiap minggunya. Besar persentase tumbuhnya adalah 0% sehingga semuanya mengalami kematian. Sedangkan untuk bulan kedua mengalami keberhasilan hingga mencapai 80% yang teljadi pada media Zeolit Keberhasilan ini karena media zeolit mempunyai tekstur penampilan yang kasar dan mempunyai rongga udara yang besar. Hal ini menjadikan sirkulasi udara menjadi baik bagi pertumbuhan akar kecambah.

Untuk media kompos cesting dan sekam bakar mempunyai persentase keberhasilan yang sama yaitu 35%, keberhasilan ini tetjadi karena kompos cesting dan sekam bakar mempunyai daya serap air yang baik. Untuk hasil penelitian selama 2 bulan diperoleh nilai keberhasilan dan kegagalan pada setiap minggunya, nilai keberhasilan tertinggi di peroleh pada bulan kedua pengamatan minggu keempat dengan jenis media zeolit sebesar 80%. Pada setiap media persemaian di tanam bibit stek kecambah pada ketiga media, penelitian ini dilakukan dua kali percobaan untuk mengetahui keberhasilan tumbuh stek kecambah rnahkota dewa.

Persentase tumbuh pada media pertama untuk media zeolit sebesar 90%, kompos kesting dan sekam bakar 70%. Pada minggu ke-nol dilakukan penanaman stek kecambah mahkota dewa pada ke-3 media. Pada minggu pertarna stek masih dapat hidup dengan kondisi stek masih terlihat segar dan baik, tetapi masih ada yang mati atau tidak tahan. Pada minggu kedua stek kecambah masih mampu bertahan hidup dengan persentase tumbuh tiap media: zeolit: kompos kesting: sekam bakar adaIah 90%: 45% : 45%.

Pada saat minggu kedua kondisi tanaman masih terlihat segar tetapi untuk media kompos kesting dan sekam bakar masih mengalami penurunan jumlah yang hidup dan masih mengalami kerontokan daun. Pada minggu ke tiga muIai terbentuk kalus. Persentase tumbuh untuk zeolit sebesar 90% dan untuk sekam bakar 40% serta kompos kesting sebesar 45%. Minggu keempat mulai terbentuknya akar. Pembentukan akar terjadi karena ada pergerakan ke bawah dari auksin ke ujung batang, akan muncul di bagian batang menjadi akar adventif. Persentase tumbuh setiap media sampai bibit stek kecambah mahkota dewa mengeluarkan akar sebesar 80% untuk media zeoli!, 35% untuk media kompos kesting dan sekam bakar.

Pencegahan terhadap hama dan penyakit sangat penting untuk dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan persen tumbuh stek kecambah. Pencegahan terhadap hama dan penyakit pada pene!itian ini dilakukan dengan pemberian fungisida Dosis fungisida yang diberikan yaitu sebesar 2.5 ml per 250 ml air.

Bookmark and Share

01 May 2010

Pengaruh Jarak Tanam Bambu dan Tanamau Sela Tumbuhan Obat terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Sculttes F.

Esha Garden - Saturday, May 01, 2010
ARIES GUNAWAN. E03496047. Pengaruh Jarak Tanam Bamhu dan Tanamau Sela Tumbuhan Obat terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Sculttes F.) Backer ex. Heyne). Dibimbing oleh Bapak Jr. Siswoyo, MSi dan Bapak Ir. Edhi Sandra.

RINGKASAN
Bambu Betung (Dendrocolamus asper) merupakan tumbuhan endemik, jangkauan temp at tumbuhnya iuas dan memiliki banyak kegunaan seperti bahan bangunan, perabot rumah tangga, rebung dau lain-lain. Jenis ini sudah banyak dibudidayakan oieh masyarakat. Namun budidaya yang dilakukan secara monokultur mengakibatkan adanya ruang kosong diantara tanaman bambu tersebut, sehingga penggunaan lahannya menjadi tidak optimal. Penanaman tumbuhan obat diantara tanaman bambu tersebnt merupakan salah satu aitematif yang dapat diterapkan dalam rangka mengaptimalkan penggunaan lahannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengarub jarak tanam bambu dan penanaman tanaman seia tumbuhan obat terhadap pertumbuhan dan produktivitas rebung bambu betung.

Tahapan peuelitian meliputi : persiapan dan pengolahan iahan, pembibitan tumbuhanoabat, penanaman tumbuhan obat, pemeliharaan tanaman dan pengamatan. Tumbuhan obat yang ditanam di areal tersebut terdiri dari tujuh jenis meliputi : kumis kucing, temu iawak, temu item, katuk, kencur, raja gowah dan lengkuas. Peubah yang diamati daiam penelitian ini meliputi : pertambahan tinggi rebung, pertambahan diameter rebung, jumlah rebung, dan interaksi masyarakat dengan tanaman bambu. Pengamatan tinggi dan diameter rebung dilakukan setiap hari selama 16 hari pengukurn, sedangkan pengamatan jumlah rebung dilakukan selama lima bulan dan interaksi masyarakat dengan tanaman bambu dilakukan selama sembilan bulan. Data yang diperaleh kemudian dianalisa secara deskriptif.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penanaman tanaman seia berupa tumbuhan obat diantara tanaman bambu betung pada berbagai jarak tanam mengakibatkan penW'unan rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter rebung, jumIah rebung ~erta rata-rata pertambahau voiume rebung. Bosamya penW'unan rata-rata pertambahan tinggi rebung, diameter rebung, jumIah rebung dan rata-rata pertambahan voiume secara berturut-turut adalah sebesar 16,552%,41,133%,17,093% dan 51,983%.

Dilihat dari jarak tanam bambu betungoya terlihat bahwa semakin lebar jarak tanam mengakibatkan rata-rata pertambahan tinggi rebung semakin kecil dan rata-rata pertambahan diameter rebung semakin besar. Namun untuk rata-rata jumlah rebung tidak terlihat perbedaan yang besar.

Rata-rata pertambahan tinggi rebung terbesar terdapat pada areal tanaman bambn dengan jarak tanam 5 m x 5 m, sebesar 0,721 cm/hari dan terkecil pada jarak tanam 8 m x 8m sebesar 0,619 cm/hari. Rata¬rata pertambahan diameter rebung terbesar terdapat pada areai tanaman bambu dengan jarak tanam 8 m x 8 m sebesar 0,364 cm/hari, dan terkecil pada jarak tanam bambu 5 m x 5 m, sebesar 0,285 cm/hari.

Rata-rata jumlah rebung terbesar pada areal tanaman bambu dengan jarak tanam 8 m x 8 m sebesar 70,677 rebung/bulan/hektar dan terkeeil pada jarak tanam 8 m x 6 m sebesar 29,324 rebung/bulan/hektar. Sedangk~ rata-r~ta pertambahan volume terbesar terdapat pada areal. tanaman bambu dengan jarak tanam 8 m x 8 m sebesar 70,943 cm/hari dan terkeeil pada jarak tanam 8 m x 6 m sebesar 49,382 cm/hari.

Untuk kombinasi antara penanaman tanaman sela tumbuhan obat dan jarak tanam diperoleh hasil bahwa rata-rata pertambahan tinggi terbesar terjadi pada jarak tanam bambu betung 5 m x 5 m yang tanpa ditanami tumbuhan obat, yaitu sebesar 0,805 cm/hari dan terkeeil pada jarak tanam bambu betung 8 m x 8 m yang ditanami tumbuhan obat yaitu sebesar 0,578 cm/hari.

Untuk rata-rata pertambahan diameter rebung terbesar terjadi pada jarak tanam bambu betung 8 m x 8 m yang tanpa ditanami tumbuhan obat yaitu sebesar 0,436 cm/hari dan terkecil pada jarak tanam bambu betung 5 m x 5 m yang ditanami tumbuhan obat, yaitu sebesar 0,197 cm/hari. Rata-rata jumlah rebung terbesar terjadi pada jarak tanam bambu betung 8 m x 8 m yang tanpa ditanami tumbuhan obat, yaitu sebesar 78,195 rebung/bulan/hektar dan terkeeil pada jarak tanam bambu betung 8 m x 6 m yang ditanami tumbuhan obat, yaitu sebesar 27,068 rebung/bulan/hektar.

Sedangkan rata-rata pertambahan volume terbesar terdapat pada jarak tanam 8 m x 8 m tanpa tanaman sela tumbuhan obat sebesar 97,097 cm/lhari dan terkeeil pada kombinasi jarak tanam bambu 6 m x 8 m dengan tanaman sela tumbuhan obat sebesar 31,879 cm/hari.
Hasil pengamatan menunjukkan adanya interaksi antara tanaman bambu dengan masyarakat. Hal ini tercermin dari jumlah rebung yang dicuri selama 9 bulan pengamatan sebanyak 79 rebung dan bambu sebanyak 8 buah.


Bookmark and Share

30 April 2010

Pengaruh Bawang Merah terhadap Cangkok Mahkota Dewa

Esha Garden - Friday, April 30, 2010
RINGKASAN: Puji Soepriati, E. 33101061. Pengaruh Bawang Merah terhadap Cangkok Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa(scheff.) Boert.], dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra,Msi.

Kegiatan penelitian dan pengembangan tumbuhan obat bertujuan untuk meningkatkan eksport non migas dan menunjang industri obat modem serta obat tradisional. Obat tradisional diikutsertakan untuk mencapai tujuan tersebut mengingat pengobatan modem di negara-negara sedang berkembang belum dapat menjangkau seluruh lapisan, masyarakat (Indonesia baru mencapai 52,1%). (Anonim. 1985 dalam Basori, 1993)

Sekarang ini kebutuhan akan tumbuhan obat cukup tinggi. Ini terlihat dari antusias masyarakat menanam Mahkota Dewa dan makin meningkatnya daya beli masyarakat yang menyebabkan beberapa konsumen beranggapan bahwa tumbuhan obat (Mahkota dewa) merupakan suatu kebutuhan. Hal ini menggambarkan prospek akan tumbuhan di Indonesia cukup menggembirakan.

Untuk menjamin pemanfaatan dan pelesteriannya perlu diimbangi dengan upaya konservasi sebagai salah satu langkah didalam upaya konservasinya adalah dengan perkembangbiakannya. Dan untuk memenuhi kebutuhan tumbuhan obat perlu adanya kerjasama dalam hal pertuasaan ilmu pengetahuan tentang pendidikan budidaya tumbuhan obat sehingga dapat memenuhi tujuan konservasi sumberdaya alam dapat bersifat komersial.

Mahkota Dewa merupakan salah satu tanaman obat yang multi khasiat. Sosoknya berupa perdu dengan tajuk bercabang-cabang. Umumnya dapat mencapai puluhan tahun dengan masa produktivitas mencapai 10-20 tahun. Mahkota Dewa berasal dari daerah Papua. Tanaman ini terkadang masih dapat dijumpai tumbuh liar didaerah hutan pada ketinggian 10-1200 m dpl dengan curah hujan rata-rata 1000-2500 mmltahun. (Harmanto, 2003). Sebagian ahli botani menamainya berdasarkan tempat asalnya, yaitu Phaleria papuana Warb. Var. Wichanii (Vai) Back. Mahkota Dewa tergolong tanaman yang hidup diberbagai kondisi.

Perbanyakan tumbuhan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu cara vegetatif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mencangkok. Pencangkokan adalah suatu usaha kegiatan perbanyakan tanaman yang dilakukan secara vegetatif untuk menghasilkan suatu anakan yang menyerupai sifat induknya. Dalam melakukan suatu pencangkokan harus mengetahui tahapan-tahapan proses untuk menghasilkan cangkokan yang baik.

Tahapan tersebut diantaranya adalah tahapan pembuatan cangkok sayat, tahapan pembersihan kambium, tahapan mengeringanginkan, tahapan pemberian hormon, membungkus sayatan dan pemeliharaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pencangkokan adalah faktor tanaman, faktor lingkungan, dan faktor pelaksanaan (teknis pencangkokan).

Menurut Dephut (1987), hormon tumbuh adalah zat organik oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis. Salah satu ..hormon tumbuh yang tidak teriepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah auksin. Auksin selain terdapat dalam tanaman dapat juga dibuat secara sintetik dan dapat juga digunakan untuk berbagai keperiuan antara lain untuk memacu pertumbuhan dan pembentukan akar (hormon tumbuh akar).

Salah satu hormon tumbuh untuk merangsang pertumbuhan akar adalah auksin. Bawang merah mengandung auksin, sehingga dapat menggantikan auksin. Dilihat dari segi ekonomis bawang merah lebih murah dibandingkan auksin.

Bookmark and Share

29 April 2010

Pengaruh Pemberian Pil KB terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth.)

Esha Garden - Thursday, April 29, 2010
RINGKASAN:Ikrar Teguh Wibawa (E03400066). Pengaruh Pemberian Pil KB terhadap Pertumbuhan Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth.). di bawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, MSi. dan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS.

Tanaman obat merupakan salah satu alternatif pengobatan yang semakin diminati pada saat sekarang ini. Semakin meningkatnya kebutuhan akan tanaman obat mengakibatkan terdapat beberapa tanaman obat yang keberadaanya di alam mulai langka dan mengalami kepunahan. Salah satunya adalah pule pandak (Rauvolfia serpentina Benth) yang berkhasiat menyembuhkan penyakit hipertensi. Untuk menjaga kelestariannya, maka tindakan konservasi harus dilakukan dengan melakukan pengembangan budidaya yang efektif dan efisien.

Akhir-akhir ini terdapat anggapan masyarakat bahwa pemberian pil KB terhadap tanaman tertentu menghasilkan kualitas tanaman lebih baik. Hal ini berdasar pada kasus pemberian pi! KB pada tanaman aglonema sp. dan labu (Cucurbitta sp.) oleh beberapa orang yang menghasilkan tanaman tersebut tumbuh dengan memuaskan. Diduga pil KB mengandung kolkisin sehingga menjadikan tanaman tersebut memiliki pertumbuhan yang sangat eepat.

Bila anggapan masyarakat itu benar, sangat mungkin pemberian pil KB pada pule pandak merupakan salah satu cara pengembangan yang efektif dan efisien. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini selain untuk mengetahui pengaruh pemberian pil KB terhadap pertumbuhan pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) serta sebagai informasi guna meluruskan isu di masyarakat yang belum jelas kebenarannya.

Penelitian dilakukan di rumah kaca Laboratorium Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Penelitian dilakukan selama 12 minggu pada bulan April - Juli 2005. Prosedur penelitian yang dilakukan antara lain seleksi bibit, pemeliharaan, pengamatan, pengambilan dan pengolahan data.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap I faktor dengan tujuh taraf perlakuan yang merupakan dosis pemberian yang dibagi dalam 2 kelompok pemberian, yaitu satu kali pemberian: (I) pemberian pil KB sebanyak 1 butir (0,18 mg), (2) pemberian pil KB sebanyak 2 butir (0,36 mg), (3) pemberian pil KB sebanyak 3 butir (0,54 mg), dan tiga kali pemberian : (4) pemberian pil KB sebanyak I butir (0,18 mg) per minggu, (5) pemberian pil KB sebanyak 2 butir (0,54 mg) per minggu, (6) pemberian pil KB sebanyak 3 butir (0,36 mg) per minggu dan (7) kontrol.

Pada penelitian ini parameter pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah pertambahan daun dari minggu ke-I sampai minggu ke-12 setelah perlakuan.

Berdasarkan hasil pengukuran pada tumbuhan pule pandak yang diamati, perlakuan pemberian pil KB I butir (0,18 g) memiliki pertambahan tinggi terbesar dengan nilai 8,40 cm. Sedangkan perlakuan pemberian pil KB 3 x 2 butir (0,36 g) memiliki pertambahan tinggi terkecil yaitu 5,82 cm. Hasil analisis uji Anova memmjukkan pemberian pil KB tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tumbuhan pule pandak.

Dari hasil pengarnatan perturnbuhan tinggi perminggu, tidak terdapat laju pertumbuhan yang terhambat. Hal ini menunjukkan tidak terdapat aktivitas kolkisin, sehingga dugaan pil KB rnengandung kolkisin tidak terbukti.

Perkembangan diameter tanaman setelah diberi perlakuan tidak rnenunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Hanya tumbuhan dengan perlakuan pemberian pil KB 3 x 3 butir per minggu saja yang menunjukkan perbedaan dengan turnbuhan kontrol sedangkan tumbuhan yang lainnya relatif sarna Berdasarkan pengamatan visual, adanya satu perlakuan yang menonjol lebih didasarkan pada kondisi tanaman tersebut yang lebih diuntungkan dalam hal melakukan fotosintesa.

Nilai rata-rata jurnlah pertarnbahan daun tertinggi dirniliki oleh tanaman dengan perlakuan pemberian pil KB I butir dengan nilai rata-rata jurnlah pertambahan daun sebesar 13 helai. Sedangkan nilai rata-rata jumlah pertambahan daun terendah dirniliki oleh tanaman dengan perlakuan pernberian pil KB 3 x 1 butir dengan nilai rata-rata jumlah pertambahan daun sebesar 9 helai. Tanaman dengan perlakuan tersebut merupakan satu-satunya yang memiliki nilai rata-rata jumlah pertambahan daun lebih kecil dari nilai rata-rata jurnlah pertambahan daun tanaman kontrol yang memiliki nilai sebesar 10 helai. Hasil uji Anova . menunjukkan pil KB berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun tanaman.


Bookmark and Share

28 April 2010

Anoectochilus setaceus (Blume) Lindley. dan Anoectocilus formosanus Hayata pada Berbagai Konsentrasi Thidiazuron Secara In Vitro

Esha Garden - Wednesday, April 28, 2010
ABSTRAK: ENDAH DWI RAHAYU. Anoectochilus setaceus (Blume) Lindley. dan Anoectocilus formosanus Hayata pada Berbagai Konsentrasi Thidiazuron Secara In Vitro. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan LAZARUS AGUS SUKAMTO.

Anggrek teratai benang emas genus Anoectochilus diantaranya adalah Anoeclochilus setaceus dan Anoectochilus formosanus. Anggrek teratai benang emas dikenal sebagai tumbuhan hias juga dikenal sebagai tumbuhan obat dan bernilai ekonomi tinggi. Masyarakat melakukan eksploitasi secara besar-besaran, sehingga mengancam kelestariannya.

Perbanyakan anggrek teratai benang emas secara konvensional sangat sulit dikembangkan di lapang. Teknik in vitro atau teknologi kultur jaringan tumbuhan dapat membantu melestarikan tumbuhan obat yang terancam punah ini.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh zat pengatur tumbuh thidiazuron (TDZ) terhadap Anoectochilus setaceus dan Anoectochilus{ormosanus secara in vitro. Rancangan yang digunakan dalam menganalisa data hasil penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap dengan jumlah perlakuan 5 dan jumlah ulangan tidak sarna. Metode yang digunakan biasa disebut sebagai metode tetap dengan ulangan tidak sarna.

Pemberian konsentrasi TDZ tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada Anoectochilus setaceus dan Anoeclochilus formosanus tahap I akan tetapi berpengaruh nyata pada Anoeclochilus formosanus tahap 2 pada media kontrol.

Pemberian konsentrasi TDZ tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada Anoectochilus setaceus dan Anoectohilus formosanus tahap I akan tetapi berpengaruh nyata dengan jumlah tunas tertinggi pada konsentrasi TDZ 0,00 1 ppm pada Anoectochilus formosanus tahap 2.

Pengamatan terhadap parameter jumlah akar berpengaruh nyata pada Anoectochilus setaceus, tidak berpengaruh nyata pada Anoectochilus formosanus tahap I dan berpengaruh sangat nyata pada Anoeclochilus formosanus tahap 2. Pengaruh terbaik terhadap pembentukan jumlah akar Anoectochilus pada media kontrol.


Bookmark and Share

Pengaruh Media Dasar dan Penambahan Persenyawaan Organik. Kompleks terhadap Pertumbuhan Semai Anggrek Bulan Raksasa (Phalaenopsis gigantea )

Esha Garden - Wednesday, April 28, 2010
RINGKASAN: Tri Widyastuti. E03499021. Pengaruh Media Dasar dan Penambahan Persenyawaan Organik . Kompleks terhadap Pertumbuhan Semai Anggrek Bulan Raksasa (Phalaenopsis gigantea J.J. Smith, 1909) pada Kultur In Vitro. Dibawah Bimbingan Ir. Edhi Sandra, MSi. dan Ir. Djauhar Asikin, MSc.

Anggrek Bulan Raksasa (Phalaenopsis gigantea) adalah salah satu anggrek endemik Kalimantan, bunganya cukup besar, berbau harum, bentuknya menarik dengan warna kelopak dan mahkota bunga kuning-kehijauan sampai putih dihiasi totol-toto1 merah keunguan sampai kecoklatan (Iswanto, 2001; Puspitaningtyas & Mursidawati, 1999). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 anggrek ini termasuk tumbuhan yang dilindungi dan berstatus kritis dalam kategori tumbuhan langka (Mogea, 2001). Di alam keberadaan jenis anggrek ini mengalami keterancaman. Hal ini disebabkan banyaknya eksploitasi yang dilakukan oleh manusia serta rusak dan hilangnya habitat asli. Jika ha1 ini terjadi 'terus-menerus, anggrek bulan raksasa akan mengalami kepunahan. Untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan suatu upaya konservasi secara eks-situ. salah satu caranya melalui teknik kultur in-vitro. Dengan teknik ini perkecambahan biji anggrek dapat ditingkatkan.

Modifikasi media dapat meningkatkan produksi anggrek bulan raksasa secara kualitatif dan kuantitatif dibandingkan dengan produksi dari alam. Salah satu modifikasi media yaitu melalui penambahan persenyawaan organik pisang ambon lumut, ubijalar dan kentang pada berbagai media dasar, yaitu Murashige & Skoog Yo konsentrasi (1/2 MS), Vacin & Went (VW), Knudson C (KC) dan Hyponex (pupuk daun). Dengan cara ini diharapkan pertumbuhan dan perkecambahan anggrek bulan raksasa dapat dioptimalkan.

Penelitian ini di1aksanakan di Unit Kerja Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek Kebun Raya Bogor se1ama 6 bulan (Februari - Juli 2003). Percobaan ini terdiri atas dua faktor, faktor pertama adalah 4 jenis media dasar (1/2 MS, VW, KC dan Hyponex) yang dikombinasikan dengan faktor kedua yaitu 4 persenyawaan organik (tanpa persenyawaan organic/kontrol, pisang 100 g/I; ubi jalar 100 g/I; kentang 100 g/l). Kombinasi tersebut ditambahkan dengan gula pasir, arang aktif, pepton dan agar¬agar. Bahan eksplan yang digunakan adalah semai hasil perkecambahan biji yang berumur 21 bulan, dengan tinggi berkisar 9-21 mm dan jumlah daun 1-4 helai. Parameter pertumbuhan yang diamati adalah jlmllah akar, panjang akar maksimum, tinggi plantlet, jumlah daun, lebar daun maksimum, warna daun dan jumlah tunas.

Perlakuan media dasar dan penambahan persenyawaan organik kompleks terhadap eksplan anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea) serta interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap parameter pertumbuhan plantlet. Jenis media dasar memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah akar, panjang akar maksimum dan jumlah daun; berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas serta tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi plantlet dan lebar daun maksimum. Media dasar Yo MS, VW dan KC

memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan jumlah akar, panjang akar maksimum, jumlah daun dan jumlah tunas. Sedangkan media dasar Hyponex selain berbeda sangat .nyata terhadap ketiga media dasar lainnya juga memberikan hasil terendah terhadap pertumbuhan jumlah akar, panjang akar maksimum, jumlah daun, lebar daun maksimum dan jumlah tunas.

Persenyawaan organik kompleks memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah akar, panjang akar maksimum, jumlah daun serta lebar dann maksimum dan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi plantlet dan jumlah tunas.

Ekstrak pisang 100 g/l, ubi jalar 100 g/l dan kentang 100 g/l memberikan pengaruh 'yang sama terhadap pertumbuhan jumlah akar dan jumlah daun. Sedangkan ekstrak pisang 100 g/I dan ubi jalar 100 g/l selain memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan jumlah akar, panjang akar makimum, jumlah daun dan lebar daun maksimum juga memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak kentang 100 g/l dan kontrol. Tanpa penambahan persenyawaan organik memberikan hasil terendah terhadap parameter pertumbuhan jumlah akar, panjang akar maksimum, tinggi plantlet, jumlah daun dan lebar daun maksimum.

lnteraksi antara media dasar dengan persenyawaan organik tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan plantlet kecuali pada panjang akar maksimum. Dari semua parameter pertumbuhan plantlet yang tidak nyata terlihat bahwa kombinasi antara perlakuan media dasar Yz MS, VW dan KC dengan penambahan persenyawaan organik cenderung menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan kontrol.

Sedangkan untuk semua kombinasi media dasar Hyponex baik itu dengan penambahan persenyawaan organik maupun kontrol memberikan hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ketiga media dasar lainnya. Interaksi antara media dasar VW dengan penambahan ekstrak pisang 100 g/l memberikan hasil terbaik pada panjang akar maksimum.

Media dasar Yz MS dan penambahan ekstrak pisang 100 g/I menghasilkan warna daun hijau tua pada plantlet. Sedangkan pada media dasar Hyponex, semua perlakuan mengalami gejala klorosis (daun berwarna hijau kekuningan). Media dasar y, MS, VW dan KC yang dikombinasikan dengan penambahan ekstrak pisang 100 gr/l atau ubi jalar 100 gr/l adalah media dasar yang baik untuk pertumbuhan tanaman anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea) dalam kultur in-vitro (sub-kultur).


Bookmark and Share

27 April 2010

Teknik Budidaya Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata. Lindl 1853)

Esha Garden - Tuesday, April 27, 2010
RINGKASAN: M. FIRDAUS E 08399036. Teknik Budidaya Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata. Lindl 1853), dibawah bimbinqan Ir. Edhi Sandra, MSi.

Keanekaragaman hayati. yang terhimpun dalam berbagai tipe ekosistem hutan merupakan kekayaan alam Indonesia, yang pemanfaatannya telah mengalami sejarah yang panjang sebagai bagian dari kebudayaan dan penunjang perekonomian bangsa. Dewasa ini diperkirakan terdapat 5000 jenis anggrek alam yang hidup di Indonesia. Tingginya tingkat keanekaragaman jenis anggrek akan tenus berkurang dengan adanya pengrusakan hutan sebagai habitat alami anggrek dan eksploitasi hasil hutan non kayu, khususnya anggrek yang berlebihan sehingga menyebabkan beberapa jenis anggrek alam terancam punah, diantaranya anggrek hitam (Coelogyne pandurata, Lindl). Selain kegiatan konversi habitat anggrek hitam, kelangkaan anggrek hitam disebabkan oleh karena tingkat regenerasi yang sangat terbatas sehingga perbanyakan anggrek hitam di alam terancam kelestariannya.

Kegiatan tugas akhir dilakukan di Taman Anggrek Indonesia Permai dan Unit Kultur Jaringan Laboraturium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Kegiatan yang dilakukan meliputi penanaman, pemeliharaan dan perbanyakan tanaman.

Penanaman anggrek hitam meliputi kegiatan pemindahan bibit botolan, pemindahan bibit kompot dan memindahtanamkan anggrek dewasa. Pemindahan bibit botolan dilakukan setelah bibit menyentuh botol. Langkah-Iangkah pemindahan bibit botolan yaitu, pengisian air kedalam botol dan dikoeok, mengeluarkan bibit dari botol, dicuci hingga bersih dan direndam dalam larutan fungisida selanjutnya ditanam pada media. Pemindahan bibit kompot secara tunggal pada pot individu setelah bibit meneapai tinggi 5 em atau lebih kedalam media tanam berupa peeahan batu bata, genting, pakis, arang dan sabut kelapa. Anggrek dewasa dapat ditanam pada pot seperti media kompot atau dapat juga ditanam pada potongan kayu, blok pakis dan batang pohon.

Pemeliharaan anggrek alam pada umumnya sama dengan anggrek budidaya pada umumnya yaitu pemupukan, penyiraman, pengaturan cahaya dan temperatur serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan anggrek muda supaya pertumbuhannya lebih baik dan cepat diberikan pupuk dengan perbandingan unsur N yang lebih tinggl misalnya Vitabloom 30 :10 :10, Untuk mempercepat anggrek berbunga maka diberikan pupuk dengan perbandingan P yanglebih tinggi dan untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan pupuk yang diberikan dengan perbandingan N, P dan K yang seimbang.

Penyiraman anggrek sebaiknya dilakukan dengan menggunakan semprotan sehingga tidak menghanyutkan media tumbuh atau merusak batang dan bunga. Waktu penyiraman yang baik dan benar yaitu berada diantara kedua titik ekstrim (titik kekurangan air dan kelebihan air). Kebutuhan tanaman anggrek akan cahaya tergantung dari intensitasnya yaitu 50-60 % dan lama penyinaran 8-10 jam perhari. Temperatur yang dapat mendukung anggrek hitam dapat berkemban~ dengan baik yaitu 27 _30°C pada siang hari dan pada malam hari berkisar 20-24°C.

Timbulnya serangan hama antara lain disebabkan oleh faktor iklim (salah satu penunjang berbiaknya hama dan penyakit) dan faktor biologis (kemampuan hewan dan jasad renik untuk berkembangbiak). Hama yang biasa menyerang anggrek hitam adalah keong, semut, belalang dan kumbang gajah. Sedangkan penyakit tanaman anggrek disebabkan oleh cendawan, bakteri maupun virus. Beberapa jenis penyakit yang sering dijumpai pada anggrek hitam adalah penyakit buluk, penyakit busuk akar, penyakit layu dan penyakit bercak bercincin. Jenis-jenis hama tersebut dapat dikendalikan dengan cara mekanis maupun kimia.

Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara mengambil dan membunuh hama yang terlihat, sedangkan cara kimia dengan menggunakan pestisida. Pengendalian serangan penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida yang disebabkan serangan jamur dan bakteri, sedangkan penyakit yang disebabkan virus tidak dapat disembuhkan dengan obat, penyakit ini hanya dapat dikendalikan dengan pencegahan yakni dengan menbuang bagian tanaman yang sakit serta mensterilkan semua alat-alat potong yang digunakan untuk merawat tanaman anggrek. Macam-macam pestisida yang digunakan dalam pengobatan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman anggrek.

Perbanyakan tanaman anggrek dapat dilakukan dengan cara perbanyakan secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan generatif merupakan perbanyakan yang umum dialami oleh semua organisme. Pada tanaman anggrek untuk penyerbukan bunga dapat diambil dari tepung sari dari bung a itu sendiri atau dapat juga dari bunga tanaman lain. Kadang-kadang setelah satu bunga diserbuki tetapi tidak diperoleh buah dan biji yang diharapkan, hal ini dapat disebabkan karena lemahnya tepung sari dari bunga tersebut sehingga tidak dapat tumbuh dan membuahi sel telur. Ada juga kegagalan yang disebabkan ketidakcocokan antara tepung sari dengan cairan yang ada di kepala putik atau dengan sel telurnya yang disebut dengan self incompatibility.

Perbanyakan vegetatif pada anggrek hitam dapat dilakukan dengan cara splitting, keiki dan kultur jaringan. Splitting dilakukan dengan cara membagi tanaman menjadi individu baru dan ditanam dalam pot yang berlainan. Keiki merupakan tanaman yang sering dijumpai tumbuh pada atau keluar dari

buku tanaman dewasa. Keiki ini dapat membentuk akar sehingga merupakan suatu individu yang terpisah. Setelah akar cukup banyak keiki dapat dipisahkan dari induknya dan ditanam didalam pot.

Perbanyakan dengan metode kultur jaringan membutuhkan sarana laboraturium yang terdiri dari beberapa ruangan yang dalam setiap kegiatan harus dalam keadaan steril. Untuk memudahkan pekerjaan dalam kegiatan kultur jaringan dilakukan pembuatan larutan stok media berupa unsur makro, mikro, vitamin, myo-inositol dan larutan stok zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin dan giberrelin. Media tanam kultur jaringan dapat berupa cair atau padat, pembuatan media tanam dapat dilakukan dengan pencampuran larutan stok yang telah disediakan ditambahkan dengan gula dan agar-agar.

Media yang sudah jadi perlu disterilisasikan untuk membunuh bakteri. Persiapan penanaman meliputi sterilisasi alat di autoclave selama 1 jam dengan tekanan 20 psi, alat-alat yang telah disterilkan dimasukkan kedalam laminar air flow cabinet yang telah disemprot dengan alkohol atau disterilkan dengan penyinaran ultra violet.

Bahan tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan berupa pucuk, meristem, daun muda, tunas muda dan bunga. Bahan eksplan disterilisasikan dengan perendaman kedalam HgCI dan clorox kemudian dibilas dan ditanam. Eksplan anggrek ditanam pada media cair, kultur cair tidak dapat diletakkan dalam keadaan diam secara terus menerus karena eksplan akan mati bila lerus didiamkan. Kultur yang telah tertutup rapat didalam botol harus diletakkan pad a shaker, dan dikocok terus menerus yang diletakkan pada suhu kamar sekitar 25° C. Eksplan yang ditanam pada media tersebut masih membentuk sel yang tidak dapat dibedakan. Supaya sel yang seragam tersebut dapat tumbuh menjadi jaringan yang dapat dibedakan, perlu dilakukan penambahan hormon tanaman tertentu seperti auksin, sitokinin alau gibberellin.


Bookmark and Share

26 April 2010

Persepsi Dan Sikap Masyarakat Kota Bogor Terhadap Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata LindI.)

Esha Garden - Monday, April 26, 2010
RINGKASAN: DARMA BONIFACIUS PARULIAN HUTABARAT. E 34101061. Persepsi Dan Sikap Masyarakat Kota Bogor Terhadap Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) (Studi Kasus di Pedagang Tanaman Hias Kota Bogor), Dibawah Bimbingan EDHI SANDRA

Anggrek merupakan salah satu kekayaan hayati indonesia. Tergolong jenis anggrek hutan yang.langka dan diminati banyak orang. untuk koleksi, atau sebagai prospek bisnis. Hal ini akan mengancam anggrek hitam kepada kepunahan apabila terjadi pengeksploitasian secara terus menerus. Untuk itu, perlu diupayakan teknis budidaya dan pelestarian yang tepat. Sikap masyarakat terhadap anggrek hitam menjadi. satu hal yang perlu diketahui, dan persepsi seseorang terhadap anggrek hitam besar pengaruhnya, karena persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku.

Penelitian ini dilakukan di pedagang tanaman hias Kota Bogor, dengan menggunakan metode pendekatan deskriptif. Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tulis, kamera, tape recorder, dan kuisioner. Janis dan sumber data yang diteliti terbagi kedalam data primer yang mencakup karakteristik, sikap dan persepsi. Sementara data sekunder mencakup kondisi dan masyarakat kota bogor. Metode pengambilan responden dengan menggunakan Purposive Sampling dangan ukuran sampel Slovin (1990), dan teknik pengolahan data menggunakan skala Likert (STS, TS, CS, S, SS) serta rating.

Karakteristik responden yang memiliki persentase tertinggi adalah wanita (57%), 31-40 tahun (31%), tingkat pendidikan adalah perguruan tinggi (63%),jenis pekerjaan adalah wirausaha dan swasta (35%), pendapatan/bulan antara Rp 2.000.000 - Rp 3.000.000 dan status pernikahan adalah menikah (64%). Masyarakat Kota Bogor menunjukkan persepsi yang positif terhadap anggrek hitam. Dengan nilai tertinggi 420 (rata-rata 4,20), pada Anggrek hitam merupakan tanaman langka' dan persepsi terendah dengan nUai 343 (rata-rata 3,43), yaitu persepsi 'habitat asli’ anggrek hitam adalah hutan.

Pola sikap tertinggi adalah koleksi anggrek hitam (60%), hari dan waktu tidak tentu (30%) dan (66,6%), dilakukan di halaman rumah (83,3%), dengan keluarga (50%), dilakukan 1 x 1 bulan dalam 2 bulan terakhir (30%), sudah menjadi kebiasaan (91,6%) dengan tingkat kepuasaan sangat puas (53,3%) dan pola sikap terendah adalah Membaca literatur anggrek hitam (12%), dengan hari dan waktu tidak tentu (50%) dan (66,6%), dilakukan di rumah (41,6%), sendiri (75%), tidak pernah dilakukan dalam 2 bulan terakhir (100%), tidak ada pilihan aktivitas (50%), dengan kepuasan cukup puas (50%).

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah masyarakat Kota Bogor mempunyai persepsi positif terhadap anggrek hitam dan pemerintah kota bogor diharapkan lebih berperan serta dalam menggalakkan program konservasi dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

Kata kunci : persepsi, Sikap, Masyarakat, Anggrek hitam



Bookmark and Share

Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.) secara Kultur In-vitro dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin (BAP dan Kinetin)

Esha Garden - Monday, April 26, 2010
RINGKASAN: Eka Primawati. E34101035. Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.) secara Kultur In-vitro dengan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin (BAP dan Kinetin). Dibimbing oleh: Ir Edhi Sandra, M.Si. dan Mia Kosmiatin, S.Si, M.Si.

Cendana (Santalum album Linn.) merupakan hasil hutan kayu yang khas dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Timur (Timtim). Tanaman ini mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena dapat menghasilkan minyak atsiri dengan aroma spesif1k, sebagai bahan dasar parfum, sabun dan kemenyan serta mempunyai khasiat sebagai obat pereda kejang, mual dan demam. Keberadaan Cendana sekarang merupakan tanaman langka, hal ini tercatat dalam IUCN Red List 1994 merupakan Threatened Species. Oleh sebab itu segera dilakukan tindakan budidaya, salah satunya melalui kultur in-vitro dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) Sitokinin yaitu BAP (6-benzylaminopurine), Kinetin (6¬furfurylaminopurine) dan kombinasinya. Supaya mendapatkan perbanyakan Cendana optimal, maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian zat pengatur tumbuh kelompok Sitokinin yaitu BAP, Kinetin atau kombinasinya pada perbanyakan Cendana.

Kegiatan Penelitian berlangsung di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumouhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, selama 5 bulan mulai dari bulan Mei sampai September 2005. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktorial yaitu pemberian ZPT berupa BAP, Kinetin dan kombinasinya, diberikan pada media Murashige and skoog (MS) terdiri atas 10 perlakuan dengan masing-masing perlakuan 10 ulangan. Perlakuan Al (BAP 0 mg/I : Kinetin 0 mg/I), A2 (BAP 0.5 mg/I : Kinetin 0 mg/I), A3 (BAP I mg/I : Kinetin 0 mg/I), A4 (BAP 1.5 mg/I : Kinetin 0 mg/I), AS (BAP 2.0 mg/I : Kinetin 0 mg/I), A6 (BAP 0 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I), A7 (BAP 0.5 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I), A8 (BAP 1.0 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I), A9 (BAP 1.5 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I), dan AIO (BAP 2.0 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I). Peubah-peubah yang diamati dan diukur adalah pengamatan visual, jumlah tunas, jumlah buku, tinggi dan jumlah daun.

Berdasarkan hasil pengamatan visual terjadi kontaminasi, namun cukup rendah sebesar 17%. Eksplan berupa pucuk yang digunakan menunjukan gejala pencoklatan terutama pada bagian yang dipotorig. Terdapat pertumbuhan kalus, namun tidak mendominasi pada setiap perlakuan, hanya terdapat pada beberapa eksplan pada perlakuan A9 (BAP 1.5 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I). Kerontokan daun terjadi hingga mencapai presentase 15.61%, kemudian dilakukan tindakan subkultur dengan dilakukan penambahan Glutamin sebanyak 100 mg/I pada media. Persentase rata-rata kerontokan daun mengalami penurunan sebesar 6.70%.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT Sitokinin yaitu BAP memberikan pengaruh berbeda sangat nyata, sedangkan Kinetin dan kombinasinya tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas. Nilai rata-rata

pertambahan jumlah tunas terbesar terdapat pada perlakuan A9 yaitu media MS dengan penambahan BAP1.5 mg/I dan Kinetin 0.2 mg/I dengan angka sebesar 1.40, sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan Al (BAP 0 mg/I : Kinetin 0 mg/1) dan A3 (BAP 1 mg/1 : Kinetin 0 mg/1) dengan angka sebesar 0.00.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT BAP memberikan pengaruh berbeda sangat nyata, sedangkan Kinetin dan kombinasinya tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan jumlah buku. Nilai rata-rata pertambahan jumlah buku terbesar terdapat pada perlakuan A9 (BAP 1.5 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I) yaitu 4.40, sedangkan pada perlakuan A6 (BAP 0 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I) memberikan pengaruh terhadap rata-rata pertambahanjumlah buku terendah sebesar 1.50.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT BAP memberikan pengaruh berbeda sangat nyata, Kinetin memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dan kombinasinya memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi eksp1an. Dapat dilihat nilai rata-rata pertambahan tinggi terbesar terdapat pada perlakuan A9 yaitu media MS dengan penambahan kombinasi BAP 1.5 mg/1 dan Kinetin 0.2 mg/I menunjukkan angka pertambahan tinggi sebesar 1.40 em, sedangkan nilai rata-rata pertambahan tinggi terendah terdapat pada perlakuan A6 dengan pemberian Kinetin 0.2 mg/1 menunjukkan angka pertambahan 0.48 em.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ZPT BAP, Kinetin dan kombinasinya memberikan pengaruh terhadap pertambahan jum1ah daun tahap ke-1. Rata-rata pertambahan tinggi terbesar terdapat pada perlakuan A3 yaitu Media MS dengan penambahan BAP 1 mg/I dengan angka pertambahan sebesar 13.20 helai, sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan A6 (BAP 0 mg/I : Kinetin 0.2 mg/I) dengan angka sebesar 2.80 helai.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pemberian ZPT Kinetin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata, sedangkan BAP dan kombinasinya tidak berpengaruh terhadap pertambahan jum1ah daun pada tahap ke-2 pengamatan. Rata-rata pertambahan jumlah daun terbesar' terdapat pada perlakuan A4 yaitu media MS dengan penambahan BAP 1.5 mg/I dengan nilai sebesar 4.30 he1ai, sedangkan pertambahan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan A6 (BAP o mg/I : Kinetin 0.2 mg/1) dengan ni1ai 0.50 helai.

Seeara umum perlakuan A9 dengan pemberian ZPT kombinasi yaitu BAP 1.5 mg/I dan Kinetin 0.2 mg/I menunjukkan nilai rata-rata pertambahan terbaik pada peubah jum1ah tunas, jumlah buku dan tinggi eksp1an Cendana. Rata-rata pertambahan jum1ah daun tahap ke-1 ni1ai tertinggi terdapat pada perlakuan A3 dengan pemberian BAP konsentrasi 1 mg/1, sedangkan pertambahan jum1ah daun tahap ke-2 nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A4 dengan BAP konsentrasi 1.5 mg/I. Penambahan Glutamin 100 mg/1 pada media dengan penambahan BAP dan Kinetin berhasil mengurangi kerontokan daun.


Bookmark and Share

25 April 2010

Teknik Perbanyakan Anggrek Raksasa Irian Jaya (Grammatophyllum papuanum J.J. smith) dengan Kultur Jaringan

Esha Garden - Sunday, April 25, 2010
Ringkasan : A. Kurnia E 08300012. Teknik Perbanyakan Anggrek Raksasa Irian Jaya (Grammatophyllum papuanum J.J. smith) dengan Kultur Jaringan, dibawah bimbingan Ir. Edhi Sandra, MSi.

Anggrek merupakan salah satu suku “Orchidaceae” yang cukup banyak jenis nya, sebagian besar keragamannya terpusat di kawasan tropis dan subtropis. Kekayaan alam Indonesia terhadap keanekaragaman jenis anggrek memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai tanaman hias, karena mempunyai nilai estetika tinggi dengan keindahan komposisi bentuk dan warna bunganya.

Di alam keberadaan jenis anggrek ini terancam punah karena pengambilan yang berlebihan menyebabkan terjadinya perubahan dan rusaknya habitat tumbuh anggrek yang dapat mengancam kelestarian anggrek. Di samping itu kegiatan pengeksploitasian yang berlebihan secara terus menerus turut menyebabkan terjadinya kepunahan terhadap keanekaragaman jenis anggrek yang ada di alam.

Tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor – LIPI. Kegiatan tugas akhir ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai bulan Mei – Juli 2003.

Tugas akhir ini bertujuan untuk memperbanyak tanaman anggrek raksasa Irian Jaya (Grammatophyllum papuanum J.J. Smith) dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Sehingga hasil perbanyakan dapat memberikan informasi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam melestarikan jenis anggrek sebagai bagian dari kegiatan konservasi.

Untuk mencegah terjadinya kepunahan species anggrek raksasa Irian Jaya (Grammatophyllum papuanum J.J. Smith) dilakukan upaya perbanyakan yang tepat untuk menyediakan tanaman-tanaman baru dengan kualitas dan kuatitas yang baik. Salah satu cara perbanyakan yang dilakukan yaitu dengan perbanyakan secara vegetatif (menggunakan bagian organ pertumbuhan tanaman). Sistem perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dan dapat menghasilkan jumlah tanaman yang lebih banyak dalam waktu relative singkat dikenal dengan teknik kultur jaringan.

Kultur jaringan sebagai salah satu alternative hasil penerapan teknologi dapat digunakan untuk kepentingan budidaya/ ekonomis maupun konservasi. Metode kultur jaringan dapat menghasilkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman anggrek.

Teknik kultur jaringan terdiri dari beberapa tahapan yang setiap tahapannya harus dilakukan secara aseptic, terutama pada saat penanaman eksplan kedalam botol kultur untuk menghindari kegagalan pertumbuhan akibat masuk dan berkembangnya organisme lain dalam usaha perbanyakan tanaman anggrek.

Perbanyakan tanaman anggrek raksasa Irian Jaya (Grammatopyllum papuanum J.J. Smith) dengan kultur jaringan memberikan respon yang baik untuk diperbanyak dalam media kultur. Hasil perbanyakan dengan menggunakan bagian tanaman sebagai bahan eksplan yaitu protocorm like bodies, pucuk, dan bagian batang menunjukan tingkat keberhasilan dalam perbanyakan tanaman anggrek dari seluruh perlakuan yang dibuat masing-masing sebanyak 16 botol kultur, protocorm likes bodies utuh menunjukan persentase kultur hidup sebesar 68,75%, Plbs bagian ujung persentase kultur hidup sebesar 56,25%, Plbs pangkal sebesar 43,75%, bagian pucuk persentase kultur hidup sebesar 62,50%, dan pada bagian batang sebesar 37,50%.

Media dasar yang digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh berupa Indole Butyric Acid (IBA) dan Benzim Adenin (BA). Pada tahapan pembuatan media kultur, alat dan bahan harus dalam keadaan steril.

Sterilisasi terhadap bahan tanaman mutlak dilakukan untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam perbanyakan tanaman anggrek. Keberhasilan perbanyakan tanaman anggrek dalam media kultur ditentukan oleh komposisi media yang cocok. Penambahan zat pengatur tumbuh, lingkungan fisik kultur, intensitas cahaya, dan gejala kontaminasi turut mempengaruhi dalam kegiatan perbanyakan tanaman anggrek jenis ini yang merupakan parameter dilakukan pada saat pengamatan kegiatan tugas akhir.

Salah satu factor yang mempengaruhi dalam usaha perbanyakan tanaman anggrek adalah gejala kontaminasi. Kontaminasi pada media ditandai dengan tertutupnya media kultur oleh mikroorganisma seperti jamur dan bakteri, sehingga dapat menyebabkan kegagalan dalam usaha perbanyakan tanaman karena terganggunya pertumbuhan eksplan anggrek. Tanda-tanda kontaminasi yang disebabkan oleh jamur adanya benang-benang hifa dan umum nya berwarna putih, sedangkan kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri berupa cairan berlendir dengan berbagai macam warna.

Komposisi penggunaan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan dalam media kultur mempengaruhi percepatan dalam perbanyakan tanaman anggrek, dimana bagian tanaman yang dijadikan bahan eksplan dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Penggunaan zat pengatur tumbuh dengan menggunakan beberapa perlakuan ternyata berhasil memperbanyak tanaman anggrek raksasa Irian Jaya. Selain itu zat pengatur tumbuh yang digunakan berupa Sitokinin Indole Butyric Acid (IBA) dan Auksin Benzine Adenin (BA) memberikan respon yang jelas terhadap perbanyakan anggrek raksasa Irian Jaya.

Disamping itu pengaruh intensitas cahaya memberikan pengaruh yang sangat jelas terhadap perbanyakan tanaman anggrek raksasa Irian Jaya. Dimana pertumbuhan eksplan anggrek ini tumbuh dan mengatur serta mengintegrasikan kegiatan seluruh bagian tanaman dengan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Pemberian cahaya dengan menggunakan lampu neon keseluruh bagian eksplan memberikan perkembangan yang nyata terhadap perbanyakan anggrek berupa protocorm likes bodies utuh, protocorm like bodies bagian ujung, protocorm like bodies bagian bangkal, pucuk dan pada bagian batang.

Perbanyakan tanaman anggrek raksasa Irian Jaya dengan menggunakan bagian-bagian tanaman yang digunakan menghasilkan perkembangan yang baik dengan menjadi tanaman baru (panlet). Namun karena selang pengamatan yang pendek sehingga hasil terhadap perbanyakan lebih lanjut tidak didapatkan. Di Laboratorium kultur jaringan perbanyakan tanaman anggrek memang membutuhkan waktu untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya, oleh sebab itulah maka dibutuhkan jangka pengamatan yang tidak pendek sebab kemampuan regenerasi tanaman pada media kultur juga ditentukan oleh kemampuan regenerasinya dilapangan.


Bookmark and Share

23 April 2010

Pertumbuhan, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) Hasil Kultur In Vitro.

Esha Garden - Friday, April 23, 2010
Ringkasan: A. Fadly Yahya. E03496021. Pertumbuhan, Biomassa dan Kandungan Alkaloid Akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) Hasil Kultur In Vitro. Dibawah bimbingan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Ir. Edhi Sandra, M. Si.

Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) merupakan salah satu spesies tumbuhan hutan tropika yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat dan tergolong langka didunia. Menurut WHO (1994) dalam Siswoyo dan Zuhud (1995), spesies ini merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam Hand book of Herbal Medicine, Traditional Medicine Division, WHO-Genewa.

Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku simplisia Pule pandak masih dipenuhi dari hasil pemanenan langsung dari alam. Di sisi lain, kebutuhan akan bahan baku simplisia Pule pandak, baik dalam negeri maupun dari Negara-negara industri farmasi, terus meningkat dan belum terpenuhi. Pada tahun 2001, diperkirakan permintaan akan bahan baku tersebut mencapai 6.898 kg dengan trend pertambahan sebesar 25,89% per tahun (Data Olahan Balittro, 1990 dalam Sandra dan Kemala, 1994). Untuk dapat mengimbangi tingkat permintaan bahan baku simplisia Pule pandak dan meyelamatkannya dari kepunahan, perlu dilakukan kegiatan konservasi maupun budidaya.

Kultur jaringan sebagai salah satu alternatif penerapan teknologi dapat ditujukan untuk kepentingan budidaya/ekonomis maupun konservasi. Metode ini diharapkan dapat menghasilkan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas bahan baku simplisia Pule pandak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang berbeda terhadap pertumbuhan, biomassa dan kandungan alkaloid akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.) hasil kultur in vitro. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat meberi masukan informasi mengenai konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT), intensitas cahaya dan umur panen yang terbaik untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas akar Pule pandak (Rauvolfia serpentine Benth.).

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Kultur Jaringan Laboratorium Konservasi Tumbuhan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data primer dilakukan selama sepuluh bulan dari bulan Agustus 2000 sampai bulan Mei 2001.

Media dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah media MS penuh dengan penambahan IBA 2.0 mg/l, NAA 2.0 mg/l dan kombinasi keduanya IBA 1.0 mg/l + NAA 1.0 mg/l sesuai dengan perlakuan. Kultur diinkubasikan pada suhu 25 - 28 derajat C selama 3 bulan dan 6 bulan denganintensitas cahaya normal ruang kultur yang diterima eksplan sebesar 100% (seluruh bagian eksplan menerima/terkena cahaya), 50% (penambahan arang aktif 0.5 g/l diasumsikan dapat mereduksi cahaya yang sampai ke bagian eksplan yang terdapat dalam media sehingga hanya bagian eksplan di atas media yang terkena cahaya) dan 0% (pemberian perlakuan fisik dengan menutup seluruh bagian eksplan sehingga eksplan tidak menerima/terkena cahaya).

Parameter-parameter pertumbuhan eksplan (Rauvolfia serpentine Benth.) berupa jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk, persentase kadar air akar dan persentase kadar air pucuk memberikan respon positif terhadap perlakuan yang diberikan.

Penggunaan IBA dan NAA sebagai zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) pada hamper seluruh parameter pertumbuhan, kecuali panjang akar (P<0,05). Perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang sangat nyata untuk seluruh parameter pertumbuhan yang diamati pada P <0.01. Nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah tunas, jumlah daun, panjang akar, berat basah akar, berat basah pucuk, berat kering akar dan persentase kadar air akar diperoleh dari pemberian cahaya pada seluruh bagian eksplan (intensitas cahaya 100%). Nilai rata-rata tertinggi untuk tinggi dan berat kering pucuk diberikan oleh intensitas cahaya 50 %. Sedangkan kondisi gelap (intensitas cahaya 0%) memberikan nilai rata-rata tertinggi untuk jumlah akar dan persentase kadar air pucuk. Umur panen memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas, jumlah akar dan berat basah pucuk, serta sangat nyata pada jumlah daun, panjang akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air pucuk. Nilai rata-rata tertinggi untuk parameter pertumbuhan jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah pucuk dan berat kering pucuk diperoleh dari umur panen 6 bulan. Interaksi perlakuan zat pengatur tumbuh dan intensitas cahaya memberikan pengaruh terhadap seluruh parameter pertumbuhan yang diamati. Pengaruh yang sangat nyata diperoleh dari respon jumlah tunas, tinggi, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, berat basah akar,berat basah pucuk, berat kering akar, berat kering pucuk dan persentase kadar air akar. Sedangkan pengaruh nyata hanya diperoleh dari respon persentase kadar air pucuk. Interaksi antara pemberian zat pengatur tumbuh dengan umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan yang diamati. Hal ini diduga disebabkan oleh secarafisiologis zat pengatur tumbuh hanya berperan diawal perkembangan eksplan dan lebih spesifik pada induksi kalus dan akar. Interaksi antara perlakuan intensitas cahaya dan umur panen hanya memberikan pengaruh yang nyata pada jumlah tunas dan jumlah daun, serta sangat nyata pada persentase kadar air pucuk. Interaksi ketiga perlakuan dalam penelitian ini (Zat pengatur tumbuh, intensitas cahaya dan umur panen) ternyata hanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan jumlah daun. Berdasarkan hasil HPLC maka diketahui bahwa kadar Ajmaline tertinggi diperoleh dari perlakuan A2B1Cl (IBA 2 mg/l, 100%, 3 bulan), kadar Reserpine tertinggi diperoleh dari A3B3C2 (NAA 2 mg/l, 0%, 6 bulan) dan A4B3C2 (IBA dan NAA 1 mg/l, 0%, 6 bulan). Jika dibandingkan dengan kadar alkaloid akar pule pandak hasil budidaya lapang maka kadar Ajmaline dan Yohimbine tersebut masih rendah. Selain itu, kandungan alkaloid yang dihasilkan masih bertambah berdasarkan pertambahan umur panen. Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan zat pengatur tumbuh IBA dan NAA pada kombinasi dan konsentrasi yang lebih tinggi, modifikasi media Murashige and skoog (MS) yang digunakan untuk melihat respon pertumbuhan dan kandungan alkaloid akar pule pandak, pendekatan pengaruh intensitas cahaya dengan mengubah intensitas cahaya lampu ruang kultur. Selain itu, perlu dicari alternative pengganti arang aktif untuk merduksi cahaya yang sampai ke akar tanpa mempengaruhi kerja media dan zat pengatur tumbuh, pengujian pengaruh factor lingkungan tumbuh, seperti suhu dan cahaya (panjang gelombang dan photoperiodisme) terhadap pertumbuhan eksplan (tunas dan akar), serta pengujian dan pembandingan kandungan alkaloid bagian pucuk dan akar Pule pandak hasil kultur in vitro. Bookmark and Share

Enhanced by Zemanta
Previous
Editor's Choice