Latar belakang
Kultur jaringan merupakan teknologi yang mau tidak mau harus kita kuasai, karena sudah tidak terbendung lagi kebutuhan yang sangat besar akan bibit-bibit berkualitas dalam bidang kehutanan, perkebunan, pertanian dll. adalah tidak mungkin lagi kita menggunakan teknik-teknik konvensional dalam perbanyakan tanaman untuk memenuhi semua kebutuhan yang sangat besar. Maka kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit.
Permasalahan1. Sebagian besar orang beranggapan bahwa kultur jaringan adalah teknologi yang sangat mahal.
2. Kultur jaringan sangat sulit dan hanya dapat dilakukan oleh sarjana kultur jaringan saja.
3. Perkembangan kultur jaringan di Indonesia belum tersebar luas di masyarakat.
4. Teknologi kultur jaringan masih merupakan sesuatu yang asing.
5. Banyak kasus kegagalan para pengkultur terutama dalam hal inisiasi selalu kontaminasi.
Tujuan
1. Berkembang dengan pesatnya kultur jaringan di Indonesia
2. Berperannya kultur jaringan dalam menangani permasalahan agribisnis di Indonesia
3. Teratasinya permasalahan teknis dalam pelaksanaan kultur jaringan.
4. terbentuknya infrastruktur dan kemitraan yang semakin kompleks dan semakin terkait dan saling membantu.
Antisipasi Permasalahan dan Peran Esha Flora
Persepsi bahwa kultur jaringan sangat mahal harus di dobrak, memang betul disatu sisi kalau kita mau membuat yang sempurna akan menghabiskan biaya yang cukup mahal. Tapi bukan berarti tidak bisa kita membuat dengan skala kecil, skala rumah tangga. Esha Flora sudah berusaha untuk memberikan gambaran pelaksanaan kultur jaringan skala rumah tangga, dengan adanya laboratorium kultur jaringan yang memang sangat sederhana, AC tidak wajib, lampu juga tidak wajib dan laboratorium tidak harus terisolasi/ tertutup rapat.
- Persepsi salah lainnya adalah bahwa kultur jaringan hanya dapat dikerjakan oleh sarjana kultur jaringan. Hal ini tidak benar, karena kultur jaringan dapat dilatihkan ke pegawai dengan lulusan setara smp atau sma. Dan hal ini sudah di buktikan di Esha Flora bahwa tenaga kerja di Esha Flora dan yang kami didik adalah tenaga kerja setara smp dan sma, dengan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan sampai 6 bulan, mereka sudah dapat melakukan kegiatan dasar kultur jaringan.
- Lambatnya perkembangan kultur jaringan di Indonesia, perlu di dorong agar dapat lebih cepat lagi, dengan meningkatkan promosi dan meningkatkan motivasi untuk terus maju, saling tolong dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Esha Flora dengan seluruh mitra dan alumni peserta pelatihan, baik alumni esha Flora maupun alumni peserta pelatihan Fahutan IPB yang saya latih telah mencapai lebih dari 1000 orang dan mereka tersebar di berbagai instansi dengan berbagai jabatan. Keberadaan mereka semua membantu membuat persepsi lebih objektif dan lebih proporsional. Dan mampu menjelaskan bahwa kultur jaringan dapat dilaksanakan secara skala rumah tangga. Saat ini Esha Flora dan juga berbagai pihak lain sudah mulai banyak yang mengadakan pelatihan kultur jaringan, hal ini mudah-mudahan akan menambah cepat pertumbuhan kultur jaringan di Indonesia. Esha Flora juga berusaha mengadakan dan menyediakan peralatan buatan dalam negeri yang setara dengan kualitas luar negeri (Laminar Air Flow Cabinet dengan HEPA 99,999%), dan akan terus mengembangkan alat-alat serta metode baru yang dapat dikembangkan untuk kemudahan dan peningkatan keberhasilan dalam kultur jaringan.
- Pengenalan teknologi kultur jaringan keseluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan agar persepsi menjadi lebih solit sehingga pengembangan kultur jaringan di Indonesia akan lebih cepat. Untuk itu Esha Flora mempelopori dan mempromosikan kultur jaringan ke sekolah-sekolah. Dengan kultur jaringan yang telah dimodifikasi maka kultur jaringan sangat dimungkinkan untuk dikembangkan di sekolah. Antusias guru dan murid serta mahasiswa sangat besar, hal ini merupakan hal yang sangat mengembirakan karena sebenarnya kalau hal ini di danai saja oleh pemerintah maka keterampilan dan keahlian kultur jaringan dapat menjadi profesi anak-anak SMK dan selevelnya....dan tentunya hal ini sangat membantu pertumbuhan agrobisnis di Indonesia
- Banyaknya kasus kegagalan teknis dalam pelaksanaan kultur jaringan disebabkan, masih tingginya ego dari masing-masing para pengkultur sehingga setiap langkah keberhasilan akan menjadi rahasia bagi dirinya, dan tidak akan diberitahukan kepada yang lain. Andai saja kita bisa saling berbagai pengetahuan dan pengalaman maka akan lebih cepat meningkat keahlian dan keterampilan dari seluruh pengkultur di Indonesia. Esha Flora berusaha untuk mempelopori dan menghimbau kepada semua para pelaku kultur jarngan untuk dapat saling berbagai dan saling membantu. Dalam hal ini esha Flora juga membantu lab lain dengan cara menjual kultur steril yang sudah jadi sehingga lab kultur jaringan lain dapat dengan mudah memperbanyaknya juga, tanpa harus menginisiasi terlebih dahulu. Esha Flora juga membuat paket alat dan bahan yang bersifat eceran dengan kapasitas tertentu, yaiytu paket alat bahan dengan kapasitas 1000 kultur, paket alat bahan dengan kapasitas 10.000 kultur, paket 100.000 kultur dan paket 1 juta kultur.
Mulai dari berdirinya tahun 1994 dan mulai mengadakan pelatihan di IPB tahun 1996 dan di Esha Flora tahun 2004. dari peserta yang mencapai lebih dari 1000 orang tersebut, ternyata hanya sekitar 20 % yang masih eksis di bidangnya, selebihnya berhenti dengan berbagai alasan:
1. tidak mampu mengatasi permasalahan teknis (terutama kontaminasi)
2. tidak ada waktu untuk mengerjakan sendiri
3. kesulitan dalam mendapatkan tenaga pelaksana kultur jaringan
4. kesulitan pemasaran
5. tidak menguntungkan dari segi bisnis
6. terlalu sulit untuk direalisasikan
7. hanya sekedar ingin tahu dan menjajagi dengan produk yang diproduksinya
8. krisis ekonomi.
Dari sekian banyak faktor penyebab tersebut, saya akan menyoroti pada faktor yang pertama, yaitu kegagalan karena faktor kontaminasi.
Kontaminasi Dan Sterilisasi
Besarnya kontaminasi dan kegagalan perlakuan sterilisasi disebabkan karena berbagai hal yaitu:
- Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan kontaminasi. satu saja dari faktor tersebut menyebabkan kontaminasi maka akan gagal seluruh proses pembuatan kultur jaringan. Dimulai dari persiapan ruangan, pesiapan alat dan bahan, persiapan bahan eksplan sampai dengan pelaksanaan, inkubasi sampai aklimatisasi semuanya sangat berpotensi mengalami kontaminasi.
- Indonesia adalah negara tropis, berbeda dengan negara maju yang sudah lebih dulu mengembangkan kultur jaringan, sebagian besar di daerah temperate maupun di daerah dingin. Dari sini saja sudah sangat berbeda. ragam mikroba di daerah tropis jauh lebih besar di banding negara temperate dan dingin. Demikian pula di daerah tropis suhu dan kelembabannya sangat cocok untuk pertumbuhan mikroba. Sementara kita menjiplak teknologi kultur jaringan dari negara daerah dingin atau temperate untuk diterapkan di negara kita yang notabene adalah negara tropis. saya katakan menjiplak karena kita lupa untuk mengkonversi atau memodifikasi teknologi tersebut agar cocok di terapkan di negara tropis seperti Indonesia ini.
- Kesalahan persepsi dan kesalahan di dalam mengambil kesimpulan dapat menyebabkan kita salah di dalam membuat modifikasi metode kultur jaringan. hal ini dapat menjadi sangat fatal, karena di Indonesia, kita lebih suka meniru tanpa adanya cek and recek. Sehingga kesalahan persepsi atau kesalahan kesimpulan tersebut berulang bahkan tercetak/tertulis di literatur; literatur bahkan skripsi dan jurnal ilmiah. akhirnya menjadi sesuatu yang salah kaprah.
1. Karena banyaknya faktor yang menyebabkan kontaminasi, seringkali para pengkultur dibuat bingung dalam mengevaluasi penyebab kontaminasi. Untuk itu harus dibuat pemilahan faktor penyebab kontaminasi dan kemudian dibuatkan SOP perlakuan sterilisasinya. Setiap SOP harus dapat menjamin keberhasilan sterilisasinya. Seringkali kita terlewat dalam mengevaluasi faktor penyebab kontaminasi sehingga pada akhirnya salah di dalam membuat SOP nya. Beberapa hal yang seringkali terlewat dalam mengevaluasi faktor kontaminasi:
a. Pada kultur jaringan skala rumah tangga, tidak semua proses berada pada kondisi steril, oleh sebab itu kita harus dapat membuat SOP yang dapat meyakinkan kita bahwa dengan cara tersebut dan pada kondisi tersebut kultur tetap steril.
b. Tidak kuatnya tutup botol adalah faktor penyebab utama kegagalan dalam kultur jaringan skala rumah tangga. Pada saat proses autoclave memang tutup botol tidak boleh terlalu keras, tapi setelah itu, pada saat autoclave dibuka, maka kita harus ingat bahwa kondisi lingkungan tidak steril sehingga berpeluang masuknya kontaminasi ke dalam botol. Oleh sebab itu maka sebaiknya membuka autoclave seharusnya diruang steril, dan tutup botol harus segera dikuatkan kembali. Seringkali para pengkultur melupakan bahwa sterilnya ruangan berbeda dengan ruangan yang bersih. Bersihnya suatu ruangan belum menjamin ruangan tersebut steril.
c. Air steril seringkali menjadi penyebab kegagalan kultur, karena justru dari air steril tersebutlah berasal kontaminan. Di air steril kontaminan tidak tumbuh karena tidak mengandung bahan makanan bagi mikroba, jadi dia tetap dorman, tapi begitu digunakan untuk membilas eksplan dan menempel pada eksplan, kemudian eksplan tersebut di tanam di media kultur, maka dalam hitungan jam maka akan terkontaminasi.
d. Media steril yang sudah di autoclave yang di simpan beberapa hari dengan maksud untuk melihat kontaminasi atau tidak, seringkali juga menjadi penyebab kontaminasi, karena tempat penyimpanan yang tidak steril serta tutup botol yang tidak kuat.
e. Metode sterilisasi eksplan yang melupakan adanya kemungkinan terkontaminasinya eksplan secara sistemik seringkali membuat gagalnya inisiasi. karena dalam perlakuan sterilisasi eksplan tidak ada perlakuan yang dapat mengeliminir atau menghilangkan mikroba sistemik.
f. Tempat inkubasi yang dianggap bersih, sebenarnya tidak steril. Ditambah dengan tidak kontinu nyalanya AC membuat pada kondisi tertentu suhu laboratorium menjadi naik sehingga pada saat itu masuklah mikroba ke dalam botol kultur, bila tutup botol tersebut tidak kuat.
g. Adanya kontaminan disekeliling botol, bahkan di sekitar leher botol, maka pada saat subkultur, bila kita tidak hati-hati maka masuklah kontaminan tersebut ke dalam botol dan menempel pada eksplan, dan terbawa ke media yang baru.
h. Proses penghilangan kontaminasi sistemik yang tidak tuntas membuat kultur yang tadinya kelihatan sudah steril, sebenarnya di dalamnya masih mengandung kontaminan, dan tidak sempat keluar pada inisiasi awal dan lukanya sudah lebih dahulu pulih. Pada saat disubkultur dan di belah-belah, maka terjadilah luka baru maka terbukalah peluang keluarnya mikroba dari dalam sel eksplan tersebut dan akhirnya mengontaminasi kultur tersebut.
2. Indonesia sebagai negara tropis dengan suhu dan kelembaban yang memadai untuk tumbuhnya mikroba maka sudah dapat dipastikan akan banyak mengandung mikroba di udara dan disekitar kita, baik jumlah maupun ragamnya. Sementara di negara yang iklimnya dingin mereka tidak akan mengalami hal seperti di negara tropis sehingga tingkat kontaminasi tidak setinggi di daerah tropis. Disamping mereka memang membangun laboratorium kultur jaringan dengan standar internasional (benar-benar steril). Dalam hal ini maka tutup botol menjadi tidak terlalu penting untuk ditutup kuat-kuat. Pada laboratorium kultur jaringan di Indonesia kelihatannya tertutup rapat padahal sebenarnya masih berhubungan dengan luar sehingga peluang kontaminasi sangat besar. Banyak yang berfikiran bahwa kalau sudah ber AC dan tertutup rapat maka sudah steril, hal ini adalah tidak benar, karena ada yang dilupakan yaitu pada saat pintu laboratorium di buka maka udara luar masuk ke dalam membawa kontaminan. orang yang masuk juga membawa ribuan bahkan jutaan debu/ mikroba dan bahkan terus terakumulasi di dalam laboratorium kultur jaringan bila tidak ada perlakuan perawatan laboratorium dari kontaminasi. Karena tidak sterilnya ruang laboratorium, dan kemudian bila AC mati, maka suhu meningkat dan tekanan di dalam botol berbeda dengan di dalam lab yang pada akhirnya dapat menyebabkan masuknya udara dengan membawa mikroba ke dalam botol, maka terjadilah kontaminasi.
3. Adanya ragam mikroba yang sangat tinggi dan jumlahnya yang juga sangat besar membuat proses sterilisasi menjadi sangat sulit. karena juga kandungan mikroba sistemik dalam tumbuhan menjadi sangat tinggi pula. Hal inilah yang membuat sangat sulit di atasi. Selain kurangnya metode penanganan kontaminasi secara sistemik, terdapat pula kendala yaitu bagaimana metode penanggulangannya. Pengembangan metode penanggulangan kontaminasi secara sistemik ini menjadi salah satu kunci keberhasilan inisiasi. Untuk itu Esha Flora sudah mencoba membuat metode yang lebih detail yaitu:
1. proses karantina bahan indukan tanaman selama 3 bulan,
2. perendaman bahan eksplan dalam larutan antibiotik selama 2 hari.
Ditambah dengan perlakuan kehati-hatian maka kita dapat meningkatkan peluang keberhasilan inisiasi. Demikian uriaian mengenai berbagai kemungkinan penyebab kontmainasi semoga bermanfaat. Mohon masukan dan tanggapan dan saran membangunnya. Terima kasih.
www.eshaflora.com