ROFADIA KHAIRUNISA. Penggunaan Beberapa Jenis Sitokinin Terhadap Multiplikasi Tunas dan Pertumbuhan Binahong (Anredera cordifolia [Ten.] Steenis) secara In Vitro. Dibimbing oleh EDHI SANDRA dan SYOFI ROSMALAWATI.
Keanekaragaman hayati Indonesia menempati urutan ketiga di dunia yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan serta obat-obatan. Pemanfaatan tumbuhan obat di dalam negeri cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengkonsumsi obat alam. Binahong (Anredera cordifolia [Ten.] Steenis) merupakan salah satu tumbuhan obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat.
Tumbuhan ini bermanfaat bagi masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, sehingga mendorong para peneliti untuk mengkaji bahan bioaktifnya. Pengkajian bahan bioaktif juga harus diiringi dengan penelitian perbanyakannya yang dapat menggunakan teknik kultur jaringan. Penggunaan beberapa jenis sitokinin tunggal dengan berbagai konsentrasi diharapkan dapat berpengaruh terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan binahong, sehingga kelestarian tanaman ini dapat terjaga.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan 1 mengamati pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap tingkat kontaminasi, pencoklatan dan kematian, sedangkan percobaan 2 mengamati pengaruh media perlakuan berbagai jenis sitokinin (AdSO4, BAP, kinetin dan thidiazuron) dengan konsentrasi yang berbeda (0,50; 1,00; 1,50; dan 2,00) mg/l terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan binahong. Pada percobaan 2 disusun menggunakan metode statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 ulangan. Parameter yang diamati meliputi jumlah tunas (tunas adventif dan tunas lateral), penambahan tinggi, jumlah daun, jumlah akar dan pembentukan kalus.
Pada perlakuan sterilisasi dapat diketahui bahwa pemberian alkohol 70 % selama 3 menit menghasilkan persentase keberhasilan sterilisasi tertinggi (92,76%), sedangkan persentase keberhasilan terendah terjadi pada perlakuan sterilisasi kontrol yaitu 46,99 %. Multiplikasi tunas dan pertumbuhan mulai terlihat pada 1 MST.
Pada penelitian ini menghasilkan dua jenis tunas yaitu tunas adventif dan lateral. Rata-rata jumlah tunas terbanyak dihasilkan pada perlakuan kinetin 1,50 mg/l (2,10 tunas adeventif) dan BAP 1,50 mg/l (3,90 tunas lateral). Pada media kontrol tidak menghasilkan tunas adventif dan tunas lateral. Media MS yang telah ditambah kinetin 0,5 mg/l menunjukkan rata-rata penambahan tinggi dan jumlah daun yang terbaik yaitu 4,33 cm dan 4,70 helai. Pada setiap perlakuan dapat terlihat adanya pembentukan akar dengan jumlah akar terbanyak dihasilkan pada media kontrol (8,80 akar). Kalus terbentuk pada sebagian besar ekplan yang ditanam pada media perlakuan kecuali pada media AdSO4 (0,50; 1,00; dan 2,00 mg/l) serta media kontrol.
Kesimpulan dari penelitian ini penambahan berbagai jenis sitokinin dengan berbagai konsentrasi yang berbeda dalam media MS berpengaruh sangat nyata terhadap parameter yang diamati.
Kata kunci : Binahong, multiplikasi, pertumbuhan, sitokinin, in vitro.
Keanekaragaman hayati Indonesia menempati urutan ketiga di dunia yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan serta obat-obatan. Pemanfaatan tumbuhan obat di dalam negeri cenderung mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengkonsumsi obat alam. Binahong (Anredera cordifolia [Ten.] Steenis) merupakan salah satu tumbuhan obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat.
Tumbuhan ini bermanfaat bagi masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, sehingga mendorong para peneliti untuk mengkaji bahan bioaktifnya. Pengkajian bahan bioaktif juga harus diiringi dengan penelitian perbanyakannya yang dapat menggunakan teknik kultur jaringan. Penggunaan beberapa jenis sitokinin tunggal dengan berbagai konsentrasi diharapkan dapat berpengaruh terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan binahong, sehingga kelestarian tanaman ini dapat terjaga.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan 1 mengamati pengaruh perlakuan sterilisasi terhadap tingkat kontaminasi, pencoklatan dan kematian, sedangkan percobaan 2 mengamati pengaruh media perlakuan berbagai jenis sitokinin (AdSO4, BAP, kinetin dan thidiazuron) dengan konsentrasi yang berbeda (0,50; 1,00; 1,50; dan 2,00) mg/l terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan binahong. Pada percobaan 2 disusun menggunakan metode statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 10 ulangan. Parameter yang diamati meliputi jumlah tunas (tunas adventif dan tunas lateral), penambahan tinggi, jumlah daun, jumlah akar dan pembentukan kalus.
Pada perlakuan sterilisasi dapat diketahui bahwa pemberian alkohol 70 % selama 3 menit menghasilkan persentase keberhasilan sterilisasi tertinggi (92,76%), sedangkan persentase keberhasilan terendah terjadi pada perlakuan sterilisasi kontrol yaitu 46,99 %. Multiplikasi tunas dan pertumbuhan mulai terlihat pada 1 MST.
Pada penelitian ini menghasilkan dua jenis tunas yaitu tunas adventif dan lateral. Rata-rata jumlah tunas terbanyak dihasilkan pada perlakuan kinetin 1,50 mg/l (2,10 tunas adeventif) dan BAP 1,50 mg/l (3,90 tunas lateral). Pada media kontrol tidak menghasilkan tunas adventif dan tunas lateral. Media MS yang telah ditambah kinetin 0,5 mg/l menunjukkan rata-rata penambahan tinggi dan jumlah daun yang terbaik yaitu 4,33 cm dan 4,70 helai. Pada setiap perlakuan dapat terlihat adanya pembentukan akar dengan jumlah akar terbanyak dihasilkan pada media kontrol (8,80 akar). Kalus terbentuk pada sebagian besar ekplan yang ditanam pada media perlakuan kecuali pada media AdSO4 (0,50; 1,00; dan 2,00 mg/l) serta media kontrol.
Kesimpulan dari penelitian ini penambahan berbagai jenis sitokinin dengan berbagai konsentrasi yang berbeda dalam media MS berpengaruh sangat nyata terhadap parameter yang diamati.
Kata kunci : Binahong, multiplikasi, pertumbuhan, sitokinin, in vitro.