Oleh
Ir. Edhi Sandra MSi
Ir Hapsiati
Azizah Zahra S Hut
Pendahuluan
Terjadi di masyarakat tanaman hasil kultur jaringan tidak memberikan hasil yang 100% seragam, berkualitas. Seringkali terjadi, adanya penyimpangan pada beberapa individu. Misalnya adanya individu pisang kapok kuning yang hanya menghasilkan dua sisir dan buah pisangnya kerdil.
Demikian pula yang terjadi pada tanaman anggrek kulur jaringan memperlihatkan adanya variasi pada waktu berbunga, kualitas bunga dan juga kondisi tanaman, kenapa bisa terjadi perbedaanperbedaan seperti hal tersebut. Padahal perbanyakannya sudah menggunakan kultur jaringan. Bahan tanaman yang digunakan untuk perbanyakan (eksplan) berasal dari bagian vegetative dari induk unggulnya, harusnya bibit yang dihasilkan seragam.
Variasi Somaklonal
Dalam kulutr jaringan tanaman kejadian seperti diatas sangat dimungkinkan karena ada fenomena yang disebut dengan “Variasi somaklonal”. Variasi somaklonal adalah terjadinya variasi pada bibit hasil kultur jaringan yang diperbanyak dengan sistem cloning. Walaupun definisi cloning juga seringkali berbeda beda. Definisi cloning yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan metode embrio somatic, yaitu menumbuhkan “embrio” dari sel-sel somatic. Jadi setiap selnya berpeluang untuk menjadi individu baru.sehingga variasi yang terjadi pada setiap individu sel akan sangat besar, apalagi bila situasi dan kondisi saat perbanyakan terjadi perubahan-perubahan yang ekstrim.
Multiplikasi
Multiplikasi atau perbanyakan tanaman dalam kultur jaringan ada 2 metode yang pertama dengan stek mata tunas (titik tumbuh) dan yang kedua dengan metode embrio somatic. Perbedaan utama dalam kedua metode tersebut adalah bahwa metode yang pertama, perbanyakan dengan stek mata tunas maka bentuk kultur berupa “tanaman” yang kemudian diperbanyak untuk setiap mata tunasnya. Pada metode yang kedua, embrio somatic, maka bentuk kultur yang digunakan sebagai perbanyakan adalah kalus atau embrio somatic, plb langsung diarahkan ke embrio somatic, terutama pada umumnya adalah berupa “kalus dan embrio somatic”
Berdasarkan bahan kultur yang digunakan sebagai bahan perbanyakan maka bahan kultur yang berupa “tanaman” akan lebih stabil genetiknya” dibandingkan yang berupa “kalus atau embrio somatic”. Oleh sebab itulah maka perbanyakan dengan sistem stek mata tunas lebih stabil dibandingkan dengan menggunakan sistem embrio somatic.
Embrio Somatik
Istilah kultur jaringan yang sebenarnya adalah Embrio somatic, yaitu dengan mengkulturkan “jaringan/sekumpulan sel” kemudian diperbanyak dan menghasilkan sejumlah bibit yang seragam. Metode Embrio Somatik merupakan metode yang paling cepat dalam menghasilkan perbanyakan bibit kultur jaringan, dengan sistem shaker (dikocok dalam media cair, maka akan dihasilkan gumpalan kalus dan embrio somatic dalam jumlah besar, kemudian masing-masing ditumbuhkan menjadi tunas dan individu baru. Metode ini memang sangat berpeluang untuk terjadinya variasi somaklonal termasuk di dalamnya terjadinya mutasi. Memperkecil perluang terjadinya variasi somaklonal dan mutasi adalah dengan memperhatikan semua factor yang dapat menyebabkan terjadinya variasi somaklonal dan mutasi dikurangi sehinggga akan memperkecil peluang terjadinya variasi somaklonal dan mutasi.
Penggunaan metode embrio somatic merupakan solusi untuk perbanyakan tanaman monokotil yang saat ini sedang ramai dibincangkan orang yaitu berkaitan dengan kultur jaringan, Kelapa kopyor, Kurma, Aren dll. Masalahnya adalah untuk dapat sukses mengkulturkan tanaman monokotil tersebut dengan menggunakan metode embrio somatic memerlukan perjuangan yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama. Tantangan terbesar di dalam melakukan kultur jaringan ditahap awal saja sudah sangat sulit untuk diatasi yaitu masalah kontaminasi saat inisiasi, apalagi bila harga tanaman monokotil tersebut sangat mahal seperti kurma dan kelapa kopyor. Jadi ketersediaan bahan eksplan untuk uji coba sterilisasi dalam inisiasi menjadi sangat langka/sedikit, padahal keberhasilan dari kontaminasi pada saat inisiasi berdasarkan pengalaman hanya 0 – 10 %. Jadi sebenarnya bukannya sulit, bukanya tidak bisa tapi untuk kondisi saat ini masih berat menyediakan bahan eksplan yang banyak untuk ujicoba inisasi tanaman monokotil. Ketersediaan bahan eksplan yang banyak, keseriusan penelitian yang berkelanjutan, dan terus mengatasi setiap langkah penelitian maka saya yakin kita juga akan sampai pada sukses mengkulturkan kurma, kelapa dll. Tinggal kita mau mengusahakan semua terkondisi dan dimungkinkan untuk dilaksanakan.
Embrio Rescue
Metode yang sudah sukses dalam perbanyakan kelapa kopyor baru pada metode embrio rescue, yaitu suatu metode penyelamatan embrio kelapa kopyor yang ditumbuhkan dimedia kultur sehingga dapat tumbuh dengan baik menjadi individu dewasa. Masalhanya satu embrio hanya menjadi satu individu dewasa. Keberhasilan ini baru dapat dilakukan oleh beberapa pihak sehingga memberikan harga yang cukup tinggi berkisar dari 1 juta sampai 1,5 juta untuk satu bibitnya. Bagi para pengkultur seharusnya hal ini dapat dilakukan untuk dapat menyelamatankan embrio dan menumbuhkannnya menjadi individu dewasa, memang diperlukan ujicoba ditahap awal untuk setiap tahapan pembnesarannya dan diperlukan keuletan dan ketekunan yang panjang.
Dari embrio rescue ke embrio somatic sebenarnya merupakan tahapan lanjutan yang perlu dilakukan untuk dapat melakukan kultur jaringan kelapa kopyor. Bila hal ini berhasil maka dapat dihasilkan bibit kultur jaringan kelapa kopyor dalam jumlah besar. Oleh sebab itulah untuk dapat memperbesar peluang keberhasilan diperlukan strategi yang baik, tidak hanya sekedar kemampuan kompetensi di dalam mengkulturkan.
Strategi Memperbesar Peluang Keberhasilan Mengkulturkan Kurma, Kelapa, Aren dll
1. Siapkan dan kondisikan sedemikian rupa sehingga ketersediaan bahan eksplan tersedia banyak( bahkan kalau bisa sangat banyak)
2. Bahan eksplan yang sangat banyak tersebut diberi perlakuan pendahuluan sebelum dikulturkan yaitu dengan perlakuan karantina bahan indukan eksplan.
3. Siapkan semua perlengkapan yang dibuthkan baik peralatan dan bahan dan laboratorium yang baik.
4. Siapkan metode dan media kultur yang siap mengantisipasi masalah kontaminasi saat inisiasi.
5. Penyelamatan eksplan yang secepatnya sehari atau 2 hari setelah inisiasi sehingga pertumbuhan kontaminan belum membesar.
6. Permasalahan utamaumumnya disebabkan oleh kontaminasi sistemik, maka mengatasinya bisa dilakukan dengan ozoniser saat sterilisasi bahan eksplan, kedua pemberian zat antimikroba di media kultur dan penyelamatan eksplan dan ditanam kembali dimedia cair yang telah diberi antimikroba dan di shaker.
Kultur (stek) Mata Tunas
Kultur mata tunas adalah suatu metode mengkulturkan tanaman bahan eksplan yang digunakan adalah mata tunas. Mata tunas yang dimaksud dalam hal ini adalah titik tumbuh tanaman. Ada 2 titik tumbuh: 1. Titik tumbuh apical yaitu titik tumbuh yang ada diujung paling atas suatu tanaman. 2 Titik tumbuh lateral adalah titik tumbuh yang ada di ketiak daun atau titik tumbuh samping. Titik tumbuh ini adalah primordial atau calon dari organ, Organ apa yang akan tumbuh, apakah daun, bunga atau akar tergangung pada dominasi hormonan yang terjadi di dalam tumbuhan tersebut atau di daerah target tersebut. Oleh sebab itulah maka metode ini lebih stabil karena sudah ada setting genetic untuk membentuk organ sehingga tidak membuka peluang terjadinya variasi somaklonal.
Bukan berarti bahwa Kultur mata tunas tidak menyebabkan variasi somaklonal. Tetap kultur mata tunas juga berpeluang menghasilkan variasi somaklonal hal ini disebabkan dari terdapatnya variasi fisiologis dan biologis sel-sel yang dikulturkan, terkait dengan umur sel atau jaringan yang dikulturkan berulang-ulang. Keseragaman umur, fisiologis dan biologis sangat menentiukan keragaman variasi somaklonal yang dihasilkan. Oleh sebab itulah di dalam melakukan subkultur harus mempertimbangkan hal tersebut, kalau tidak maka variasi yang terjadi akan menjadi bertambah besar seiring subkultur yang dilakukan.
Sepanjang keseragaman umur, fisiologis dan biologis dapat dijaga maka jumah subkukltur yang dilakukan berapoapun tidak akan menjadi masalah. Demikian pula dalam hal cloning maka kita harus dapat menjaga keseragaman umur, fisiologis dan biologis dari sel-sel atau jaringan yang dikloning. Memang hal ini akan lebih sulit karena sel-sel tersebut tercanpur dalam media cair sehingga untuk menyeragamkan umur dapat dilakukan pengelompokan per botol kultur cair.
Mericlone
Salah satu cara untuk menghilanmgkan pengaruh umur, fisiologis dan biologi, dan benar-benar eskpresi gen dari tanaman tersebut yang diharapkan maka dapat dilakukan kultur meristem, yaitu suatu metode di dalam kultur jaringan yang menggunakan meristem sebagai eksplannya (berupa titik putih pada meristem, dan ukuran eksplan tidak lebih besar dari 0,5 mm), secuil ujung jarum, maka di harapkan bila berhasil akan menghasilkan kultur tanaman yang menggambarkan ekspresi gen dari tanaman tersebut dan bila diperbanyak disebut dengan “mericlone”. Perbanyak dengan mericlone inilah yang banyak diminta oleh berbagai pihak dari luar negeri terhadap bibit hasil kultur jaringan, karena hasil bibit perbanyakannya relative seragam, unggul dan viabilitas tinggi.
Bogor, 12 maret 2018