Gaharu adalah kayu wangi yang sudah diresapi resin yang dijumpai pada pohon Aquilaria lebih dikenal dengan agarwood, eaglewood, dan aloeswood, banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri parfum, obat-obatan (asma, liver, ginjal, radang lambung, usus, rhematik, tumor dan kanker), dan juga karena aroma wanginya, gaharu banyak dibuat parfum, setanggi atau dupa.
Pohon penghasil gaharu ada 18 jenis berasal dari suku Tymelaeaceae , dan 3 jenis lainnya, yakni Excocaria agalocha L. dan Dalbergia parviflora Roxb. Berasal dari suku Euphorbiaceae dan Fabaceae, dan Aloexylon agallocum Loureuio, anggota suku Leguminoceae . Dari 15 jenis pohon gaharu dari suku Tymelaeaceae , terdiri dari 7 jenis dari marga Aquilaria, 3 jenis dari marga Wikstroemia, 2 jenis dari marga Gonytyllus dan 1 jenis masing-masing dari marga Gyrinops , Aetoxylon dan Enkleia.( Airy Show, 1948; Ding Hou, 1960. 1964; Yule Burnell,2000; Wiryadinata, 1995).
Banyaknya manfaat gaharu ini telah menjadikannya sebagai salah satu komoditi ekspor penting di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Permintaan ekspor dan harga gubal gaharu yang cukup tinggi telah memacu pesatnya perburuan dan penebangan pohon secara liar, sehingga eksploitasi hutan menjadi tidak terkendali. Akibatnya sumber genetik species Aquilaria sebagai penghasil gaharu di hutan alam semakin terkikis . Bahkan sejak tahun 1995 Aquilaria malaccensis telah dikategorikan sebagai tanaman terancam punah dalam apendix II CITES (Convension on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ), sehingga perdagangannya di dunia diatur dan dibatasi oleh kuota. Untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen gubal gaharu terbesar dalam perdagangan internasional, harus diupayakan produksi gubal gaharu secara berkelanjutan.(Seameo-Biotrop)
Pohon penghasil gaharu ada 18 jenis berasal dari suku Tymelaeaceae , dan 3 jenis lainnya, yakni Excocaria agalocha L. dan Dalbergia parviflora Roxb. Berasal dari suku Euphorbiaceae dan Fabaceae, dan Aloexylon agallocum Loureuio, anggota suku Leguminoceae . Dari 15 jenis pohon gaharu dari suku Tymelaeaceae , terdiri dari 7 jenis dari marga Aquilaria, 3 jenis dari marga Wikstroemia, 2 jenis dari marga Gonytyllus dan 1 jenis masing-masing dari marga Gyrinops , Aetoxylon dan Enkleia.( Airy Show, 1948; Ding Hou, 1960. 1964; Yule Burnell,2000; Wiryadinata, 1995).
Banyaknya manfaat gaharu ini telah menjadikannya sebagai salah satu komoditi ekspor penting di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Permintaan ekspor dan harga gubal gaharu yang cukup tinggi telah memacu pesatnya perburuan dan penebangan pohon secara liar, sehingga eksploitasi hutan menjadi tidak terkendali. Akibatnya sumber genetik species Aquilaria sebagai penghasil gaharu di hutan alam semakin terkikis . Bahkan sejak tahun 1995 Aquilaria malaccensis telah dikategorikan sebagai tanaman terancam punah dalam apendix II CITES (Convension on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ), sehingga perdagangannya di dunia diatur dan dibatasi oleh kuota. Untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen gubal gaharu terbesar dalam perdagangan internasional, harus diupayakan produksi gubal gaharu secara berkelanjutan.(Seameo-Biotrop)
Kultur Jaringan untuk Pengadaan Bibit Gaharu
Untuk mengatasi masalah kelangkaan pohon induk sebagai sumber benih, aplikasi teknik kultur jaringan untuk pengadaan bibit gaharu juga telah banyak dipelajari dan dilakukan. Seleksi pohon gaharu dilakukan untuk mendapatkan sumber bibit yang berpotensi menghasilkan gubal gaharu, merupakan substansi aromatik (aromatic resin) berupa gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu. Substansi aromatik yang terkandung dalam gubal gaharu ini termasuk dalam golongan sesquiterpena, dimana substansi ini memiliki struktur kimia yang sangat spesifik sehingga sampai saat ini belum dapat dibuat secara sintesis
Seleksi juga dilakukan dilakukan berdasarkan kemampuan pohon gaharu merespons kehadiran cendawan Acremonium dengan membentuk metabolit sekunder beraroma khas gaharu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik kultur jaringan dan aplikasinya sangat berpeluang untuk dijadikan alternatif teknik perbanyakan untuk menghasilkan bibit gaharu yang berpotensi. Selain itu, salah satu isolat cendawan Acremonium yang telah dikoleksi dan dipelajari melalui penelitian ini, berpotensi untuk dijadikan agens penginduksi gubal gaharu untuk pengembangan bank klon gaharu potensial dan produksi gubal gaharu secara komersial. (Isnaini, Yupi;Situmorang, Jonner, 2005)
Esha Flora pun mengadakan penelitian dan menerima jasa kultur jaringan untuk pengadaan bibit pohon penghasil gaharu dan beberapa pohon kehutanan lainnya seperti kultur jaringan Gaharu, kultur jaringan Jati, kultur jaringan Jelutung, kultur jaringan Sengon, kultur jaringan Mahoni dan lain-lain, berikut ini adalah foto kultur jaringan nya: