Show Mobile Navigation

Artikel Terkini

Berlangganan Artikel Kuljar Via Email

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Pendaftaran

botol kuljar
Showing posts with label botol kuljar. Show all posts
Showing posts with label botol kuljar. Show all posts

03 October 2011

Kultur Jaringan Singkong (Manihot esculenta)

Esha Garden - Monday, October 03, 2011

1. Kepala Unit Kultur Jaringan Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB Bogor; 2. Kepala Unit Kultur jaringan Bagian Konservasi Tumbuhan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Pendahuluan
Siapa yang tidak kenal singkong, hampir semua orang kenal singkong. Sedemikian familiernya singkong, maka makanan yang merakyat di Indonesia adalah singkong. Singkong diidentikkan sebagai makanan orang miskin di Indonesia.

Secara umum masyarakat mengetahui bahwa singkong adalah tanaman yang relatif mudah di budidayakan, dan saat ini diketahui bahwa nilai komersialnya masih dalam kategori murah, sehingga kalau ada orang yang mau melakukan kultur Jaringan singkong, maka langsung masyarakat akan bereaksi bahwa hal tersebut tidak ekonomis dan tidak logis. Selain biaya investasi kultur jaringan yang besar dan juga teknologi ini di Indonesia masih dalam kategori belum familier dengan para pembudidaya dan pelaku agribisnis.

Oleh sebab itulah maka saya menyampaikan tulisan ini dalam rangka menggambarkan suatu kondisi yang ternyata memang kultur jaringan singkong merupakan alternatif yang baik dalam mencapai tujuan tertentu.

Singkong (Manihot esculenta)
Indonesia dengan letaknya yang strategis dan menguntungkan yaitu terletak diantara dua benua dan dua samudra serta berada di lintang katulistiwa membuat alam dan iklim Indonesia menjadi sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman. Sinar matahari yang berlimpah, musim hujan dan musim kering masih memungkinkan budidaya sepanjang tahun, dan keberadaan air yang relatif berlimpah.

Disamping itu singkong adalah tanaman yang sangat mudah ditumbuhkan. Seperti salah satu syair lagu: ” tongkat kayu dapat menjadi tanaman” itu adalah singkong. Oleh sebab itu persepsi masyarakat adalah menanam singkong cukup ditancapkan dan ditinggal maka setelah sekian bulan maka kita dapat mengambil ubinya. Sangat mudah.

Produktivitas tinggi Dan Jumlah Besar
Gambaran diatas memperlihatkan bahwa menanam singkong sangat mudah, hal itu cocok bila kita hanya sekedar tanam tanpa memperhatikan kualitas dan kuantitas hasilnya. Di sisi lain pada saat kita menginginkan hasil yang optimal, kualitas dan kuantitas yang tinggi maka cara budidaya tersebut menjadi tidak memadai lagi. Diperlukan masukan teknologi untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Produktivitas Tinggi.
Untuk mencapai hasil produktivitas singkong yang tinggi diperlukan tiga faktor yaitu: faktor bibit singkong itu sendiri (jenis dengan genetik unggul), faktor lingkungan, termasuk sinar matahari, jenis tanah, keberadaan air, kelembaban dan angin. Dan faktor yang ketiga adalah faktor manajemen budidaya. Teknologi Budidaya singkong harus diperbaiki agar produktivitas dapat meningkat.

Produksi Singkong Jumlah Besar
Pada saat kita menanam dalam jumlah kecil maka pengadaan bibit singkong tidak masalah, tapi pada saat kita merencanakan penanaman dalam jumlah dan luasan lahan yang besar, maka kebutuhan bibit menjadi sangat besar. Untuk menanam puluhan ribu hektar diperlukan puluhan juta bibit. Bagaimana mungkin kita mengadakan bibit tersebut dalam waktu yang relatif singkat dalam jumlah yang besar dan kualitas yang baik. Alternatif yang dapat dilakukan adalah budidaya singkong dengan teknologi kultur jaringan.

Kultur Jaringan Singkong
Sebagian orang menganggap bahwa kultur singkong sulit dilakukan karena nyatanya sampai saat ini belum ada yang mengkulturkan singkong. Pada saat mereka menanyakan ke saya maka saya sampaikan bahwa saya juga belum pernah mengkulturkan singkong. Mungkin mereka pernah mencoba untuk mengkulturkan singkong tersebut dan belum berhasil. Tapi sebaiknya jangan cepat-cepat memberikan pernyataan bahwa singkong tidak bisa di kulturkan. Belum adanya kultur singkong lebih karena harganya yang tidak ekonomis. Harga stek singkong diluar secara konvensional saja sudah Rp. 300,- (Tiga ratus rupiah). Sedangkan hasil kultur jaringan biasanya dijual dengan harga Rp 4.500 – Rp 7.500 bahkan banyak yang lebih dari itu.

Biaya Operasional Dasar Kultur jaringan
Biaya operasional untuk menghasilkan satu planlet di dalam botol adalah Rp. 1.000 harga ini adalah harga kasar dengan masih mencadangkan beberapa hal untuk safety finansial. Biaya produksi satu bibit kultur jaringan sampai keluar dan siap di polibag adalah Rp. 1.500. Tapi Dengan memperhitungkan biaya penyusutan, biaya inflasi, biaya manajemen, biaya promosi maka biaya produksi kotor menjadi Rp. 3.000. Dan bila perusahaan tersebut memasukkan keuntungan maka harga persatuan bibit hasil kultur jaringan dapat dijual dengan harga Rp. 4.500 sampai Rp 7.500.

Persentase Keberhasilan Dan Efisiensi
Kondisi laboratorium kultur jaringan menentukan tingkat keberhasilan di dalam setiap tahapan kultur jaringan. Semakin sederhana kondisi laboratoeium kultur jaringan maka persentase kegagalan akan semakin meningkat dan metode produksinya juga harus lebih intensif dan hati-hati. Tapi bila kondisi laboratorium kultur jaringan memenuhi standar laboratorium kultur jaringan yang baik maka akan menurunkan persentase kegagalan sampai di bawah 10 % bahkan bisa sampai di bawah 5 %. Efisiensi pemakaian bahan dan optimalisasi ruang kultur dalam botol dengan diisi eksplan yang lebih banyak serta penggunakan hormon yang efisien dapat menekan biaya produksi. Demikian pula dengan subtitusi penggunakan bahan-bahan kultur jaringan seperti penggunakan agar yang lebih murah, penggunakan bahan organik efisiensi penggunakan sinar dan listrik.

Percepatan Produksi Hasil Kultur Jaringan
Percepatan dan pertambahan jumlah bibit hasil kultur jaringan dapat dilakukan dengan cara melakukan metode stek mikro pada saat proses aklimatisasi. Pada tahapan aklimatisasi yang awalnya bertujuan hanya untuk mengadaptasikan kondisi di dalam botol menjadi ke luar botol, maka dalam hal ini ditambahkan proses metode stek mikro. Bibit hasil aklimatisasi diberi hormon pertumbuhan tunas sehingga bertambah tinggi. Bila telah mencapai sekitar 8 daun maka dapat dipotong 5 daun ke atas dan disisakan 3 daun ke bawah. Stek 5 daun tersebut di tanam kembali di bak aklimatisasi lain yang sudah disiapkan dan ditumbuhkan kembali. Dari stek yang terdiri 5 daun yang berarti mempunyai 5 titik tumbuh, maka 2 titik tumbuh di masukkan dalam media dan sisakan 3 titik tumbuh untuk tumbuh ke atas. Sedangkan batang bagian bawah di beri hormon tunas maka akan dihasulkan trubusan baru dari sisa titik tumbuh yang ada, terus ditumbuhkan sampai 8 titik tumbuh atau 8 daun baru distek kembali. Demikian sterusnya. Proses ini sama seperti proses multiplikasi di dalam botol. Dan karena ukurannya yang juga masih sangat kecil maka kecepatan multiplikasinya juga sangat tinggi bila dibandingkan dengan stek tunas biasa pada teknik konvensional. Berarti dalam hal ini hasil aklimatisasi tidak dibesarkan melainkan dimultiplkikasi. Bila jumlah yang diinginkan sudah tercapai maka hasil aklimatisasi dapat disemprot hormon akar agar berakar dan dapat terus dibesarkan untuk kemudian disapih ke dalam polibag.

Keberhasilan Kultur Jaringan Singkong.
Pada saat orang menanyakan apakah saya bisa mengkulturkan singkong, disamping itu orang tersebut menyampaikan bahwa singkong tidak dapat di kulturkan dan sampai saat ini belum ada yang berhasil mengkulturkan singkong. Maka saya sampaikan bahwa saya belum mengkulturkan singkong karena memang untuk sampai saat ini belum ada orang yang meminta tolong pada saya untuk mengkulturkan singkong. Selain harganya yang tidak ekonomis juga agribisnis singkong tidak menarik.

Atas permintaan orang tersebut maka saya mencoba untuk menginisasi singkong, dan alhamdulillah dapat dihasilkan kultur steril dan juga pertumbuhan cukup baik. Hal ini membuktikan bahwa bukan berarti singkong tidak dapat dikulturkan, tapi memang karena belum ada yang mengkulturkannya saja. Hal ini merupakan dua hal yang berbeda.


Pembangunan Laboratorium Kultur jaringan
Dalam menunjang pengadaan bibit hasil kultur jaringan, maka perlu direncanakan pembangunan investasi tetap berupa laboratoeium kultur jaringan yang memadai dan layak sesuatu dengan jumlah bibit yang diharapkan.

Sebagai gambaran kasar bahwa untuk mencapai kapasitas produksi bibit sebesar 1 juta bibit maka diperlukan biaya untuk pengadaan alat dan bahan sebesar Rp. 500.000.000. (lima ratus juta rupiah). Biaya ini belum termasuk untuk biaya pengadaan bangunan laboratoriumyang diperlukan dengan luasan sekitar 200 m2. (100 m2 untuk proses persiapan, pembuatan media, ruang timbang dll dan 100 m2 lagi untuk ruang inkubasi terdiri dari rak-rak kultur dengan lampunya.

Jumlah LAFC (Laminar Air Flow Cabinet) yang disediakan sebaiknya memadai agar proses produksi dapat mencapai target dengan baik. Jumlah yang diperlukan untuk produksi 1 juta bibit adalah sekitar 20 laminar. Proses produksi atau proses multiplikasi harus dioptimalkan dengan memberikan bantuan penyiapan media kultur steril dan bahan-bahan yang diperlukan oleh orang lain. Jadi para pekerja di laminar hanyalah melakukan proses multiplikasi secara optimal.

Kemampuan Produksi Tenaga Pengkultur
Kemampuan produksi para pengkultur berbeda-beda tergantung jam terbangnya. Bagi tenaga pengkultur yang baru belajar maka dia hanya dapat mengerjakan sekitar 50 botol sehari. Tapi untuk yang sudah terampil maka dia dapat melakukan subkultur sebanyak 300 botol perhari. Tentunya tingkat produktivitas ini juga ditentukan oleh ragam beban tugas yang diberikan padanya. Bila ia dibebani tugas persiapan, pembuatan media dan juga subkultur makan produksi yang dihasilkan juga akan tidak sebanyak bila ia hanya melakukan kegiatan subkultur saja.


Pengadaan Bibit Kultur Jaringan Singkong
Untuk mengadakan bibit hasil kultur jaringan singkong sampai dapat di tanam di lapang, maka diperlukan beberapa tahapan yaitu:

I. Tahapan Dalam Kultur jaringan:
Karantina & Persiapan bahan eksplan singkong
Sterilisasi permukaan dan sterilisasi sistemik bahan eksplan
Inisiasi eksplan singkong
Multiplikasi kultur singkong
Aklimatisasi
Percepatan stek mikro
Pembesaran bibit hasil aklimatisasi
Penyapihan bibit ke dalam polibag


II. Tahapan Di Lapang
Pembesaran bibit diplolibag. Kemudian dipotong-potong dengan ukuran tertentu kemudian dibesarkan dalam bedengan dengan ditanam dengan jarak agak rapat.
Penanaman bahan bibit dalam bedengan untuk kemudian ditumbuhkan dan setelah mencapai ukuran tertentu dipotong-potong untuk bahan bibit yang berikutnya.
Penanaman bahan bibit di lapang dengan jarak tanam agak rapat untuk tujuan diambil bukan untuk tujuan ubinya tapi batangnya sebagai bahan bibit yang mencapai ukuran yang optimal yang dapat dijadikan bibit singkong yang berkualitas.


Persiapan Awal Inisiasi dan Multiplikasi bahan Bibit
Jumlah bibit yang ditargetkan serta jumlah lahan yang harus ditanami dikaitkan dengan persipan bibit memerlukan perencanaan yang matang. Minimal untuk tahap awal persiapan bahan bibit kultur jaringan sampai pada dihasilkannya bibit yang siap tanam di lapang, memerlukan waktu yang tidak sedikit. Tapi begitu semua fasilitas dan tahapan sudah eksis maka pengadaan bibit sama seperti pabrik saja, selanjutnya dibuat perencanaan rotasi pengadaan bahan bibit.

Selain fasilitas laboratorium berarti juga diperlukan fasilitas aklimatisasi, fasilitas percepatan dengan stek mikro, fasilitas pembesaran dalam polibag, fasilitas pembesaran dalam bedengan, fasilitas pembesaran bahan bibit di lapang dengan jarak tanam agak rapat.

Keberhasilan Produksi Singkong Mencapai 100 ton / hektar
Dengan dibuktikannya keberhasilan petani singkong di lampung menghasilkan produksi singkong sebesar 100 ton/ hektar. Membuktikan bahwa manajemen budidaya yang baik mampu meningkatkan produksi dengan spektakuler.

Petani tersebut mampu menerapkan evaluasi sistem budidaya baru dengan mengoptimalkan semua faktor yang ada sehingga mampu meningkatkan produksi. Dan yang patut diacungi jempol adalah dia berani menanggung resiko evaluasinya sistem budidaya yang baru, karena konsekuensinya memerlukan biaya produksi yang meningkat cukup besar. Tapi peningkatan biaya produksi tersebut akan teratasi dengan hasil produksi yang fantastik tersebut.

Apabila sistem budidaya ini dapat direplikasi dalam luasan lahan yang besar maka hasil produksi yang dihasilkan akan sangat menankjubkan. Masyarakat Singkong Indonesia sedang menggarap usaha ke arah tersebut. Hal ini patut mendapatkan dukungan mengingat ketahanan pangan di Indonesia masih menjadi prioritas.

Masyarakat Singkong Indonesia merencanakan akan menanam tahap awal sekitar 3000 hektar, yang kemudian secara bertahap akan mencapai 30.000 hektar. Tentunya dengan luasan seperti itu diperlukan perencanaan kesiapan bibit yang matang dengan skedul waktu yang memadai dan jelas.

Kultur Jaringan Singkong akan menjadi solusi yang tepat dalam menjawab pengadaan bibit singkong yang berkualitas tersebut. Semoga kemandirian kita dalam memproduksi bahan pangan dan juga ketahanan pangan Indonesia akan semakin meningkat dengan metode pengadaan bibit dengan kultur jaringan.


Bogor, 2 Oktober 2011

29 July 2011

BANK PLASMA NUTFAH KEANEKARAGAMAN HAYATI TROPIKA.

Esha Garden - Friday, July 29, 2011

KONSERVASI IN-VITRO KEANEKARAGAMAN HAYATI TROPIKA

Oleh
Kepala Unit Kultur Jaringan, Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas, Kehutanan Institut Pertanian Bogor




Pendahuluan
Indonesia dikenal sebagai Negara “Mega Biodiversity” (Biological Diversity = Biodiversity) memiliki keanekaragaman hayati yang sangat fantastik. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup-flora fauna dan mikroorganisme yang ditunjukkan oleh perlbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat/karakter yang terlihat pada berbagai tingkatan (level) persekutuan hidup baik tingkatan jenis (spesies), genetik dan ekosistem.

Bila dilihat dari persentase flora dan fauna di seluruh dunia maka Indonesia yang luasannya hanya1,5 % luas bumi memiliki 10 % dari total jenis tumbuhan berbunga, 12 % dari total jenis mamallia, 16 % dari total jenis reptilian, 17 % dari total jenis burung, 25 % dari total jenis ikan.
Bila kita lihat dari jumlah jenisnya maka hasilnya lebih hebat lagi, terdiri atas: 400 jenis dipterocarpacea, 25 jenis tumbuhan berbunga, 515 jenis mamalia (36 % endemik), 112 jenis kupu-kupu (44 % endemik), 600 jenis reptilian, 1.519 jenis burung (28 % endemik) dan 270 jenis amphibi.

Permasalahan
Sebagian besar keanekaragaman hayati tersebut berada pada suatu kawasan yang disebut “ Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah”. Dan kawasan ini adalah pada umumnya kawasan hutan produksi, sehinggasebagian besar di panen untuk diambil kayunya, sebagaian dikonversi menjadi HTI, sebagian lagi di konversi sebagai kawasan perkebunan dll. Memang secara teoritis, bahwa semua kawasan tersebut sudah terwakili untuk konservasinya. Secara teoritis semua kawasan hutan yang di pakai tadi sudah ada wakilnya dengan luasan tertentu untuk keterwakilan jenis flora dan faunanya.

Kita sudah berusaha membuat kawasan-kawasan konservasi baik yang in-situ (di dalam kawasan hutan) maupun ek-situ (diluar kawasan hutan) untuk menjaga kekayaan Negara dan bangsa Indonesia yang tidak ternilai ini. Akan tetapi sayangnya selama ini tidak pernah ada terdengar bahwa tumbuhan yang tadinya langka menjadi tidak langka, tapi justru erosi jenis dan genetik menukik dengan curam. Banyak berbagai jenis yang statusnya menjadi langka dan terancam punah.

Oleh sebab itulah maka kita berusaha untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati tadi secara ek-situ, maka di munculkanlah Kota Konservasi. Kabupaten konservasi, Desa Konservasi, yang maksudnya adalah kita mempunyai kewajiban untuk melestarikan keanekaragaman jenis tersebut dimanapun kita berada. Saat ini Pengelola Kebun Raya sibuk membangun kebun raya-kebun raya di beberapa daerah untuk melestarikan jenis-jenis endemik dan khas daerah tersebut. Akan tetapi ternyata biayanya cukup besar dan tidak mudah pula pengelolaannya. Lalu bagaimana lagi agar kita tidak kehilangan kekayaan keanekaragaman hayati tersebut.

Konservasi In Vitro
Sebenarnya ada alternative lain yang bisa kita lakukan yang dapat menjadi program sinergis atau simultan agar benar-benar keanekaragaman hayati kita dapat diselamatkan. Konservasi In Vitro adalah suatu konservasi yang dilakukan dengan mengoleksi berbagai jenis tumbuhan di dalam botol kultur. Dengan demikian kita dapat menghemat tempat, biaya dan tenaga kerja. Kita dapat menyimpannya sebagai koleksi sumber plasma nutfah. Sebagai gambaran maka dengan luasan hanya 100 m2 maka kita dapat menyimpan ratusan ribu jenis di dalam botol kultur jaringan. Dan kita dapat mengembangkannya kembali bila diperlukan. Kita dapat menjualnya keluar negeri sebagai sumber genetik yang mempunyai karakter spesifik dengan nilai yang sangat tinggi, dan hal ini dimungkinkan karena, selain sudah steril, sehingga dari segi karantina sangat dimungkinkan, dan dari segi persaingan bisnis, jenis tersebut hanya ada di Indonesia, jadi kita bisa menjual dengan mahal.

Sebagai contoh: Mother plant dari semua silangan aglonema yang berwarna merah adalah Aglonema rotundum, yaitu jenis asli aglonema yang berasal dari Sumatra. Jadi awal mula ditemukannya warna merah adalah dari jenis Aglonema rotundum tersebut, yang ditemukan oleh seorang ahli breeding yaitu Bapak Greg Hambali. Orang luar negeri sangat antusias untuk bisa mendapatkan aglonema ini, untuk digunakan sebagai mother plant

Masih banyak lagi jenis-jenis tumbuhan tropis kita yang sangat terkenal diluar negeri seperti: Untuk dari jenis anggrek: Anggrek hitam (Coelogyne pandurata), anggrek kribo (Dendrobium spectabile), Anggrek tebu (Gramatophylum sp), Anggrek bulan raksasa (Phalaenopsis gigantea), anggrek kuping gajah. Untuk jenis pohon: Ulin, Eboni, Meranti, Cendana, Gaharu, Merbau, Menyan, Kulim dll. Untuk jenis tumbuhan obat : buah merah, tabat barito, pasak bumi, buah makasar, akar kuning dll. Untuk tanaman hias: anggrek, nepenthes, palem, aglonema, anthurium, begonia, paku-pakuan, simbar menjangan, edelwise dll.

Teknik Mengoleksi Tumbuhan Dalam Botol Kultur
Pertanyaannya adalah apakah tumbuhan di dalam botol tersebut tidak mati, sampai berapa lama tahan di dalam botol?. Untuk menjawab ini sebenarnya ada dua teknik yang bisa dilakukan: 1. Kriopreservasi, yaitu teknik mengkoleksi suatu jenis tumbuhan dalam botol kultur dengan cara mengawetkannya dengan cepat dan tiba-tiba dengan menggunakan nitrogen cair, yang sebelumnya cairan selnya diganti dengan cairan yang tidak akan mengembang bila dalam kondisi membeku, maka tumbuhan tersebut akan terawetkan. Hal ini di Indonesia dari segi teknis pelaksanaannya masih agak rumit untuk dilakukan. Ada teknik lain yang lebih mudah yaitu: 2. Teknik Pertumbuhan minimal, yaitu suatu teknik yang membuat tumbuhan di dalam botol menjadi tertidur. Dalam kondisi ini, yang biasanya di dalam kultur jaringan harus sudah di subkultur sekitar 3-4 bulan karena media habis, maka dengan teknik pertumbuhan minimal ini bisa bertahan sekitar 1-2 tahun.

Manajemen Bank Plasma
Untuk dapat merealisasikan hal ini maka harus diatur manajemennya. Yaitu:
1. Perlu dibuat Laboratorium Kultur jaringan yang besar dan memadai untuk Bank Plasma ini. Laboratorium Kultur Jaringan yang sangat besar ini menyimpan semua keanekaragaman tumbuhan yang ada di seluruh Indonesia, dengan sistem dipilah-pilah berdasarkan region tertentu. Lembaga dan Lab ini berperanan sebagai Pusat Konservasi In-vitro atau Bank Plasma yang mengelola dan mengontrol kelestarian jenis dan genetik plasma nutfah dalam botol kultur.
2. Perlu dibuatnya Laboratorium di setiap BKSDH atau daerah untuk menampung keanekaragaman genetik dan jenis endemik dan khas dari daerah tersebut. Lembaga ini bertanggung jawab terhadap kelestarian genetik dan jenis tumbuhan yang ada dalam botol kultur tersebut. Dan memberikan satu set seluruh keanekaragaman tumbuhan koleksi yang dimilkinya untuk diserahkan ke Pusat bank Plasma
3. Perlu adanya laboratorium yang melakukan peran R & D, untuk mengatasi berbagai permasalahan teknis kultur jaringan. Dalam hal ini bisa melibatkan lembaga perguruan tinggi dimasing-masing daerah, dan bisa juga menunjuk satu lembaga yang membantu kelancaran teknis dalam hal kultur jaringannya. Lembaga inilah yang juga harus melakukan penelitian tentang peningkatan pemanfaatan dari jenis tumbuhan tersebut.
4. Perlu adanya Laboratorium kultur jaringan yang berfungsi sebagai laboratorium produksi. Lembaga ini berperanan untuk memproduksi bibit yang diperlukan. Dalam hal ini bisa melibatkan pihak swasta, BUMN maupun perorangan. Dalam konteks produksi juga termasuk laboratorium yang menghasilkan bahan baku bioaktif langsung dari botol (dengan metode Metabolit sekunder)
5. Perlu adanya Laboratorium Kultur Jaringan yang berperan sebagai Showroom khusus untuk produk kultur jaringan yang menampilkan aspek komersial, jadi tidak seluruh jenis ditampilkan tapi hanya jenis-jenis kultur yang potensial komersial. Lembaga inilah yang berperan mengkordinir dan memfasilitasi penjualan dan perdagangan produk kultur jaringan. Lembaga inilah yang juga berperan melakukan promosi dan pameran keseluruh dunia.

Dengan demikian kita akan mendapatkan dua hal : 1. disatu sisi keanekaragaman hayati dapat lestari dan disisi lain keanekaragaman hayati ini benar-benar dapat bermanfaat dalam menghasilkan dan meningkatkan pendapatan negara.

Titik Kritis
Titik kritis yang kemungkinan besar akan di hadapi adalah :
1. Sulitnya di dalam melakukan inisasi koleksi tumbuhan yang mau di kulturkan.
2. Keterbatasan jenis dan SDM yang membuat pengkoleksian jenis akan terhambat.
3. Pengelolaan Laboratorium kultur jaringan yang kurang baik dari segi pencatatan sehingga tidak jelas asal-usul dan umurnya. Dan pengkondisian laboratorium yang berbeda untuk mengkoleksi jenis, memproduksi, pemuliaan dll.
4. Tingkat kontaminasi yang tinggi ,karena masih kurang memadainya standar laboratorium kultur jaringan yang baik dan SOP (Standart Operational Procedure) dalam pengerjaan kultur jaringan.

Antisipasi Titik Kritis
1. Perlu di kerahkannya lembaga perguruan tinggi dan praktisi kultur jaringan untuk saling bekerjasama menginisiasi seluruh koleksi tumbuhan tropika Indonesia. Dengan menggabungkan pengalaman dan memberikan kesempatan masing-masing untuk membuktikan dugaannya dan saling mengevaluasi maka masalah inisasi ini dapat dipecahkan.
2. Perlu adanya pelatihan untuk level pengelola (supervisor) dan teknisi dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam melakukan kultur jaringan.
3. Perumusan standar laboratorium yang baik untuk setiap laboratorium kultur jaringan dengan tujuannya masing-masing (tidak harus mahal, yang penting benar prinsipnya) dan perlu ditetapkannya SOP yang baku untuk dapat dilakukan oleh teknisi.

Fungsi Lembaga Konservasi In vitro
Fungsi dari Lembaga Konservasi In-vitro ini berperanan:
1. Menjamin kelestarian jenis dan genetik melalui teknik kultur jaringan
2. Sebagai prioritas utama memanfaatkan koleksi kultur invitro untuk keperluan restorasi, pengayaan jenis di alam, riset dan pengembangan oleh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat Indonesia, dan penerapan bisnis untuk masyarakat Indonesia.
3. Prioritas Kedua memperdagangkan keanekaragaman jenis dan genetik ini dengan nilai yang tinggi (sesuai dengan kelangkaan dan kespesifikannya) ke seluruh dunia.
4. Berperan sebagai kordinator, fasilitator, mediator dalam pengembangan kultur jaringan seluruh stakeholder yang ada.

Penutup
Saya membayangkan semua jenis tumbuhan sudah dapat di kulturkan dan di koleksi. Kita dapat memanfaatkannya setiap saat diperlukan, bisa menjualnya dengan harga yang tinggi kepada Negara luar bila diperlukan, dan bisa memanfaatkannya untuk bahan penelitian dalam pengembangan dengan berbagai tujuan. Akankah hal ini bisa terwujud?

17 September 2010

Cara menanam bibit anggrek hasil kultur jaringan:

Esha Garden - Friday, September 17, 2010
Mengeluarkan anggrek dari dalam botol
Sekitar 7-8 bulan setelah berkecambah, bibit anggrek siap dikeluarkan dari dalam botol kultur jaringan. Anakan anggrek di dalam botol disebut dengan sedling. Sedling yang siap dikeluarkan mempunyai akar yang banyak dan kelihatan kokoh. Mengeluarkan sedling dari dalam botol harus berhati-hati. Sedling yang dikeluarkan dari botol sering tidak bisa beradaptasi ketika dipindahkan ke kompot (komunitas Pot)  karena telah terbiasa hidup manja, dengan makanan yang sudah disediakan di dalam botol kuljar. Pengeluaran sedling dari dalam botol bisa dilakukan dengan dua cara sebagai berikut.
• Cara Pertama 
  • Siapkan baskom yang berisi air bersih dan steril.
  • Pecahkan botol di atas baskom. Kaca pecahan botol akan tenggelam dan anakan anggrek akan mengambang di atas permukaan air.
  •  Cuci anakan anggrek hingga bersih dan tidak terdapat agar-agar. Agar-agar yang masih menempel dapat menyebabkan tumbuhnya jamur yang merugikan anggrek.
  • Rendam anakan anggrek di dalam physan (zat anti jamur) dengan dosis 2-3 mg per satu liter air agar tidak ditumbuhi jamur.
  • Letakkan anakan anggrek di atas Koran dan diangin-anginkan agar bebas dari air.
  • Setelah kering, pindahkan anggrek ke dalam kompot. Satu kompot bisa digunakan untuk 20-40 anakan anggrek, tergantung pada ukuran kompot dan besarnya anakan.
• Cara Kedua
  • Buka tutup botol dan masukkan air sampai setengahnya.
  • Goyang-goyangkan botol hingga tanaman dan akarnya terpisah dari agar-agar.
  • Keluarkan anakan anggrek menggunakan pinset atau kawat yang ujungnya dibengkokkan membentuk huruf “U”. Caranya dengan mengaitkan dan menarik akar anakan anggrek keluar sampai terjatuh ke dalam baskom yang berisi air bersih dan steril.
  • Langkah selanjutnya sama seperti cara pertama.
 video penanaman bibit tanaman anggrek hasil kultur jaringan:

Menanam bibit anggrek di kompot
Kompot yang digunakan berdiameter 7, 12, 16, atau 20cm. Kompot tersebut tidak terlalu tinggi atau dalam, tetapi menyerupai cobek (tempat membuat sambal dari tanah liat). Kompot ada yang terbuat dari tanah atau plastik.
Media tanam yang digunakan bisa berupa pakis, sabut kelapa, moss (Lumut), akar kadaka dan kulit pinus. Sebelum digunakan, media tersebut harus direbus di dalam air selama 30 menit agar terbebas dari tanin atau zat perangsang pertumbuhan jamur.
Langkah-langkah menanam anakan anggrek dalam kompot sebagai berikut :
1. Potong-potong media tanam (pakis dan serutan kayu sepanjang 5-30 mm; serta kulit pinus, arang, pecahan genting, pecahan batubata, kulit pinus, arang, pecahan genting, pecahan batubata, tempurung kelapa dan sabut kelapa sebesar ibu jari)
2. Isi kompot dengan kerikil dengan pecahan genting sebesar ibu jari sebanyak 1/3 pot.
3. Isi kompot dengan media tanam sampai sekitar 2 cm di bawah bibir kompot.
4. Pindahkan anakan anggrek satu persatu ke dalam kompot. Satu buah kompot bisa memuat 20-40 anakan anggrek, tergantung pada besarnya kompot dan besarnya anakan anggrek.
5. Semprotkan pupuk cair organik atau tambahkan pupuk organik untuk meningkatkan nutrisi 1-2 kali seminggu. Dengan dosis 2 g atau 2 ml dalam 1 liter air.
6. Letakkan kompot di tempat teduh yang hanya menerima cahaya matahari langsung sekitar 20%.
7. Lakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban media tanam.
8. Setelah anakan anggrek tumbuh agak tinggi, lakukan penjarangan dengan cara memindahkan anakan anggrek yang berasal dari satu kompot ke dalam 3-5 kompot.
9. Setelah akar tumbuh baik, tingkatkanlah pencahayaan matahari secara bertahap.
Previous
Editor's Choice