KONSERVASI
IN VITRO
Oleh
Ir. Edhi Sandra MSi
Dosen Fakultas
Kehutanan IPB University
Pemilik Esha Flora Plant And Tissue Culture
Pendahuluan
Latar
Belakang
1. Indonesia
dikenal sebagai negara Mega Biodiversity. Hal ini merupakan potensi yang sangat
besar untuk dapat di manfaatkan secara lestari (konservasi) dengan optimal bagi
kesejahteraan masyarakat dan pemasukan devisa negara. Definisi konservasi dalam
hal ini adalah pemanfaatan biodiversity dengan memperhatikan 3 aspek yaitu
Perlindungan ekosistem, Pelestarian jenis dan Pengawetan genetik. Hasil yang
optimal dalam pemanfaatan biodiversity dapat dilakukan bila keberadaan dan
ketersediaan bahan kultur tersedia dan mudah didapatkan setiap saat.
2. Terjadinya
deforestasi, illegal logging, kerusakan hutan semua menyebabkan
merosotnya biodiversity Indonesia secara tajam, hal ini sangat mengkhawatirkan.
Banyak jenis yang belum sempat dimanfaatkan sudah terlanjur punah dan banyak
lagi yang sedang mengalami proses kepunahan.
3. Kawasan
konservasi yang ada tidak menjamin keberadaan dan kelestarian jenis, pengawetan
genetik sehingga banyak jenis yang sulit di cari atau ditemukan dan diduga
mengalami proses kepunahan. Dan sampai saat ini kita masih belum dapat
memanfaatkan biodiversity secara baik dan optimal.
Oleh
sebab itulah perlu adanya Langkah-langkah real yang dapat mengantisipasi
permasalahan tersebut. Antisipasi yang ada saat ini yaitu Konservasi ex situ
dan Konservasi in situ belum optimal dalam pemanfaatan biodiversity, karena
pada saat diperlukan maka ketersediaan jenis tersebut yang dibutuhkan sulit
didapatkan. Tumbuhannya tercatat ada tapi untuk mendapatkan tumbuhan tersebut
maka harus pergi ke kawasan hutan tertentu, harus dicari terlebih dahulu, hal
ini sangatlah tidak praktis dan sangat menyulitkan. Istilah tumbuhan digunakan
untuk tanaman yang masih liar yang belum dibudidayakan.
Solusi untuk dapat menjamin kelestarian biodiversity dan dapat dimanfaatkan dengan mudah pada saat dibutuhkan bahan tumbuhannya adalah Konservasi In Vitro. Konservasi In vitro adalah suatu wujud nyata dari konservasi jenis dan pengawetan genetik yang menggunakan teknologi modern yaitu kultur jaringan sehingga biodiversity dapat dilestarikan dan dapat di koleksi dengan di “tidurkan” di dalam botol kultur. Konservasi In Vitro dapat mengkoleksi biodiversity dalam jumlah besar hanya dengan lahan yang relative sedikit. Luas lahan 1000 m2 dapat mengkoleksi 1 juta kultur tumbuhan. Bila hal ini bisa dilakukan maka biodiversity Indonesia akan dapat dilestarikan pemanfaatannya. Pelestarian pemanfaatan biodiversity merupakan konsep yang mengedepankan pemanfaatan dengan memperhatikan aspek kelestarian. Dengan Pelestarian pemanfaatan biodiversity, juga berarti mencakup kelestarian biodiversitynya, karena tidak mungkin di manfaatkan secara lestari bila kelestarian jenisnya tidak terjamin.
Konservasi
In Vitro
Adalah
suatu kegiatan mengkonservasi biodiversity, dengan cara mengkoleksi
biodiversity di dalam botol kultur jaringan. Koleksi kultur tumbuhan tersebut
mampu dan bisa di simpan dengan baik, dalam waktu yang lama dan dalam kondisi
hidup. Koleksi plasma nutfah hidup di dalam botol akan tetap terjaga
keaslian genetik alaminya. Nilai manfaat dari koleksi kultur tumbuhan ini
adalah nilai dari keaslian genetik plasma nutfah biodiversity Indonesia, hal
ini adalah sesuatu yang sangat berharga, bahkan tak ternilai harganya.
Keanekaragaman genetik merupakan modal dasar dalam pengembangan pemanfaatan yang
selanjutnya terkait riset pangan, obat, farmasi, bahan alam, organik, karakter
gen spesifik dll.
Konservasi
In Vitro berusaha saya angkat sebagai suatu hal yang penting, menggabungkan
kepentingan dalam mengkonservasi biodiversity dengan menggunakan teknologi
kultur jaringan. Konservasi In vitro untuk menyempurnakan usaha konservasi yang
sudah ada yaitu konservasi Ex situ dan Konservasi In situ. Dalam teknis
pelaksanaannya menggunakan teknologi Pertumbuhan Minimal dan Kriopreservasi.
Teknologi Pertumbuhan Minimal dan Kriopreservasi adalah suatu teknologi yang
sudah berkembang dalam dunia kultur jaringan, tapi Usaha Meng “Konservasi In
Vitro” Biodiversity Indonesia adalah sesuatu yang baru, Tidak semua negara bisa
melakukan ini karena mereka tidak memiliki bahan pokoknya yaitu keanekaragaman
tumbuhan seperti Indonesia. Hal ini merupakan potensi monopoli bagi Indonesia
yang tidak dimiliki oleh negara lain. Dan nilai plasma nutfah hidup adalah
suatu nilai yang tak terhingga karena terkait dengan nilai spesifik dan unik
dari suatu genetik alami suatu tumbuhan.
Bila negara lain, misal Jepang, Amerika, Eropah, mereka memiliki dan menguasai data jenis, data genetik tanaman dari seluruh dunia, tapi tidak punya kultur tanaman hidupnya (plasma nutfah hidup). Indonesia lah yang memilikinya. Belum ada yang secara resmi dan legal menjual kultur steril dan hidup dari keanekaragaman tumbuhan. Belum ada di dunia ini yang menjual plasma nutfah hidup, menjual keaslian genetik hidup. Indonesia akan menjadi negara yang sangat kuat karena memiliki keanekaragaman genetik yang hidup yang bisa digunakan setiap saat dalam jumlah yang sangat besar (Mega biodiversity). Jual beli keanekaragaman genetik ini harus mengikuti peraturan terkait dengan perdagangan plasma nutfah, terutama terkait jenis-jenis langka dan endemik Indonesia
Tujuan
Konservasi In Vitro
Mengoleksi
plasma nutfah hidup biodiversity dalam wadah kultur steril dengan keaslian
genetik alaminya dalam waktu yang lama secara lestari,
serta dapat digunakan sewaktu waktu sesuai keperluan dan dapat dijual dengan
nilai yang sangat tinggi.
1. Melestarikan
biodiversity Indonesia di dalam botol kultur steril, hidup dan terjaga keaslian
genetiknya.
2. Mudah
untuk mendapatkan bahan hidupnya pada saat diperlukan, karena semua tersimpan
dalam botol kultur steril dalam suatu lab kultur jaringan yang ada di dekat
kita (tidak perlu ke hutan yang sulit dijangkau)
3. Dapat
mengoleksi biodiversity Indonesia dalam jumlah yang besar hanya dalam ruang dan
tempat yang relative sedikit. 1000 m2 dapat menampung 1juta kultur tumbuhan.
4. Dapat
dijadikan sebagai bahan riset oleh berbagai pihak yang memerlukannya sehingga
akan meningkatkan percepatan pengembangan riset pemanfaatan biodiversity
5. Dapat
dijadikan sebagai pemasukkan finansial yang tak terhingga, karena nilai plasma
nutfah hidup merupakan mahluk hidup dengan karakter yang sangat spesial yang
tak ternilai
6. Memudahkan
dalam proses jual beli (ekspor import) karena kondisi kultur sudah dalam
kondisi steril
7. Keunggulan
Indonesia karena belum ada di dunia ini yang melakukan hal ini secara masif
mengoleksi plasma nutfah hidup di dalam botol kultur steril, dan juga
disebabkan bahwa mereka tidak mempunyai mega biodiversity seperti Indonesia,
ini adalah nilai potensial atau keunggulan monopoli bagi Indonesia
8. Pemasukkan
Devisa baru bagi Indonesia terkait dengan ekspor plasma nutfah hidup
Biodiversity Indonesia, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia
9. Dengan
teknologi ini juga bisa di koleksi berbagai jenis tumbuhan komersial tinggi
dari seluruh dunia sehingga kita mempunyai koleksi plasma nutfah hidup
jenis-jenis unggul dunia, serta bernilai sangat tinggi. Ini adalah bisnis masa
depan.
10. Banyak
teknologi kultur jaringan lanjutan yang dapat dilakukan dalam peningkatan nilai
tambah dan kualitas jenis, seperti membuat jenis raksasa, menghasilkan bahan organik
atau zat alam langsung dari dalam kultur, membuat pemuliaan dengan menggunakan
mutasi gen sehingga ragam genetik menjadi sangat beragam dan bervariasi. Semua
ini akan meningkatkan dan membuat diversifikasi produk dalam pemasukkan
finansial.
Teknis
Konservasi In Vitro
1
Teknologi yang digunakan adalah teknologi kultur jaringan yang semua ahli kultur jaringan dapat melakukan, tapi
tidak ada yang berfikir ke arah Konservasi In Vitro. Bahkan masih ada
persepsi negative dalam koleksi jenis
ini yang mereka menganggapnya tidak bisa dilakukan. Padahal persepsi bahwa
kultur tumbuhan tidak dapat dikoleksi dan di simpan dalam waktu lama karena
salah persepsi, mereka menganggap bahwa kultur akan menjadi tua dan mati,
demikian pula bila kultur tumbuhan tersebut di subkultur berulang maka akan
mengalami penuaan dan akhirnya mati. Ini adalah kesimpulan yang salah. Sifat
tua dan menurunnya fungsional organ sela tau jaringan adalah bersifat fisiologi
dan morfologi, bukanlah sifat genetiknya. Tumbuhan mempunyai titik meristem,
yaitu sel yang tidak pernah tua dan selalu muda. Sel meristem inilah yang
menggambarkan karakter genetika suatu tanamannya. Metode yang digunakan adalah “Mericlone”,
perbanyakan tanaman dengan menggunakan teknologi kultur meristem. Bila menggunakan
meristem maka sifat tua, sifat yang terkait umur, serangan penyakit bahkan
virus juga bisa di hilangkan.
2.
Prinsip dasar yang digunakan adalah kultur jaringan secara umum. Dan lebih
lanjut untuk mengkoleksi jenis biodiversity tersebut ada dua metode yaitu
: 1. Teknologi Pertumbuhan Minimal yaitu suatu teknologi “menidurkan”
kultur sehingga tumbuh dalam waktu yang sangat lambat sehingga dapat disimpan
di dalam botol kultur dalam waktu yang lama, dan 2 Teknologi Kriopreservasi
adalah suatu teknologi mengawetkan genetik secara statis, dengan menggunakan
nitrogen cair dan tanamana diawetkan dalam waktu yang cepat sehingga gennya
terawetkan dengan baik tanpa adanya kerusakan.
3.
Dalam pelaksanaannya sama dengan membangun laboratorium kultur jaringan hanya pengaturan
di dalam ruang inkubasinya adalah pengaturan untuk menidurkan dan mengawetkan
kultur tumbuhan. Koleksi di susun berdasar abjad taksonominya sehingga akan
mudah di cari dan di dapat. Sistem pendataan terkait dengan protokol (Teknik
mengkulturkannya serta deskripsi taksonomi, asal usul daerah dan di dapatkannya
bahan kultur tersebut dan nilai manfaatnya. Data ini digabung dengan kultur
plasma nutfah hidupnya akan bernilai sangat tinggi
4.
Pengawasan di kaitkan dengan data base : waktu penanaman, waktu di subkultur,
penyelamatan kultur yang kontaminasi dan browning. Persentase kematian di analisa
terkait faktor penyebab kegagalan dan kematian, Hal ini menjadi evaluasi dalam
penyempurnaan formula media kultur in vitro dan kesalahan manusia dalam pengerjaannya.
5.
Quality Control dan Quality Insurance terkait dengan viabilitas
tumbuhan dalam kultur, fenomena variasi somaklonal, keaslian genetik, data base
dari setiap kultur, dan umur kultur
6. Subkultur dilakukan bila ada hal hal yang penting terkait dengan viabilitas, kontaminasi, browning, media kultur terpakai habis dll.
Strategi
Pengumpulan Koleksi Jenis Kultur In vitro
1. Untuk
mempercepat koleksi jenis yang dapat dikumpulkan maka tahap awal dilakukan
pengumpulan semua jenis yang bisa di dapat dari seluruh laboratorium kultur
jaringan di Indonesia, melalui Komunitas Esha Flora, perguruan tinggi,
dan swasta
2. Secara
simultan mengoleksi dan mengkulturkan semua jenis tanaman komersial tinggi yang
beredar di pasaran, dan juga sekaligus jenis-jenis langka yang terancam punah
yang ada di lembaga-lembaga konservasi di seluruh Indonesia: litbang, dinas
kehutanan, dinas pertanian, dinas perkebunan, BKSDH, taman nasional
3. Memanfaatkan
seluruh pecinta alam dan mahasiswa kehutanan di seluruh Indonesia untuk dapat mengumpulkan
seluruh jenis langka di Indonesia, dengan sistem reward yang
menguntungkan.
4. Membeli
jenis-jenis langka dari sejumlah kolektor tanaman langka di Indonesia.
5. Melakukan
kegiatan inisiasi dengan sangat intensif sehingga peningkatkan kultur dapat bertambah
dengan sangat signifikan.
Ruang
Lingkup Dan Tahapan Kegiatan Konservasi In Vitro.
1. Mengumpulkan
koleksi kultur tanaman dari berbagai pihak.
2. Kegiatan
pengelolaan laboratorium kultur jaringan secara umum
3. Kegiatan
Inisiasi eksplan tanaman langka, endemik dan komersial tinggi (Program
prioritas utama)
4. Kegiatan
penyelamatan kultur yang kontaminasi, browning serta mau mati
5. Kegiatan
Subkultur
6. Pembuatan
media kultur konservasi in vitro
7. Pengumpulan
informasi terkait dengan deskripsi jenis, pemanfaatan, budidaya dan
perbanyakan, dan protokol kultur
jaringan, potensi pengembangan
8. Pendataan
koleksi kultur dengan detail sehingga memudahkan untuk pengelolaannya
9. Pengaturan
kultur yang harus ditidurkan dan dibangunkan, serta yang harus diproduksi untuk
penjualan dan keperluan riset dll.
10. Kegiatan
untuk riset, pemuliaan, perbanyakan, perlakuan, penjualan
11. Kegiatan
persiapan kultur untuk siap dijual
12. Kegiatan
digital marketing, personal branding, company branding.
Sarana
Prasarana Yang diperlukan
I.
Laboratorium Kultur
Jaringan
1. Laboratorium
kultur Jaringan secara Umum
1.1.Ruang
pegawai
1.2.Ruang
persiapan alat dan bahan
1.3.Ruang
bahan kimia dan alat habis pakai
1.4.Ruang
timbang dan pembuatan media
1.5.Ruang
sterilisasi autoclave dan botol steril
1.6.Ruang
cuci botol dan sterilisasi botol kotor
1.7.Ruang
media kultur steril
1.8.Ruang
inkubasi
1.9.Ruang
inisiasi dan ruang tanam
1.10.
Ruang shaker,
bioreactor dan TIS
2. Ruang
inkubasi khusus untuk Koleksi Konservasi In Vitro
3. Ruang
Inkubasi untuk membangunkan kultur
4. Ruang
Inkubasi untuk produksi dalam rangka permintaan konsumen
5. Ruang
inkubasi untuk riset
6. Ruang
inkubasi untuk perlakuan
7. Ruang
inkubasi untuk perbanyakan
8. Ruang
inkbasi untuk penyelamatan
9. Ruang
inkubasi untuk Plantlet
10. Ruang gudang untuk botol kultur
II.
Green House
1. Tempat
untuk hasil aklimatisasi
1.1.Tempat
untuk hardening
1.2.Tempat
untuk penyungkupan berlapis
1.3.Tempat
untuk pengepotan bibit siap tanam
2. Tempat
untuk karantina bahan indukan eksplan
3. Tempat
untuk Mother Plant
4. Tempat
untuk perlakuan di luar laboratorium
5. Tempat
untuk stek mikro
III.
Nursery
1. Tempat
perbanyakan stek mikro
2. Tempat
bibit pasca aklimatisasi
3. Tempat
bibit untuk diberi perlakuan
4. Tempat
bibit untuk riset
IV.
Gedung Pengepakan dan
Pengemasan untuk Ekspor
1. Tempat
pembersihan dan pensterilan kultur dan
tanaman
2. Tempat
untuk pengemasan kultur dan tanaman
3. Tempat
untuk pengepakan kultur dan tanaman
4. Gudang
paket yang siap kirim
5. Gudang
alat dan bahan
Konservasi
In Vitro Di Esha Flora dan IPB University
1. Saya
sebagai penggagas Konservasi In Vitro sudah melaksanakan hal ini sejak tahun
2000. Terkait dengan riset Teknologi pertumbuhan Minimal, dan Teknologi agar
kultur dapat tetap hidup dengan baik walau sudah bertahun-tahun.
2. Sampai
saat ini Esha Flora sudah memiliki koleksi sekitar 400 jenis kultur tanaman.
3. Esha
Flora berusaha membantu dan mendampingi laboratorium kultur jaringan sekala
rumah tangga (Peserta Pelatihan Esha Flora yang berjumlah ribuan orang) untuk
mengembangkan koleksi kultur tanaman dengan system “hibah bergulir”
4. Di
Esha Flora ada kultur yang umurnya sudah lebih setahun, dua tahun, empat tahun
bahkan ada kultur yang umurnya lebih dari 20 tahun, yaitu Pule pandak (Rauvolvia
serpentina) jenis tumbuhan obat yang sudah terancam punah di alamnya,
bahkan dianggap sudah punah karena terlalu sulit untuk mendapatkannya di alam.
Pule Pandak mempunyai 13 bahan bioaktif, dan mempunyai peran fungsional yang
kontradiktif dalam satu tanaman, yaitu Di satu sisi menurunkan tekanan darah, dengan
bioaktif antihipertensi yaitu reserpine, serpentine dan ajmaline, di
sisi lain mempunyai fungsi menaikkan gairah seksual (aprodisiaka), bahan
bioaktif yaitu yohimbine.
5. Terkait
dengan penjualan Esha Flora telah menjual berbagai kulturnya dengan harga yang
beragam mulai dari yang termurah dan sudah terjual, sekitar Rp, 30.000 per
botol kultur (Kultur anggrek ), Rp. 150.000 (Kultur Pisang) sampai dengan yang
termahal adalah 4 juta rupiah per botol kultur (kultur tanaman hias : Phylodendron
White night 4 juta rupiah, Phylodendron Pink Princes 4 juta
rupiah, Phylodendron Kabel Busi 2 juta rupiah). Hal ini menggambarkan betapa
potensial nilai komersial dari kultur tanaman ini.
Strategi
Pemasaran Via Online
1. Pengembangan
program Digital Marketing
1.1.Pembentukan
akun akun sosmed
1.2.Pembentukan
website, blog, channel youtube berbahasa inggris
1.3.Pemasangan
produk di market place baik nasional maupun internasional
1.4.Pembentukan
tim Digital Marketing yang solid
1.5.Melengkapi
kataloq produk, spesifikasi, manfaat dan harga
1.6.Mengembangkan
video terkait produk dan potensi pengembangannya
1.7.Mengembangkan
Protokol Kultur Jaringan dan deskripsi Jenis
Strategi
Kemandirian Usaha
1. Pengembangan
ragam dan diversifikasi produk dan jasa
2. Pertambahan
koleksi dan kelengkapan deskripsi jenis dan protocol kultur jaringan
3. Pengembangan
komunitas pengguna dan membentuk Asosiasi kultur jaringan Indonesia
4. Pembentukan
jejaring yang terstrukturisasi dari
jenjang nasional sampai daerah, dengan berbagai isntansi pemerintah dan NGO
serta swasta, dengan sistem inti plasma dengan multilevel
5. Pengembangan
pemanfaatan plasma nutfah untuk berbagai bidang
6. Pembentukan
Lembaga Pendidikan dan pengelola laboratorium kultur jaringan yang
tersertifikasi tenaga pelaksana dan pengelola dari level laboran, supervisor,
manajer lab sampai pada direktur
7. Pengembangan
pemasaran ke luar negeri disesuaikan dengan pemanfaatan bahan plasma nutfah sesuai
dengan yang diperlukan oleh negara-negera lain.
8. Pengembangan
unit-unit mandiri untuk pemasukan fiannsial perusahaan
9. Pengembangan
R & D dalam rangka pengembangan pemanfaatan plasma nutfah hidup
10. Pengembangan
jasa dalam pemanfaatan plasma nutfah untuk berbagai pihak.
11. Pembentukan
komunitas produksi kultur jaringan untuk ekspor.
12. Teknik
subkultur cepat dan peralatan percepatan propagasi tanaman
13. Percepatan
perbanyakan hasil kultur dengan stek mikro saat aklimatisasi
14. Pembangunan mistroom, untuk Teknik perbanyakan mikro di luar kultur
Penutup
Konservasi
In Vitro akan menjadi sesuatu yang sangat diperlukan, karena alam sudah sulit
dalam melestarikan jenis, dan kebutuhan manusia terhadap fungsional
biodiversity menjadi sesuatu yang sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan
manusia. Agribisnis plasma nutfah dalam pengembangan fungsionalnya akan menjadi
tren yang terus berkembang.