Oleh
Ir. Edhi Sandra MSi
1. Kepala Unit Kultur Jaringan Divisi Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
2. Kepala Laboratorium Bioteknologi Lingkungan PPLH LPPM IPB Bogor
3. Pemilik Esha Flora Plant and Tissue Culture.
Pendahuluan
Budidaya tanaman di level petani, masyarakat luas, masih sangat minim dan tradisional. Seringkali petani berbudidaya menggunakan benih dan bibit seadanya, tidak menggunakan benih atau bibit unggul. Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti pengetahuan, pemahaman, budaya, akses, biaya/modal, mental dll. Demikian pula dengan teknik budidaya, masih sangat sederhana, hanya gali lubang, tanam dan tinggal. Pada petani yang sudah lebih maju, sudah lebih baik. Mereka sudah melakukan pemilihan benih unggul, sudah mengolah, lahan dan sudah memberikan pupuk (biasnya pupuk NPK dan pupuk kandang). Apakah hal ini saja sudah cukup untuk menghasilkan produktivitas dan margin keuntungan yang memadai?. Belum lagi biaya benih/bibit unggul yang mahal, pupuk yang mahal, anti hama penyakit yang mahal, semua membuat biaya produksi menjadi sangat tinggi dan hasil tidak pasti. Oleh sebab itulah dengan segala keterbatasan tersebut mereka lebih memilih apa adanya. Dari pada tidak menanam/ berbudidaya.
Bila dilihat dari latar belakang pendidikan, maka hampir 60% penduduk Indonesia tidak tamat SD, dan sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan. Oleh sebab itulah maka, menjadi suatu keharusan agar mereka dapat meningkatkan kesejahteraannya adalah pendampingan dalam menghadapi kehidupannya, disamping mengelola budidaya tanaman untuk menghidupi keluarganya, adalah memberikan pendampingan dan pembelajaran yang berkelanjutan dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh sebab itu keberadaan kelompok Tani, komunitas dan group merupakan hal yang sangat penting, bila komunitas, kelompok tani, dan group tersebut mampu mendampingi dan memberikan pengetahuan, pemahaman dan pembelajaran yang berkesinambungan. Diharapkan komunitas, kelompok dan group tadi secara bersama-sama mampu meningkatkan kemampuan dan keberdayaannnya, dengan sistem gotong royong sehingga masalah ketidak mampuan finansial dapat diatasi.
Komunitas, Kelompok Tani, Group yang Mampu Melakukan Bioteknologi Kultur Jaringan
Bila Komunitas, Kelompok Tani dan Group tersebut mampu melakukan teknologi tinggi tapi yang dapat dilakukan/ diaplikasikan secara real di lapang, maka peningkatkan kualitas, produktivitas, efisiensi dan efektivitas sangat dimungkinkan. Hal ini tentunya akan berdampak pada peningkatan finansial yang dihasilkan dan pada ujungnya mampu meningkatkan pendapatan/ finansial sehingga mampu meningkatkan kesejahteraannya.
Permasalahannya adalah bahwa pihak yang menguasai dengan baik teknologi tinggi sangat terbatas. Dan yang menguasai teknologi tinggi tidak semuanya berpengalaman memodifikasi dan sempat mentransfer dan menyebarkan teknologinya sehingga dapat diterapkan oleh masyarakat bawah. Masih terlalu jauh suatu teknologi tiinggi secara mentah-mentah dapat diberikan dan dilaksanakan oleh petani.
Oleh sebab itulah perlu adanya pihak yang mampu dan mau mencoba dan melakukan penelitian dan ujicoba lapang untuk dapat memodifikasi teknologi tinggi tersebut sehingga bisa di manfaatkan dan dilaksanakan oleh petani. Dan tidak hanya itu, Walaupun sudah dimodifikasi tapi untuk dapat melaksanakannya mereka tetap membutuhkan bimbingan dan tuntunan karena keterbatasan pendidikan tersebut, memang membutuhkan proses yang panjang dan diperlukan kesabaran untuk dapat berhasil dengan baik.
pada level-level komunitas yang lebih tinggi, yaitu komunitas pengusaha, hobies, yang pendidikan sudah sampai SMA dan sarjana, maka mereka lebih responsif tapi tetap saja masih terkendala pada teknis keterampilan teknologi dan mental agribisnis dan pola fikir sistematis, urutan-urutan pencapaian target dan skedule serta analisis berbagai aspek masih memerlukan bimbingan dan tuntunan.
Penerapan Bioteknologi Kultur Jaringan
Bioteknologi Kultur Jaringan mempunyai potensi yang sangat spektakuler untuk dapat menghasilkan produk atau jasa yang bernilai tinggi. Tapi persepsi masyarakat lebih dominan negatif dan apatis terhadap teknologi tinggi ini. Memang kenyataan secara umum bagi para pemula yang baru mulai melaksanakannya sangat berat, sangat sulit, dan tidak cepat menghasilkan dan biaya tinggi. Tapi sebenarnya kita dapat mengantisipasi itu semua bila mengetahui solusi dan antisipasinya.
Modifikasi Bioteknologi Kultur Jaringan.
Kondisi masyarakat Indonesia yang dominan adalah petani merupakan kelompok masyarakat yang secara finansial sangat terbatas, apalagi harus membiayai suatu paket produksi budidaya tanaman yang mahal dan hasilnya tidak pasti, maka belum apa-apa mereka sudah mundur. bagi kelompok tani dan komunitas berpendidikan lebih tinggi, sudah mau mengusahakan dan semangat untuk mencoba dan melaksanakannnya tapi tetap dianggap terlalu sulit dan banyak yang gagal. Tapi hal ini disebabkan bahwa agribisnis berbasiskan kultur jaringan ini sangat banyak faktor yang mempengaruhinya. Kegagalan dan ketidakmampuan setiap orang berbeda-beda. Ada yang terkait dengan kemampuan menguasai dan mengaplikasikan ilmu dan teknologi kultur jaringan. Bagi level sarjana mereka mampu mencari literatur di internet/ google sehingga pengetahuan, ilmu dan teknologinya dapat terus bertambah. sayangnya informasi yang lengkap dan detail yang mampu menjawab dengan benar dan baik setiap kendala yang dihadapi measih belum bisa didapat dengan komprehensif di internet. Oleh sebab itulah perlu adanya pihak yang mampu menjawab semua permasalahan dan kendala dan pertanyaan dari kelompok tersebut. Oleh sebab itulah bila kita dapat membentuk jaringan yang masif untuk mengatasi hal tersebut di atas diharapkan semua permasalahan dan kendala dapat terjawab dengan baik dan mereka dapat mencobakan dan melaksanakan dengan benar di lapang.
Penerapan Bioteknologi Kultur Jaringan Dengan Sistem Inti Plasma
Penerapan bioteknologi kultur jaringan Dengan Sistem Inti Plasma adalah suatu strategi penerapan bioteknologi kultur jaringan yang sudah dimodifikasi sehingga dapat diaplikasikan dalam kondisi yang serba terbatas. Dan yang dimaksud sistem Inti plasma sebenarnya adalah membagi ruang lingkup pekerjaan sehingga bisa dirasakan lebiih mudah dan ringan bagi petani, karena semua pekerjaan yang sulit sudah dilaksanakan oleh laboratorium Inti, laboratorium plasma hanya melaksankan perkejaan perbanyakan (subkultur) dengan menggunakan enkas di masing-masing kelompok taninya. Dengan jumlah individu dalam kelompok tani yang besar maka akn di dapat tenaga kerja yang sangat besar. Bila jumlah individu petani mencapai ribuan orang yang tergabung dalam kelompok tani-kelompok tani. Dan setiap petani mampu menanam kultur jaringan tanaman satu hari 50 botol kultur saja, maka total menjadi 50 botol x 1.000 petani ; 50.000 botol kultur/ Bila satu botol kultur harga nominalnya Rp. 80.000 (kultur jaringan anggrek) maka nilai nominal yang dihasilkan adalah 50.000 botol kultur x Rp. 80.000 : Rp. 4.000.000.000/ hari. Suatu potensi produksi yang sangat spektakuler. Tapi mewujudkan hal tersebut memerlukan fasilitas sarana prasaran yang memadai pula. Tapi hal tersebut bisa disiasati dengan menyebar proses perbanyakan/ subkultur di masing-masing group kelompok tani, sehingga tidak diperlukan bangunan khusus untuk penyimpanan (ruang inkubasi). Bila masing-masing group terdiri dari 20 orang maka bila 1.000 orang ; 40 orang maka terdiri dari 25 group kelompok tani dengan anggota sebanyak 40 orang. Berarti di kelompok tani disebar lagi menajdi 4 group kecil yang terdiri 10 orang dan dilengkapi dengan enkas kecil beserta dalat tanamnya sebanyak 5 buah. sehingga dalam satu hari 10 orang tersebut dapat produksi sebanyak 50 botol kultur. Jadi diperlukan 500 enkas kaca kecil lengkap dengan alat tanamnya dan enkas tersebut bisa diletakkan di rumah masing-masing group kecil.
Jadi dalam hal ini anggota hanya melaksanakan perbanyak kultur jaringan yang pesentase keberhasilannya cukup tinggi yaitu 80 - 100%. Sementara kegiatan lain, seperti sterilisasi alat bahan, pembuatan media, dan inisiasi akan dilaksanakan di laboratorium inti.
Bila laboratoium Inti mengalami kesulitan atau permasalahan maka dapat berkonsultasi ke Pihak yang kompeten dan berpengalaman dalam pelaksanaan bitoeknologi kultur jaringan skala rumah tangga. Dalam hal ini adalah Esha Flora yang memang focus pada pengembangan kultur jaringan di masyarakat.
Esha Flora banyak membantu dan membimbing Laboratorium mandiri dan Laboratorium inti sehingga memiliki wawasan dan pengalaman yang luas mengenai permasalahan yang dihadapi oleh Laboratirum-laboratorium yang ada. Banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh lab-lab tersebut tapi sebenarnya kalau mau saling berbagi pengalaman dan mengevaluasinya dengan baik dan mengatasinya secara bersama maka akan banyak lab yang dapat berjalan dengan baik dan mampu bertahan dari gejolak badai perekonomian dan permasalahan teknis.
Di sisi lain banyak lab-lab yang tumbang dan bubar karena permasalahan yang sepele, tapi mungkin untuk pemutus kebijakan dari lab tersebut dianggap sudah tidak ada harapan lagi, dan langsung diputuskan bubar/ berhenti. Sangat disayangkan usaha yang telah dilakukan, fasilitas dan kultur tanaman yang sudah di hasilkan,pengalaman manajemen yang sangat bermanfaat. Dan pihak lain pun kalau mau sampai pada posisi dan kondisi tersebut tidaklah mudah dan membutuhkan waktu. Jadi jangan mudah menyerah dan jangan mudah memutuskan untuk bubar dan berhenti.